Rintik Hujan di Rumah Kita

Jee Luvina
Chapter #6

Satu Tubuh, Dua Jiwa

Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Pagi itu, Nur dan Zai bergegas menuju klinik untuk pemeriksaan pertama kandungan Nur. Perasaan bahagia dan cemas bercampur jadi satu saat mereka menunggu giliran di ruang tunggu. Saat akhirnya nama Nur dipanggil, mereka masuk ke ruang dokter dengan penuh harap.

“Intan Nuraini Putri.” Panggil petugas administrasi memanggil pasien selanjutnya.

Zai dan Nur bergegas berdiri dan memasuki ruangan dokter.

"Selamat pagi, Dokter." Sapa Nur dengan senyum tegang.

"Pagi, Ibu dan Bapak. Mari silakan duduk. Bagaimana perasaannya hari ini?" Tanya dokter dengan ramah.

"Sedikit gugup, Dok." Jawab Zai sambil menggenggam tangan Nur.

“Kehamilan pertama?” Tanya Dokter sambil melihat dokumen pendaftaran Nur.

Nur dan Zai mengangguk.

“Masyaallah alhamdulillah. Selamat ya. Insyaallah, mudah-mudahan semuanya baik ya. Yuk, kita intip adik janinnya.” Dokter berdiri dan mengajak Nur untuk berbaring.

Ketika layar USG menunjukkan gambar janin mereka yang mana mereka belum paham itu gambar bagian apa saja.

"Alhamdulillah, janinnya sehat dan semuanya sesuai dengan usia kehamilan." Kata dokter dengan senyum hangat.

Ketika tahu janin sehat dan berkembang sesuai usia, air mata kebahagiaan mengalir di pipi Nur.

“Saya resepkan vitamin ya. Kandungan di trimester pertama ini masih rentan keguguran, jadi mohon ibu jangan kecapekan ya. Jangan stress, santai dan rileks aja. Bulan depan boleh kontrol lagi ya.” Ucap dokter sambil menuliskan resep untuk Nur.

Nur dan Zai saling memandang dengan penuh syukur. Nur segera memotret hasil USG tersebut, ingin berbagi kebahagiaan ini dengan dunia. Ketika mereka keluar dari ruang dokter, Nur bersiap mengunggah foto itu ke media sosial.

"Nur, gimana kalau kita kasih tahu orang tua kita dulu sebelum mengunggahnya?" Saran Zai dengan lembut.

Nur mengangguk setuju. "Iya, Abang bener. Kita harus memberitahu mereka dulu."

Mereka mencoba menghubungi Mama Zai terlebih dahulu, tetapi teleponnya tidak diangkat. "Mungkin Mama sedang di dapur, sedangkan HP ada di kamar." Kata Zai sambil mencoba untuk tidak khawatir.

Kemudian, mereka menelepon Ibu Nur. Begitu telepon diangkat, kebahagiaan langsung terdengar di telinga Ibu Nur.

“Assalamualaykum, Ibu. Ibu apa kabar?” Tanya Nur dengan begitu semangat.

“Wa’alaykum salam. Alhamdulilah Ibu sehat, Nur. Kamu dan Zai gimana?” Tanya Ibu Nur di ujung telepon.

“Alhamdulillah Nur dan Bang Zai sedang berbahagia, Bu. Berkat doa Ibu juga.” Ucap Nur yang masih begitu bersemangat, tak sabar untuk segera memberi tahu kabar bahagia ini kepada Ibu.

“Masyaallah alhamdulillah, Ibu bahagia mendengar kalian berdua bahagia.” Ibu sudah mulai penasaran sebenarnya atas apa yang mau Nur sampaikan, tapi Ibu tidak mau mendahului untuk bertanya, khawatir salah prediksi.

“Alhamdulillah, Bu. Nur hamil.” Nur sampai bergetar menyampaikankan kabar ini.

Ibu Nur begitu bahagia mendengar kabar ini dan langsung sujud syukur sehingga Nur tidak langsung mendengar respon dari Ibu.

“Alhamdulillah.” Air mata Ibu tak bisa ditahan dan akhirnya keluar. “Alhamdulillah, Ibu bahagia Nur. Sebentar lagi, anak Ibu yang dulu masih kecil dan manja, akan menjadi seorang Ibu. Selamat ya.”

“Alhamdulilah Ibu, doain dan temenin Nur ya, Bu. Nur masih harus banyak belajar.” Ucap Nur sambil mencari tempat duduk.

“Insyaallah, nanti Nur bisa menjadi Ibu yang hebat dan kuat ya. Jadi, gimana kabar cucunya Ibu? Waaahhh Ibu sudah mau jadi nenek ya.” Ibu tertawa baru menyadari ternyata ia sudah berada di waktu senja kehidupan.

“Alhamdulillah, ini Nur dan Bang Zai baru selesai USG, Bu. Alhamdulillah semuanya sehat. Terus doain Nur ya, Bu.” Nur tersenyum sambil memegang perutnya. “Nenek, tungguin aku yaaaa.” Nur memperagakan suara anak kecil seolah-olah cucunya Ibu sedang bicara.

“Haaiiiii cucunya Nenek! Sehat dan kuat di perut ibumu ya.” Balas Ibu Nur dengan begitu bahagia.

Lihat selengkapnya