Rintik Hujan dan Asap Kopi

Tianaqila
Chapter #4

4-Cakrawala Jingga

-- Part sebelumnya

Papan kayu yang bergantung di atas pintu dengan tulisan 12 IPS 1, melegakan hati Rin sesaat. Ia bersyukur juga perkiraannya tidak meleset. Tidak perlu waktu lama, Rin lantas mempercepat langkahnya supaya segera tiba di tujuan.

Setibanya di kelas 12 IPS 1. Rin sengaja mendongakkan kepalanya jadi sedikit menyembul ke arah kelas, lebih tepatnya mengintip. Rasanya semua rasa malu telah ia tanggalkan, menggantikan rasa penasaran yang menyergap tidak karuan. Namun, hari itu sepertinya bukan sebuah keberuntungan yang didapat oleh Rin, karena ia tidak mendapati seorang pun disana, maka percobaan pertama gagal.

 --

Percobaan kedua, keesokan harinya, Rin menyambangi lagi kelas "mentornya". Kali itu ia hanya menjumpai seorang siswa kelas 12 yang keluar dari kelas sang mentor. Siswa itu tidak sengaja menabrak tubuh Rin saat gadis itu ingin mengintip dari balik pintu. Sesaat Rin meminta maaf atas kesalahannya, dan secara tidak sengaja ia melihat badge nama Anggara Sutan yang menempel di seragam siswa itu. Setelah kejadian itu, Rin tidak berani lagi mencari tau lebih jauh, ia pun langsung kabur secepat kilat. Sayang sekali, Rin tidak bisa lagi mengetahui siapa mentornya.

Percobaan ketiga. Waktu itu guru sedang mengadakan rapat. Semua kelas dibebaskan dari pelajaran dan tugas. Rin memberanikan diri lagi mendatangi kelas 12 IPS 1. Semula ia lega sebab seorang kakak kelas bernama Mika beserta Anggar-kakak kelas yang beberapa hari lalu ditemuinya mau berbaik hati untuk memberitahunya siapa yang bernama Cakrawala Jingga. Sikap malu Rin sudah hilang sepertinya, entah karena apa.

Syukurnya kedua kakak kelas yang ditemuinya itu bersedia memanggilkan sang mentor. Dari sudut pandang Rin, sepertinya orang itu tengah membaca buku di bangkunya. Tidak berapa lama, orang yang dimaksud pun bangkit berdiri dan berjalan ke arah ketiganya.

 

Awalnya Rin sempat gugup. Ia sempat merencanakan berbagai kalimat untuk diutarakan kepada sang mentor, akankah pertanyaan mengapa ia mau, pernyataan sekaligus memperkenalkan diri bahwa dirinya adalah Rininta, atau ucapan terimakasih dan memberikan kesempatan agar bisa memikirkan ulang penawaran dari Bu Mala. Ia masih merancang kata-katanya, sampai ia melihat sebuah sepatu bertali warna hitam mendekati sepatu pantofelnya, dalam jarak cukup dekat.

 

Rin mulai mengangkat wajahnya perlahan berusaha mengenali orang yang telah dicarinya selama berhari-hari. Seketika pupilnya melebar, terkejut menyadari kenyataan yang harus diterima.

“Hai, Rininta. Saya Cakra. Kamu mencari saya?.” Tanyanya kepada Rin dengan raut wajah datar namun bersahabat. Cakra seakan ia tahu bahwa dirinyalah yang membuat rasa penasaran Rin memuncak beberapa hari ini.

Tanpa sadar mulut Rin ikut terbuka, menganga. Sungguh, ia tidak menyangka saat mengetahui bahwa Cakrawala Jingga yang dimaksud adalah lelaki bernama Cakra yang ditemuinya saat berteduh di sebuah Coffee Shop beberapa waktu lalu. Oh tidak!!!

 

Niat baik Rin untuk sekedar mengucapkan terimakasih perlahan sirna, tergantikan rasa malu yang menggelayuti hatinya. Tanpa kata, tanpa berpamitan, Rin langsung saja kabur dari sana secepat mungkin. Tingkah laku Rin tersebut sontak menimbulkan tanda tanya besar di benak Cakra, Mika dan Anggar. Sosok Rin yang menghilang secepat kilat bagaikan hantu yang muncul di siang bolong, begitu mungkin yang ada di pikiran ketiganya.

 

"Tu cewek kenapa? Kok langsung kabur liat lo?" Anggar mengumpan pertanyaan pada Cakra. Mika juga menanyakan hal yang sama dengan isyarat anggukan.

Lihat selengkapnya