Rintik Hujan di Rumah Kita

Jee Luvina
Chapter #1

Menyulam Impian

“Awwwww.” Jarum kristik mengenai jari Nur yang sedang asyik menyulam. Meski ujungnya tumpul tapi tadi Nur tidak sengaja terlalu keras memajukan jarum sehingga meninggalkan sedikit rasa sakit. Tapi, hal semacam ini sudah biasa dilalui oleh Nur.

Seperti biasa, pagi-pagi Nur sudah menyiapkan minuman manis untuk menemani harinya di dalam kamar.

Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui celah-celah jendela kamar Nur, menyoroti berbagai peralatan crafting yang tersebar di seluruh sudut ruangan. Kain felt warna-warni, gulungan benang rajut, manik-manik, dan berbagai macam pernak-pernik lain memenuhi meja kerjanya yang terbuat dari kayu jati tua. Di pojok kamar, sebuah rak buku penuh dengan majalah crafting dan buku panduan dari berbagai belahan dunia berdiri kokoh, seolah menjadi saksi bisu atas berbagai kreasi yang telah dilahirkan oleh tangan-tangan kreatif Nur.

Nur, seorang gadis berusia 25 tahun, sedang duduk di meja kerjanya dengan fokus penuh. Jemarinya yang lentik dan cekatan sedang merajut sebuah syal dari benang wol berwarna ungu lembut. Wajahnya yang cantik dengan mata berbinar menunjukkan ketekunan dan kecintaan pada setiap detil yang ia kerjakan. Sesekali, ia tersenyum kecil melihat hasil rajutannya yang semakin sempurna.

Nur adalah gadis yang aktif dan mandiri. Sejak lulus dari perguruan tinggi jurusan desain, ia memilih untuk bekerja dari rumah, mengembangkan bisnis crafting kecil-kecilan yang telah ia rintis sejak masih di bangku kuliah. Keputusan ini awalnya mengundang banyak pertanyaan dari keluarga dan teman-temannya, namun Nur tetap teguh pada pilihannya. Baginya, crafting bukan sekadar hobi, tetapi juga cara untuk mengekspresikan dirinya dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain melalui karya-karyanya.

“Nur, kamu yakin nggak mau kerja di perusahaan desain besar? Kamu kan punya bakat. Sayang kalau cuma di rumah terus.” Ujar Ibunya suatu hari, mencoba meyakinkan Nur untuk mempertimbangkan kembali keputusannya.

Nur tersenyum lembut, “Ibu, aku yakin dengan pilihanku. Aku ingin membangun sesuatu yang berasal dari passion-ku sendiri. Mungkin jalannya memang gak mudah, tapi aku ingin mencobanya.”

Dengan dukungan yang perlahan tapi pasti datang dari keluarganya, Nur mulai serius membangun bisnis crafting-nya. Ia sering mengikuti berbagai bazar dan pameran kerajinan tangan, memperkenalkan karyanya kepada lebih banyak orang. Lewat media sosial yang ia buat khusus untuk crafting. Ia pun aktif membagikan tutorial dan tips crafting, sehingga semakin banyak orang yang mengenal dan menyukai karyanya.

Pagi itu, setelah menyelesaikan syal rajutannya, Nur mengecek daftar pesanan yang masuk melalui toko online-nya. Ada beberapa pesanan baru yang harus ia selesaikan dalam minggu ini, mulai dari aksesoris, tas rajut, hingga hiasan dinding. Melihat antusiasme pelanggan yang semakin meningkat, Nur merasa semakin bersemangat untuk terus berkarya dan mengembangkan bisnisnya.

Di luar, suara kicauan burung terdengar merdu, seakan memberi semangat tambahan bagi Nur untuk mengejar mimpinya. Di dalam hati, ia berjanji bahwa suatu hari nanti, ia akan memiliki sebuah toko crafting sendiri, tempat di mana ia bisa berbagi kebahagiaan melalui karya-karyanya kepada lebih banyak orang.

Dengan semangat yang membara, Nur pun melanjutkan pekerjaannya, merangkai mimpi-mimpi dalam setiap helai benang yang ia rajut. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, namun dengan ketekunan dan cinta pada apa yang ia lakukan, Nur yakin bisa mencapai impian besar yang ia dambakan.

Siang itu, Nur sedang merapikan meja kerjanya ketika teleponnya berdering. Dengan cepat, ia mengangkatnya dan mendengar suara seorang wanita di seberang sana. "Selamat siang, apakah ini Nur Craft?"

"Selamat siang, benar. Ada yang bisa saya bantu?" jawab Nur dengan sopan.

"Saya Dian dari Wedding Organizer Bloom. Kami tertarik untuk memesan souvenir untuk acara besar kami dua minggu lagi. Kami ingin memesan seribu bros dari kain felt berbentuk buah-buahan. Apakah bisa Anda membuatnya?"

Nur terdiam sejenak, mencoba mencerna permintaan tersebut. Seribu bros dalam dua minggu? Selama ini, ia hanya membuat crafting satuan dan menjualnya sendiri. Ini adalah tantangan besar, tapi juga kesempatan emas.

"Seribu bros, ya? Bisa-bisa. Saya akan kirim penawarannya melaui whatsapp.” Nur menjawab dengan panik. Tangannya mendadak gemetar menerima pesanan yang ia belum tahu apakah bisa menghasilkan bros seribu dalam dua minggu.

“Acaranya di Yogyakarta, jadi maksimal 10 hari dari sekarang brosnya sudah bisa dikirim ya.” Ucap suara wanita yang ada di dalam telepon Nur itu.

Jantung Nur berdetak kencang, ia menelan ludah dan terdiam sejenak.

“Hallo!” Suara wanita itu memastikan Nur masih terhubung di sana.

“Hallo eh iya hallo, siap laksanakan Mbak Dian.” Nur makin panik. Perasaannya campur aduk, bahagia tapi panik.

Setelah menutup telepon, Nur duduk di kursi dan mulai berpikir. Ia tidak pernah menerima pesanan sebesar ini. Selama ini, ia melakukan semuanya sendiri, mulai dari membuat produk, memotret, hingga menjualnya di media sosial. Dengan tenggat waktu yang begitu ketat, ia tahu tidak mungkin menyelesaikan semuanya sendirian.

Nur kemudian teringat teman-teman kuliahnya yang dulu juga menyukai dunia crafting. Beberapa dari mereka masih mencari pekerjaan tetap. Mungkin ini saatnya untuk membentuk tim dan bekerja sama.

Nur segera membuka laptopnya dan mulai mencari kontak teman-teman lamanya. Ia mengirim pesan kepada beberapa orang yang ia rasa cocok untuk proyek ini. "Hai, apa kabar? Aku sedang membutuhkan bantuan untuk proyek crafting besar. Berminat untuk bergabung?"

Tidak lama kemudian, pesan balasan mulai berdatangan. Ternyata, beberapa temannya sangat antusias dengan tawaran tersebut. Mereka setuju untuk bertemu dan membahas rencana lebih lanjut.

Lihat selengkapnya