Risalah Hati

Poetry D. Maria
Chapter #2

Rayuan Perempuan Gila

Aku bukan seorang yang pandai merayu, hanya saja terkadang kata yang aku ucapkan terdengar sendu. Kau yang merasa paling menawan, membuatku mengemis rasa kasihan.

Putri memandangi goresan tinta hitam yang baru saja ia torehkan di atas kertas putih. Dadanya kembang kempis, terasa berat baginya untuk bernapas saat ini. Atmosfer bumi terasa sesak sesaat setelah ia mendapatkan pesan dari masa lalunya.

"Hai, Tuan Putri. Yang paling bijak dalam berkata, paling handal merayu-rayu seperti perempuan gila. Jangan pikir hidupmu masih sempurna setelah ini. Ingat! Kau yang memulai perang ini, Tuan Putri. Maka jangan salahkan aku jika setelah ini namamu buruk di hadapan manusia." Begitulah isi pesan yang ia terima dari messenger.

Sejenak ia memejamkan mata dengan tujuan mendapatkan kedamaian, tetapi kilatan kejadian buruk dua bulan yang lalu terus saja berputar di kepalanya, bagai hantu yang meneror kewarasannya. Putri frustasi, cepat-cepat ia menyimpan kertas yang baru ditulisnya itu ke dalam laci. Dan membanting tubuhnya ke peraduan.

Ia kembali mencoba memejamkan mata, barangkali dengan suara jangkrik pasca hujan di malam yang sudah larut itu, dapat membuat tidurnya lebih baik dari malam-malam sebelumnya. Baru beberapa detik terpejam, wajah si bajingan itu terpampang jelas sedang tersenyum angkuh dan semakin mendekat ke wajah Putri. Ia terperanjat dengan napas yang memburu.

"Sial! Sudah jelek, pelit, masih juga ngerepotin orang mau tidur," umpatnya. Ia kesal bukan main pada laki-laki yang bernama Dito - laki-laki yang ditemuinya kala menjalani praktik kerja industri di salah satu lembaga pemerintahan enam tahun yang lalu.

Perlahan kaset memori tentang peristiwa manis di kantor sore hari itu mulai berputar. Membawa gadis itu kembali menjelajah waktu di kala sang cinta datang menyapa.

Dito adalah laki-laki yang selalu duduk di meja kerjanya, pandangannya tak pernah lepas dari komputer di hadapannya. Entah apa yang sedang ia kerjakan, sehingga selalu terlihat sibuk dari staff magang lainnya. Sedangkan Putri hanya gemar duduk dan mengamati sekitar. Bagi Putri, tak sulit mendapatkan waktu luang di pekerjaannya, sebab Putri adalah orang yang paling tidak bisa membiarkan pekerjaan menumpuk. Jadi begitu mendapat pekerjaan langsung dikerjakan saat itu juga. Moto hidupnya adalah, semakin cepat pekerjaan selesai, maka semakin cepat pula ia bersantai.

Kala itu adalah hari Senin, hari dimana para pegawai sibuk akan pekerjaan di awal minggu. Namun Putri hanya staff magang yang tidak terlalu sibuk seperti mereka. Tugasnya telah ia selesaikan sebelum jam makan siang, sehingga tepat di jam makan siang, ia segera pergi ke pantry untuk membuat kopi dan memasak mie instan. Namun sebelum itu, ia melirik Hannah yang bersebelahan meja dengannya.

"Ayo ke pantry. Aku lapar," ajaknya pada Hannah.

Hannah hanya menggeleng. Raut wajahnya lesu, dan masih fokus pada layar komputer di hadapannya. "Duluan aja deh, Put. Kerjaanku belum selesai. Deadline jam empat nanti," ujarnya.

Putri menarik kursinya mendekat ke meja Hannah. "Laporan apalagi itu, Han? Bukannya laporan yang diminta sama Mbak Mita sudah selesai semalam ya?"

Putri tahu bahwa semalam Hannah lembur untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Mbak Mita tempo hari, sebab ia satu kamar kos dengan Hannah dan suara keyboard masih terdengar di malam yang sudah larut.

Hannah nyengir kuda, menampilkan deretan giginya yang rata itu. "Iya nih, revisi. Soalnya semalam aku udah capek banget dan banyak typo, aku nggak teliti. Mana sekarang udah ada tugas baru lagi, nerusin kerjaannya Mas Bagus yang hari ini lagi cuti."

Putri menggelengkan kepalanya, heran dengan Hannah. Padahal, Putri sering sekali mengingatkan dan menanyai Hannah tentang tugas-tugas yang sedang ia kerjakan. Seharusnya, begitu diberikan pekerjaan langsung dikerjakan. Agar tidak keteteran seperti ini. Tanpa menunggu lagi, Putri langsung bangkit dari duduknya dan langsung ke pantry sendiri, meninggalkan Hannah yang masih sibuk dengan tugasnya.

Dito yang baru saja selesai membuat kopi, langsung berbalik dan akan segera kembali ke mejanya. Tetapi ia tak menyadari kalau ada Putri di belakangnya, dan menabrak Putri sampai kopi yang dipegangnya tumpah mengenai baju putih abu-abu yang sedang dikenakan Putri.

"Aw, panas!"

Putri mengibas-kibaskan tangannya karena kopi yang menumpahi bajunya terasa panas.

Lihat selengkapnya