RIRIWA

Topan We
Chapter #1

Wilujeng Sumping Di Babakan Lame

Hujan mengguyur deras sepanjang perjalanan memasuki jalan tanah yang mengarah ke Babakan Lame. Suara air yang menabrak atap mobil terdengar seperti bisikan gaduh yang menolak diam. Reksa menurunkan kecepatan truk kecil dinasnya, memicingkan mata menembus kabut tipis dan rimbunnya pepohonan yang menggantung rendah.

GPS sudah tak berfungsi sejak dua jam lalu. Jalanan juga sudah tak terlihat di peta. Satu-satunya petunjuk bahwa ia belum salah arah adalah papan kayu reot yang baru saja ia lewati, bertuliskan samar : wilujeng sumping di Babakan Lame – tanah gaung yang terjaga.

“Tanah gaung?” gumam Reksa, mencatatnya dalam buku kecil yang selalu ia bawa dalam penyelidikan.

Ia seorang penyelidik dari lembaga investigasi sipil yang biasa menangani kasus orang hilang di daerah terpencil. Kali ini, laporan datang dari tempat yang bahkan nyaris tidak tercatat dalam arsip nasional. Lima anak hilang dalam dua bulan. Tidak ada mayat. Tidak ada jejak. Tidak ada saksi. Hanya desas-desus soal larangan menyebut nama di malam hari.

Mobil berhenti di tepi jembatan bambu yang menghubungkan jalan utama dan gerbang desa. Seorang pria tua berpayung berdiri di tengahnya, menatapnya dalam diam.

Reksa membuka pintu, turun dengan jaket kulit yang basah. “Saya Reksa. Penyelidik dari Bandung. Bisa saya bicara dengan kepala desa?”

Orang tua itu tak langsung menjawab. Matanya tajam, suaranya berat ketika ia berkata, “Kepala desa tidak keluar saat hujan. Air membawa suara.”

Reksa mengernyit. “Air... membawa suara?”

Lihat selengkapnya