RIRIWA

Topan We
Chapter #24

Gaungan Sang Anak

Langit menutup seluruh desa dengan suara gemuruh yang pelan-pelan berubah seperti rintihan. Di dalam rumah bekas kediaman kepala dusun lama yang kini dijadikan penginapan sementara, Reksa duduk di atas lantai dingin, memegang kertas-kertas catatan Pak Haji Soma yang lembab karena embun.

Di luar, Angga berjaga. Sejak kejadian di gudang tua—pertemuan dengan Ririwa pertama—warga makin membisu, dan beberapa bahkan memilih mengungsi diam-diam ke hutan. Tapi bukan itu yang paling mengganggu malam ini. Bukan keheningan. Bukan udara dingin. Tapi suara—yang datang dari kejauhan, menyusup lewat celah jendela, suara-suara kecil yang meniru siapa pun.

“Mamah…”

“Kakakku di mana…”

“Jangan matikan lampu…”

Bukan jeritan, tapi bisikan yang menyerupai anak kecil.

“Hey!” seru Reksa.

Angga masuk, menutup pintu dengan cepat.

“Kau dengar?” tanya Reksa.

Angga mengangguk. “Suara itu makin dekat, Pak.”

“Berapa orang yang kau pikir suara itu adalah tiruan?”

Angga tak menjawab. Ia hanya memandang keluar—ke arah sawah basah dan jalur tanah yang mulai becek oleh air. Malam ini, suara itu muncul dari segala penjuru. Kadang dari kanan rumah, lalu berpindah ke sisi kiri. Kadang dari atap. Kadang dari bawah lantai. Tiba-tiba, dentingan kecil terdengar dari ruang belakang. Reksa dan Angga menoleh bersamaan. Dentuman halus. Seperti benda jatuh.

Reksa mengambil pisau kecil dari balik bajunya. Ia membuka pintu perlahan. Lorong itu gelap, hanya diterangi nyala sumbu dari lampu minyak di ujung dinding. Suara itu kembali terdengar. Kali ini lebih jelas.

Lihat selengkapnya