RIRIWA

Topan We
Chapter #17

Mana Yang Asli?

Reksa duduk diam dalam lingkaran tali suci di bawah Pohon Randu. Sekujur tubuhnya gemetar. Di luar lingkaran, para bayangan masih berdiri menatap—seolah menunggu sesuatu. Mereka tak bersuara. Tak bergerak. Tapi keberadaan mereka seperti asap hitam yang menyesakkan dada.

Angga tertidur dengan kepala bersandar di akar pohon. Reksa menatapnya sejenak. Keringat dingin membasahi lehernya. Ada satu pertanyaan yang terus mengiang sejak semalam:

"Bagaimana kalau aku... bukan aku lagi?"

Saat fajar mulai naik, Angga terbangun dan langsung memeriksa Reksa. Ia meyakinkan dirinya bahwa orang di depannya memang partnernya—yang tidur semalaman dalam lingkaran tali bersamanya. Tapi Reksa tak yakin. Ia merasa ada yang berubah dari gerak tubuhnya. Tangannya yang biasanya agak gemetar karena cedera lama—kini terlalu stabil. Terlalu sempurna. Saat ia berbicara, suaranya terdengar... terlalu jelas.

“Aku... merasa aneh, Ga,” bisiknya. “Waktu bangun tadi, aku gak bisa langsung ingat tahun berapa sekarang. Rasanya seperti... aku harus menunggu memori turun dulu dari kepala.”

Angga menatapnya tajam. “Apa bapak bercermin pagi ini?”

Reksa menggeleng.

“Jangan sampai. Kalau bapak ini bukan diri yang sebenarnya, Pak. Cermin itu akan mengkhianatimu.”

Mereka kembali menyusuri jalan hutan, berharap menuju rumah Pak Haji Soma. Namun sepanjang jalan, Reksa memperhatikan satu hal aneh: bayangannya tidak pernah berpindah sisi.

Matahari sudah naik. Seharusnya bayangan bergeser sesuai arah cahaya. Tapi bayangan Reksa tetap berada di kiri. Diam. Seperti mengintai.

Di satu titik, ia menghentikan langkah dan menatap tanah. Bayangannya... tersenyum. Bibir pada bayangan itu melengkung sedikit, meski wajah Reksa sendiri tak menunjukkan ekspresi.

“Angga,” panggilnya. Suaranya serak. “Lihat... kau lihat ini?”

Angga mendekat dan menunduk. Bayangan itu langsung menyerupai bayangan Angga, seolah malu tertangkap basah

Sore harinya, mereka berhasil kembali ke penginapan yang sempat mereka tinggalkan. Reksa memaksa dirinya masuk ke kamar mandi dan berdiri di depan cermin kecil yang tergantung.

“Jangan, Pak,” kata Angga di luar pintu.

Namun sudah terlambat. Reksa sudah menghadap cermin. Bayangan muncul. Tapi bukan wajahnya yang ia lihat. Cermin menampilkan wajah Reksa... versi yang lebih tua. Penuh kerutan. Mata sayu. Bekas luka yang belum pernah ada sebelumnya di pipi kanan.

“Siapa kau...?” bisik Reksa.

Bayangan dalam cermin tersenyum-senyum yang sama dengan semua duplikat Ririwa.

Lihat selengkapnya