Namaku Syaffana Zahratunisa, usiaku 18 tahun. Aku Mahasiswi tahun pertama di kampus, jurusan Manajemen.
Kisah hidupku tak ada yang menarik, aku hanya seorang gadis biasa yang cuek dengan penampilan, mereka sih sering bilang aku anak tomboi, namun anehnya aku suka rambut panjang,dan menutupnya dengan topi.
Rata-rata teman ku adalah laki-laki, aku tidak terlalu suka bergaul dengan perempuan, karna menurutku anak perempuan itu terlalu baperan, gampang tersinggung, dan yaaahh gak asik di ajak ngomong, sedangkan Anak laki-laki menurutku lebih asik diajak bergaul dan ngomong nyambung.
Sampai akhirnya aku bertemu dengan Ali, Muhammad Ali Goulden. Lelaki pertama yang buat pandanganku akan lelaki berubah. Lelaki pertama yang mampu meluluhkan hatiku, lelaki pertama yang bisa membuatku menangis setelah rumah. Rumah?? Yaa rumah.. Broken home. Rumah yang menurutku adalah sebuah neraka. Tempat yang dikatakan rumah itu bagiku tak layak di sebut rumah. Karna gak ada ketenangan didalam sana. Hanya keributan yang selalu memekakkan telinga, buat gak betah dirumah. Buat aku hanya menghabiskan waktu dikamar bermain dengan cutter dan mencoret-coret pergelangan tanganku.
Yaa mereka bilang aku ini penderita Self harm & selfinjury. Singkatnya aku depresi, ketika kambuh aku selalu melakukan hal yang diluar nalar manusia, aku suka menggores tanganku dengan cutter atau jarum, aku suka membenturkan tubuhku, menciptakan rasa sakit untuk mengurangi sakit hati yang teramat dalam.
Namun, saat bertemu dengan Ali, semua berubah. Aku sudah jarang menyakiti diri sendiri, Ali mengubah hidupku, Ali memberikan kebahagiaan dalam hidupku. Aku cuma punya Ali, yang selalu membuatku tersenyum dan tertawa tanpa beban. Seperi menemukan kehidupan baru. Aku merasa dilahirkan kembali saat bersama Ali.
Saat itu, aku berjalan menyusuri trotoar jalan, sambil menangis aku berjalan cepat, ntah kemana arahnya akupun tak tau, yang jelas aku harus menjauh dari neraka yang disebut rumah itu. Sampai pada sebuah taman kota, aku melipir kesudut taman mencari tempat yang sepi dan sudut dibawah pohon, aku melipat kedua kakiku dan membenamkan wajahku di selanya sambil memeluk kedua kakiku. Aku menangis tersedu-sedu mencoba melepaskan beban yang ada didalam dadaku. Tubuhku berguncang seiring dengan Idak tangisku. Sampai ku rasa puas menangis dengan posisi itu, hingga membuatku rasanya mau mati karna hampir kehabisan oksigen. Aku mengangkat kepalaku dan mencoba menyeka air mataku yang tumpah membasahi pipiku.
Namun dari sebelah kananku ada sebuah tangan yang menyodorkan sapu tangan padaku.
"Pakai ini, jangan biarkan tanganmu penuh dengan air mata dan ingusmu," kata suara itu.
Akupun menoleh kearahnya dan mendapati seorang laki-laki yang berpakaian rapih dan memiliki garis wajah yang begitu sempurna.
"Siapa dia? Sejak kapan dia ada di sebelahku? Mau apa dia? Jangan-jangan dia mau berbuat jahat!" Begitu pikir ku dalam hati.
"Kenapa lihat gue sampe kayak gitu? Gue gak ada niatan jahat kok. Dan gue udah ada disini sebelum Lo Dateng dan duduk disebelah gue sambil nangis." Katanya lagi.