Rintik Hujan dan Asap Kopi

Tianaqila
Chapter #6

6-Meja No.11

***

Sepulang sekolah...

 

Sinar matahari tidak seterik dan se-menyengat biasanya. Daun di pepohonan dan rerumputan sudah mulai bergoyang mengikuti alur angin yang berhembus ke arahnya, juga menggiring awan untuk menaungi makhluk bumi. Keadaan semacam itu sebagai pertanda jika siang sudah memasuki akhir hari, menjadi sore. Jalanan sudah mulai ramai, diisi dengan para pegawai dan anak sekolahan yang ingin kembali-pulang.

Rin berjalan sendirian melewati gerbang, sementara di sekitarnya nampak siswa dan siswi beriringan. Ada yang berjalan kaki, menaiki sepeda motor, ataupun kendaraan lain. Rin tidak seperti kebanyakan siswa lainnya, selalu sendiri dimanapun berada, kelas, kantin, bahkan menuju gerbang. Rasanya hanya Rin yang mengalami hal demikian, tidak dengan teman-temannya yang tidak pernah merasakan apa yang ia alami. Sendirian.

 

Ya, untuk saat ini Rin lebih banyak menyendiri, tidak punya teman sama sekali. Meskipun begitu, terkadang Rin masih merasa iri pada teman-temannya yang kesana kemari selalu pergi kemanapun bersama, tertawa, menangis, bahkan saling berbagi cerita. Sementara dirinya tidak memiliki teman satupun. Sepertinya, teman sekelas Rin tidak ada yang mau berteman dengannya. Mereka justru beranggapan orang seperti Rin sangat aneh dengan diamnya. Dan sikapnya itu yang membuahkan banyak gosip. Misalnya, ia hanya tinggal di dunianya sendiri atau ada yang menyebut jika dirinya adalah anak dari seorang penjahat buronan polisi sehingga tidak ada seorangpun berani mendekati, takut jika ikut terlibat dalam masalah. Padahal mereka tidak pernah mengonfirmasi apakah berita itu benar atau tidak kepadanya. Mereka hanya bisa menghakimi dari sudut pandang yang salah, bahkan mempercayai ucapan dari orang yang tidak tahu sama sekali tentang dirinya.

 

Jujur, Rin sebenarnya tidak memikirkan sedikitpun tentang anggapan orang-orang terhadapnya. Walaupun, pada awalnya ia sempat merasa sedih, namun seiring berjalannya waktu kesendirian itu membiasakannya, jadi ia tidak perlu bergantung pada orang lain, begitu pikir Rin. Sekarang, Rin sudah terlanjur nyaman dengan kata "sendiri" dan malah merasa aneh jika ada orang baru yang menawarkan diri menjadi seorang "teman". Semisal Cakra, kakak kelasnya.

 

Tak berasa Rin telah tiba di depan Coffee Shop Cakra. Rin tidak langsung masuk kedalam, namun berdiri di depan pintu masuk, seraya sesekali mengintip ke dalam ruangan kafe dari balik kaca yang membatasi. Mengenali orang-orang yang ada didalamnya, dan sekaligus mencari dimanakah keberadaan Cakra.

 

Netra Rin tidak sengaja menangkap tulisan pada meja yang terletak dekat jendela besar itu. Rin jadi teringat waktu pertama kali menginjakkan kaki disana, sewaktu Cakra mengajaknya untuk duduk di meja nomor 11. Waktu itu, ia ingin memberikan kertas absen yang sebelumnya diberikan oleh Bu Mala kepadanya. Bu Mala berpesan agar absen itu diserahkan saja kepada Cakra agar ia tidak kelupaan untuk membawa. Jadilah setelah pulang sekolah Rin bergegas kesana. Mulanya ia hanya berniat sebentar saja, sayang hujan untuk kedua kali mengurungnya di tempat itu. Dan akhirnya, Cakra mempersilakannya untuk masuk lalu menuangkan secangkir teh hangat kepadanya, supaya badannya lebih hangat.

 

Waktu itu pula, kali pertama ia mampu melihat wajah Cakra secara jelas. Secara tidak sengaja pula, Cakra melemparkan tatapan cukup intens kepadanya. Tatapan penasaran. Setelah itu, Rin langsung menyerahkan “titipan” Bu Mala dan menyudahi aksi saling tatap mereka. Sesuai janji yang diucapkan oleh Cakra juga, bahwa Rin akan memulai les pelajarannya hari ini, jam 4 sore, di kafe.

--

Cakra berdehem sampai membuyarkan lamunan Rin.

Kepala gadis itu lantas tertoleh, matanya membelalak terkejut, aksinya diketahui.

 

"Kamu sudah lama disini? Saya pikir kamu gak datang."

Raut wajah Rin nampak panik, dengan tanpa suara yang masih dipertahankan. Sejurus kemudian, ia malah mengambil langkah besar untuk pergi dari sana, bermaksud melewati Cakra.

 

Tentu saja, Cakra tidak membiarkan aksi Rin, ia pun mencegat kepergian Rin yang tiba-tiba. "Kalo sudah datang kemari tidak boleh pergi dulu sebelum mentoring berakhir. Saya sudah buatkan nasi goreng buat kamu." Cakra menjuk pada meja saji yang terletak di ujung ruangan. Dilihat dari jauh, memang sudah ada sebuah piring yang tersedia disana, ya mungkin itu yang dimaksud oleh Cakra.

Lihat selengkapnya