RIRIWA

Topan We
Chapter #7

Cermin Dan Air

Subuh belum sempurna merekah ketika Angga terbangun karena ingin buang air kecil. Ia berjalan ke kamar mandi sambil mengucek mata, membungkuk di sebuah bak besar, lalu menyalakan lampu. Cahaya putih terang menyorot kaca besar di hadapannya—dan di sanalah dunia berhenti. Pantulan wajahnya tidak ada.

Tubuhnya ada. Lengannya terlihat. Tapi wajahnya kosong. Seperti seseorang telah menghapus bagian tengahnya dengan penghapus digital, menyisakan lubang tak terlihat yang membingungkan mata.

Angga menoleh ke belakang. Tidak ada yang aneh. Ia melambaikan tangan. Tubuh di cermin ikut bergerak—tapi tetap tanpa wajah.

“Ini mimpi,” bisiknya.

Ia mencubit pipi. Nyeri. Ia mengguyur wajah dengan air. Dingin. Tapi saat menatap ke cermin kembali, sesuatu muncul: bukan wajahnya, melainkan pantulan kamar yang gelap. Jauh lebih gelap dari kondisi ruangan yang sebenarnya.

Dan dari dalam cermin itu, sesuatu bergerak... pelan... ke arah permukaan kaca.

Angga terdorong mundur. Tapi tak ada apa pun yang keluar. Cermin hanya bergetar sedikit, lalu membeku kembali. Tapi satu tetesan air jatuh dari permukaannya, membasahi lantai.

Bukan air biasa. Air itu menghitam seperti tinta dan menyebar membentuk pola tak beraturan: seperti sidik jari. Tapi terlalu panjang. Terlalu banyak.

Pukul enam pagi, Reksa menemukannya duduk di luar kamar dengan handuk menutupi kepala. Tangannya gemetar, memeluk termos berisi air hangat.

“Ada apa?”

“Cermin...” jawab Angga pelan. “Wajahku... hilang. Tapi tubuhku masih ada. Aku lihat kamar di dalam cermin... tapi bukan kamar ini.”

Reksa langsung memeriksa kamar mandi. Tapi yang ia lihat hanya cermin biasa dan lantai yang masih lembap. Tidak ada noda. Tidak ada sidik jari tinta.

“Ini sudah masuk ke tahap berikutnya,” kata Reksa. “Biasanya, kalau makhluk itu sudah menghapus pantulan... berarti ia sedang mencoba memindahkan jiwamu ke dalamnya.”

“Masuk ke cermin?”

Reksa mengangguk. “Ia menciptakan versi paralel dari tempat yang kau kenal. Lalu memancingmu untuk tertukar. Satu-satunya jalan keluar... adalah mengenali dunia yang asli sebelum terlambat.”

Angga menatap cermin lagi dari jauh. Kali ini wajahnya kembali. Tapi matanya tampak sedikit lebih kecil. Bibirnya sedikit lebih pucat.

“Bagaimana kalau aku sudah mulai tergantikan?”

“Belum,” kata Reksa. “Kalau kamu masih takut, berarti masih ada jiwamu di sini.”

Lihat selengkapnya