---
Rimba tanpa permisi langsung masuk ke dalam kamar Rin. Lelaki itu membuka pintu paksa tanpa bisa dicegah. Saat itu Rin sedang merapikan buku pelajaran ke dalam tas ranselnya.
Rimba menghampiri Rin di meja belajar, lalu menarik lengan gadis itu agar berdiri. “Gue sudah bilang jangan temenan sama Cakra. Sekalipun lo gak punya teman sama sekali.” Amarah Rimba sudah berada di puncak. Telunjuknya diarahkan pada Rin, tepat di wajahnya.
Lantas Rin pun menepis tangan Rimba dengan sentakan yang cukup kasar. “Kenapa? Kenapa aku tidak boleh berteman dengan dia?” Rin balik menantang, tidak mau kalah dalam perdebatan.
Keduanya saling beradu tatapan kemarahan.
Dengan sengaja Rimba menarik dagu Rin, hingga wajah gadis itu terdongak padanya. “Sejak kapan lo berani ngelawan gue? Sejak temenan sama Cakra? Gue kakak lo. Ingat itu, Rininta.” Tangan Rimba semakin menekan dagu Rin sampai ia mengaduh kesakitan.
Rin tidak mau kalah, ia ikut mencengkeram tangan Rimba sama kuat.
Mata Rimba melotot, tidak percaya akan hal yang dilakukan oleh Rin. “Lo beneran berani sama gue?” Rimba mendecih. Ia pun melepaskan dagu gadis itu dari cengkramannya, lalu berbalik ingin melayangkan sebuah pukulan yang pasti akan terasa sangat sakit jika mengenai wajah Rin.
Untung saja dua detik sebelum hal menyakitkan itu terjadi, ayah dan bunda datang bersamaan, berusaha mencegah kekerasan yang akan dilakukan oleh anak lelakinya.
“CUKUP.” Ayah berteriak, menghentikan niat Rimba untuk menampar Rin.
Dengan sigap, bunda menarik tubuh Rin ke arahnya, sedikit menjauh dari Rimba yang langsung diseret keluar oleh ayah. Di kamar hanya tersisa bunda dan Rin.
Selepas keluarnya Rimba dan ayah, Rin langsung memeluk tubuh Bunda. Berupaya membagi kesedihan, ketakutan, dan kejengkelan yang ia rasakan kepada Rimba. Sudah cukup kiranya ia bersabar atas kelakuan sang kakak terhadapnya. Semena-mena, memerintah semaunya, serta melarangnya ini dan itu, apapun keinginannya. Bahkan berpura-pura tidak mengenal Rimba di sekolah dan melarangnya untuk mengaku sebagai adik seorang Rimba Rajata adalah haram hukunya, juga telah ia lakukan bahkan sejak pertama kali menginjakkan kaki di SMA Cendekia. Semua itu ia lakukan agar tidak terlibat pertengkaran dengan Rimba. Tapi apa sekarang? Baru sekali saja Rin tidak ingin mematuhi larangannya, Rimba malah tega akan melayangkan tamparan kepadanya. Sungguh, Rimba benar-benar keterlaluan.
“Bun, kak Rimba jahat.” Rin terisak.