Penginapan tua itu tampak lebih sunyi dari biasanya saat Reksa kembali malam itu. Angga tertidur di ranjang sebelah, dengan benang hitam pemberian Pak Haji Soma masih terikat di pergelangan tangannya. Reksa memastikan pintu terkunci, jendela tertutup, dan tidak ada satu pun bayangan asing menempel di dinding. Namun meski semua terlihat normal, suasana tempat penginapan itu terasa... salah. Ada kamar yang tak pernah ia perhatikan sebelumnya. Lorong tempatnya berada memang tidak terlalu panjang. Tapi malam itu, Reksa menemukan satu pintu tambahan di ujung lorong yang biasanya hanya berupa dinding kosong. Pintu kayu tua itu terbuka sedikit, seolah baru saja dilalui seseorang.
Ia mendekat, tangan meraba gagang pintu yang dingin seperti logam yang lama tak tersentuh manusia.
KRIET.
Pintu terbuka perlahan. Angin basi dan bau kertas lembab menyambutnya. Kamar itu kecil, hampir seperti gudang. Tapi tak ada tumpukan barang. Yang ada hanyalah dinding-dinding penuh coretan kata-kata. Nama-nama. Potongan kalimat tak selesai. Beberapa ditulis dengan arang, yang lain dengan tinta merah yang seolah menetes dari atas. Reksa melangkah pelan.
Di tengah ruangan, ada kursi rotan tua. Di atasnya, sebuah radio tua menyala tanpa sumber listrik. Dari speaker-nya, keluar suara berbisik—pelan, namun terus-menerus.
“...Sukar...Ramli...Tiga kali...namamu dipanggil...bayangan akan datang...”
Reksa gemetar.
“Ini... suara dari masa lalu?” bisiknya.
Ia dekati radio itu dan mencoba memutar tombol volume, namun tombol itu lepas begitu disentuh. Suara justru makin jelas.
“Dia datang dari air... dari pantulan... dari suara yang memantul... Dia bukan siapa-siapa. Tapi kini, dia punya nama. Namamu.”
Reksa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Di dinding sebelah kanan, ada secarik kertas lusuh yang ditempel pakai paku karatan. Tulisan tangan yang nyaris tak terbaca menyebutkan:
“Jangan bicara dalam ruangan ini terlalu lama. Nama yang terdengar akan tinggal di sini.”
Reksa mundur. Tapi suara radio terus menyebut nama-nama: Angga... Dudi... Soma... Jayadi.. Reksa...
“Reksa...”
Dia membeku.
“Reksa...”