***
Setelah melaksanakan ujian tengah semester, siswa disibukkan dengan adanya class meeting yang melibatkan para guru dan siswa dalam berbagai perlombaan yang diadakan mulai dari cerdas cermat sampai fashion show.
Hari itu di kelas Rin. Semua siswa diwajibkan untuk membuat kue yang nanti akan dibagikan kepada semua guru. Maka dari itu, selepas pulang sekolah Rin pun meminta Bunda untuk mengajarkan dirinya membuat kue. Saat Rin sudah kelelahan dan tertidur, Bunda ternyata masih melanjutkan proses pembuatan kue dan merelakan tidak tidur hingga jam 3 pagi untuk menyelesaikannya.
Keesokan harinya, Rin membawa kue bikinannya dengan senang dan berharap jika kuenya terpilih untuk disajikan pada guru. Namun, realitas terkadang tidak sesuai ekspektasi. Teman sekelasnya malah mencibir kue buatan Rin dan mengatakan jika kue itu tidak layak untuk dimakan karena tidak terjamin kualitasnya. Rin tentu sakit hati. Ia pun langsung bergegas pulang ke rumah sebelum sempat mengikuti class meeting sampai akhir.
Rin sebenarnya bukan orang yang mudah terbawa perasaan, tetapi ia sangat kecewa dengan perlakuan teman sekelas terhadapnya. Mereka terlalu memandang rendah Rin sampai tidak menghargai hasil jerih payah orang lain. Rin tidak masalah jika perkataan merendahkan itu ditujukan kepadanya, namun ia tidak terima jika menyangkut dengan bunda, apalagi bunda sampai begadang untuk menyelesaikan kue buatan Rin.
Tanpa sepengetahuan Rin, Cakra mengikuti kepergiannya, juga dengan menggunakan sepeda yang telah menemaninya beberapa waktu terakhir.
Gadis itu-Rin mengayuh sepedanya tanpa arah hanya berdasarkan sejauh mana pedal mampu dikayuh. Kadang ke kiri, kanan, atau hanya lurus di jalanan beraspal, namun sebisa mungkin tidak melenceng ke tengah jalan. Pikirannya masih melayang memikirkan kalimat yang akan ia ucapkan nanti kepada Bunda. Kenapa kuenya tidak habis? Apakah rasa kuenya tidak enak? Ataukah ada alasan lain atas pertanyaan yang akan diajukan oleh Bunda ketika melihat kue buatannya masih utuh tak tersentuh?
Huh...
Rin hanya bisa menghembuskan napas berkali-kali, berharap setiap benang kusut yang memenuhi pikirannya dapat terurai seiring karbondioksida yang dihembuskan keluar. Sama pikiran, begitu halnya dengan perasaan. Rin tidak bisa membayangkan bagaimana kecewanya bunda terhadapnya karena ia tidak bisa menyajikan kue tersebut pada guru-gurunya seperti rencana semula. Yah, itu masih lebih baik daripada rasa kecewa bunda jika mengetahui kue buatannya malah diperolok dan dianggap sebagai makanan yang tidak layak untuk dikonsumsi, pastinya Bunda akan merasa sangat sedih. Jika bunda sedih, otomatis Rin akan lebih sedih. Padahal, Rin menjamin seribu persen jika kue buatan bunda tidak kalah enak dan pastinya higienis untuk dikonsumsi, terbukti dengan banyaknya permintaan oleh pelanggan setia bunda. Sungguh, mereka belum beruntung bisa mencicipi rasa kastangel spesial Bunda.