Rintik Hujan di Rumah Kita

Jee Luvina
Chapter #7

Menyambut Hari Menjadi Ibu

Perut Nur semakin membesar seiring berjalannya waktu. Zai selalu mendukung dan menyemangati istrinya untuk mendokumentasikan perjalanan kehamilannya. Mereka berdua menikmati momen-momen ini, merayakan setiap perubahan yang terjadi. Zai mengajak Nur untuk melakukan sesi foto maternity dengan teman fotografernya di sebuah hotel, mengusung konsep outdoor di dekat kolam renang.

Hari pemotretan tiba, dan suasana di sekitar kolam renang terasa sangat tenang dan indah. Nur mengenakan gaun flowy yang memperlihatkan keindahan perut hamilnya, sementara Zai mengenakan kemeja kasual yang serasi. Teman Zai, yang juga seorang fotografer profesional, mengarahkan mereka dengan penuh canda tawa, membuat sesi foto ini menjadi pengalaman yang menyenangkan.

Setiap momen tertangkap kamera dengan sempurna, menggambarkan kebahagiaan dan antusiasme mereka menyambut kedatangan anak pertama. Foto-foto maternity ini, seperti yang diprediksi, segera menjadi viral di media sosial. Popularitas mereka semakin meningkat, dan media gosip mulai meliput kehidupan mereka.

Nur dan Zai juga sudah menyiapkan perlengkapan bayi dari yang kecil sampai yang besar. Mereka makin tidak sabar menyambut kedatangan bayinya.

Di kantor, Nur menerima banyak ucapan selamat dari rekan-rekannya. Tika, yang selalu mendukung Nur, memberikan saran untuk membuat craft khusus untuk bayi yang bisa dipromosikan saat anak Nur lahir nanti.

"Kamu bisa buat aksesoris bayi dari benang wol. Itu pasti akan menarik perhatian banyak orang, apalagi kalau kamu gunakan untuk bayi sendiri." Ujar Tika.

Nur setuju dengan ide tersebut dan mulai menyiapkan berbagai aksesoris bayi. Ia merasa ini bisa menjadi cara yang bagus untuk memperkenalkan produk baru sekaligus merayakan kehadiran bayi mereka.

Suatu hari, telepon Zai berdering saat sedang dalam perjalanan menuju rumah setelah selesai menemani Nur belanja. Zai sengaja mengaktifkan speaker telepon agar lebih nyaman sambil mengendarai mobil, Nur pun bisa mendengarnya.

Mama Zai berada di ujung sana, suaranya terdengar penuh harap. "Zai, kapan perkiraan Nur akan melahirkan?" Tanyanya.

"Kemungkinan bulan depan, Ma." Jawab Zai.

Mama Zai menawarkan diri untuk datang dan membantu proses kelahiran serta merawat bayi mereka. "Mama akan tinggal bersama kalian untuk beberapa saat, membantu merawat bayi dan memastikan semuanya baik-baik saja." Katanya dengan nada yang datar.

Nur dan Zai saling bertatapan, merasa kaget dan bingung. Mereka tidak ingin merepotkan Mama Zai dan juga khawatir tentang potensi perbedaan kebiasaan yang bisa menimbulkan konflik.

"Ma, makasih banget atas tawarannya. Kami sangat menghargai niat baik Mama." kata Zai dengan hati-hati. "Tapi kami pikir, kami tidak mau merepotkan Mama. Di rumah sekaligus kantor itu juga sudah tidak ada ruangan untuk kamar, Ma."

Mama Zai terdiam sejenak sebelum menjawab. "Zai, Mama hanya ingin membantu. Kalian belum punya pengalaman bagaimana mengurus bayi dan Mama ingin ada di sana untuk membantu tumbuh kembang cucu Mama."

“Tapi Ma, bagaimana dengan kamar Mama? Zai maunya Mama bisa nyaman bersama kami, tapi kalau tidak ada tempat istirahat yang nyaman buat Mama, Zai yang akan menyesal dan merasa bersalah, Ma.” Ucap Zai sambil memasukkan mobil ke dalam garasi.

“Kalian tidak perlu memikirkan itu, pikirkan saja pesiapan melahirkan nanti. Assalamualakum.”

Belum sempat Zai menjawab salam, Mama sudah mematikan teleponnya. Zai menghela napas panjang dan bingung entah harus bagaimana, begitu juga dengan Nur.

“Bang, masa nanti Mama tidur di kamar kita?” Tanya Nur dengan kaget sambil membayangkan situasinya.

Zai yang sedang mematikan mesin mobil ikutan kaget dan mengelengkan kepalanya. Mereka turun dan langsung menuju kamar.

Sesampai di kamar, belum sempat mengeluarkan barang belanjaan, mereka terus berpikir bagaimana menyiasati keinginan Mama. Mereka berpikir untuk Mama mengurungkan niatnya, atau kalau tidak berhasil berusaha menyiapkan kamar untuk Mama.

“Apa studio kita tutup sementara? Barangnya kita pindahkan ke ruang tengah dan itu kita jadikan kamar Mama?” Tanya Zai sambil memikirkan ide lain.

“Kalau studio itu ditutup, Abang akan sering keluar dong untuk foto produk kita dan produk klien lainnya.” Nur merasa sedih dan berbaring di tempat tidur. “Di momen kelahiran nanti, yang Nur butuhkan adalah kehadiran Abang yang lebih banyak dari biasanya.”

Zai terdiam, entah apa yang mau ia jawab pada Nur. Ia memilih diam dan bergegas mandi.

Dalam momen seperti ini, Nur merasakan kerinduan mendalam terhadap ibunya. Dengan usia kehamilan yang semakin mendekati waktunya, Nur merasa perlu mendapatkan nasihat dan dukungan emosional dari sang Ibu.

Saat Zai keluar dari kamar mandi, Nur mengatakan keinginannya.

“Bang, kita ke tempat Ibu yuk! Aku kangen Ibu, aku pengen cerita-cerita sama Ibu sekaligus minta nasihat sama Ibu.” Kata Nur yang sudah bangun dari rebahan di kasurnya.

“Abang mau kita ke Ibu, tapi mungkin tidak sekarang ya, Nur. Besok saja. Abang mau istirahat.” Setelah menggunakan pakaiannya. Zai keluar kamar dan mengambil minum di dapur. Ia pun duduk di sofa sambil menatap TV, sedangkan pikirannya melayang entah kemana.

Zai masih sibuk memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan dalam menghadapi permintaan Mamanya.

Nur mendadak ciut saat melihat respon dan sikap Zai. Ia pun mulai rebahan kembali dan membuka media sosialnya.

Ia mengunggah lagi video saat behind the scene saat foto maternity kemarin. Ia menuliskan caption yang begitu bahagia, padahal tidak mewakili apa yang ia rasakan saat itu.

Peri-peri yang tidak diundang itu hadir mengagetkan Nur, namun Nur tidak punya tenaga untuk mengekspresikan rasa kaget itu.

“Masyaallah Nur, kamu beruntung banget sih bisa punya suami Abang Zaiii. Semoga nanti suamiku kayak Abang Zaiii ya Allah.” Ucap peri putih dengan begitu semangatnya.

“Masiiihhhh pernikahan baruuuu… kita lihat aja nanti.” Ucap peri hitam dengan sinisnya.

“Ihhh kamu apaan sihhh, gak lihat apa foto maternity dan video yang barusan diposting itu? Romantis dan sweet gitu lhooo.” Bela peri putih sambil menggoyangkan badannya.

“Cuma foto dan video, kita gak tahu aslinya gimana, apa yang diposting juga bisa diatur kan? Jangan-jangan postingan itu lagi nutupin kesedihan, yaaaa siapa yang tahuuuu.” Balas peri hitam sambil mondar mandir sambil menunggu respon Nur.

Lihat selengkapnya