***
Lintang meratapi tetes demi tetes hujan yang jatuh melalui sebuah kaca besar yang berdiri kokoh di depannya. Lintang menatap setiap detik demi detik waktu yang dilewatinya. Ada tetes hujan yang langsung sampai ke tanah. Ada juga yang turun dulu ke daun di pepohonan baru sampai di tanah. Ada juga yang terpantul oleh angin hingga menimbulkan titik-titik air di kaca besar itu. Kaca yang persis berhadapan dengannya. Sekarang Lintang berada di sebuah kafe yang disekelilingnya dihiasi dengan kaca-kaca besar nan kokoh hingga setiap peristiwa yang terjadi di luar tempat itu tampak jelas di depan mata. Ia sedang duduk sendiri disana. Di meja no.11, ditemani secangkir kopi hitam panas dengan asap yang masih mengepul. Itulah kebiasaan Lintang saat dirinya tengah dilanda rindu akan seseorang. Ia akan mendatangi kafe itu, duduk disana sembari menikmati sebuah kopi hangat sebagai pendamping kesendiriannya. Kalau sedang beruntung, suasana yang dulu sering dialaminya akan kembali terulang, seperti sebuah de javu. Ya, saat ini suasana itu kembali mengingatkan akan memori yang lalu. Di tengah rintik hujan yang kian menyerbu turun ke bumi.
--
Memori kembali berputar....
Tahun 2018, bulan April. Di meja no.11, tampak seorang pria tengah duduk disana sembari memainkan sendok di cangkir kopinya. Gelisah. Sepertinya pria itu sedang menunggu seseorang. Beberapa kali lirikannya mengarah ke luar cafe. Namun, berkali-kali pula ia menghembuskan napas pasrah mengetahui orang yang ditunggunya belum datang juga.
Hingga pada percobaan ke-5, senyum di bibir pria itu perlahan mengembang. Orang yang ditunggunya telah datang.
Seorang gadis cantik berpakaian dress selutut berwarna biru muda muncul di balik pintu. Pandangannya mengedar ke semua arah, seperti mencari seseorang. Dan... ya saat manik matanya tak sengaja bertemu dengan manik mata pria yang menunggu di meja no.11, keduanya terdiam sejenak menyadari masing-masing telah menanti kehadiran. Sang pria lantas berdiri, lalu menghampiri sang gadis yang juga berjalan ke arahnya.
"Maaf menunggu lama, Cakra." Kata gadis itu saat tiba persis di depan sang pria bernama Cakra. Tangan Cakra segera menarik kursi dan mempersilakan sang gadis untuk duduk. Setelah itu, Cakra memutar meja dan kembali duduk di kursinya.
Suasana hening. Keduanya saling mengutuki diri masing-masing karena perasaan gugup hinggap di hati keduanya. Hingga Cakra memulai membuka pembicaraan.
"Kamu cantik, Li." Perkataan itu berhasil membuat gadis bernama Lintang itu semakin tersipu malu. Namun, Cakra sendiri mengutuki kata-kata yang barusan keluar dari mulutnya. Bisa-bisanya dia yang selama ini selalu mencela Lintang, keceplosan memuji kecantikan gadis itu.
"Cakra, jangan gitu dong. Gue dari tadi udah ngerasa salah kostum tau nggak. Ya kan, tiba-tiba lo ngajak makan disini." Kali ini penuturan polos dari Lintang berhasil meledakkan tawa Cakra. Perlahan suasana tegang mulai mencair. Arah pembicaraan keduanya mulai kembali seperti sedia kala.
Beberapa saat kemudian, seorang waitress menghampiri meja keduanya. Membawakan menu untuk dipesan. "Permisi, ini menunya. Mau pesan apa?" Sebuah buku menu disodorkan pada Lintang. Belum sempat mata Lintang mengambilnya, Cakra merebut buku tersebut tanpa permisi hingga membuat gadis itu mendengus kesal. "Cakra..."
Telunjuk tangan Cakra bergerak ke kiri dan kanan melarang Lintang untuk memilih menu sendiri. "Biar gue yang milih." Setelah itu ia sibuk memilih menu. "Fried rice 2. Minumnya moccacino latte dan..." Cakra menggantung kalimatnya hingga Lintang menyela, "dan hot Arabika Coffee, Mas."