SEJAK POKOK PIKIRAN itu mendadak muncul di warteg Sudaryono pagi itu, sampai siang Ron tak putus-putus memikirkan kematian istrinya, menghadap meja jahit tua peninggalan ayahnya, Ron seolah-olah mendapat pencerahan baru yang mungkin mengubah rumah nerakanya menjadi rumah nirwana. Susi, dia adalah bara petaka yang membuat Ron hidup dalam rumah neraka, jika wanita bermulut bisa itu lenyap dari muka bumi, setidaknya penderitaan Ron akan berkurang sedikit. Mungkin ia akan tetap miskin, tapi pikirannya berkata bahwa bila ia membunuh Susi, besar kemungkinan ia akan rela menjual warung jahitnya dan membuka usaha lain yang mampu menafkahi Melani, Livia, dan Gio.
Sejak pagi, Ron memikirkan banyak hal-hal baru yang sebelumnya alpa dalam pengandaiannya. Jalan terbaik memang membunuh Susi, dengan hanya menceraikan Susi, ada kemungkinan ketiga anaknya akan hidup terpisah darinya. “Pencerahan! Benar-benar pencerahan!” Itu kata-kata yang berulang dalam pikiran Ron.
Seterusnya, sejak siang sampai matahari nyaris terbenam, Ron hanya duduk dan mengkhayal. Ia baru pulang lagi kepada kenyataan ketika tampak lewat jendela ada mobil Avanza hitam parkir di depan tokonya.
Ron sempat tak percaya ada pelanggan bermobil yang mampir di warung jahitnya, sudah sangat lama sejak terakhir kalinya ada manusia yang datang ke warung jahitnya dengan mobil. Ron bahkan lupa kapan dan siapa orang terakhir itu.
Perhatian Ron benar-benar terpusat pada pintu pengemudi mobil ketika pintu itu mulai terbuka perlahan dan kepala seorang lelaki seusianya nongol, lantas lelaki itu keluar dari mobil, menutup pintu mobil, dan berjalan ke arah warung jahit. Wajah lelaki itu akrab, tapi Ron lupa siapa. Ron sempat termenung bingung ketika lelaki itu sampai di ambang pintu dan langsung berteriak, “Roni! Roni! Ron-Ron!”
Tatkala lelaki itu menyebut nama kecilnya, ‘Ron-Ron’, Roni langsung tahu siapa lelaki itu. “Raznan! Kawan!” Kata Ron, berdiri, dan langsung menyambut Raznan, kawan bermainnya saat bocah, dengan pelukan.
“Apa kabar kau, Ron?” Kata Raznan dalam pelukan Ron.
“Baik! Baik! Kau bagaimana, Nan?” Ron mengeratkan pelukannya.
“Lebih dari baik, Kawan.”
Begitu pelukan dua kawan lama itu lepas, mereka langsung memberi senyum kepada yang lain. Senyum Ron sore itu adalah senyum pertamanya sejak pagi dan senyum tulus pertamanya setelah sekian minggu.
Dua sahabat itu pun menghabiskan sore lantas menemui malam dengan mengobrol karena tak ada pesanan jahit yang harus Ron kerjakan dan tak ada pelanggan yang nongol di pintu warung jahit. Obrolan mereka bak sejarawan, mengorek dan membawa ke masa kini peristiwa-peristiwa pada masa bocah mereka.
x—x
Setelah ayah dan ibunya Ron menikah, pada usia pernikahan yang baru seumur jagung mereka memutuskan untuk pindah ke sebuah rumah kontrakan kecil dekat warung jahit yang baru saja didirikan sang suami. Saat tiba di kontrakan kecil itu, tepat di samping kontrakan baru mereka telah lebih dulu tinggal pasangan muda lain yang menyambut mereka bak keluarga. Karena itu, dalam waktu singkat para istri pun bersahabat bak kembar, dua wanita muda itu berbelanja ke pasar pagi berdua, jalan-jalan ke pasar malam berdua, sampai ketika hamil pun dua wanita ini mengalaminya nyaris bersamaan.
Beberapa bulan setelah masing-masing istri tahu bahwa mereka sedang mengandung janin pertama, istri dari si tukang jahit melahirkan seorang bayi yang kemudian diberi nama Roni, menyusul beberapa minggu kemudian bayi lain tiba di dunia dan menyandang nama Raznan. Dua bayi itu tumbuh bersama dan berkawan karib layaknya ibu mereka. Mereka pergi sekolah berdua, bermain layangan berdua, sampai kadang sakit flu pun hampir berbarengan. Ron adalah kawan pertama dan mungkin terdekat Raznan pada masa bocah, dan sebaliknya. Sampai-sampai mereka punya panggilan sayang untuk yang lain saat bocah, Raznan menyebut Ron, ‘Ron-Ron’; dan Ron menyebut Raznan, ‘Nanan’.
Pendek cerita, saat dua sahabat itu belajar di SMP, ibunya Raznan mati, sebabnya mungkin karena kanker payudara, mungkin, karena saat itu ayahnya Raznan terlalu miskin untuk tahu sebab penyakit yang membunuh istrinya. Kematian ini yang akhirnya memisahkan Ron-Ron dan Nanan sebab ayahnya Raznan terpaksa pindah ke Kalimantan untuk mengejar kehidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Sejak perpisahan mereka di SMP, hubungan Ron dan Raznan sempat putus sampai Ron bekerja sebagai tangan kanan juragan proyek aspal. Ketika itu, saat Ron sedang dalam perjalanan dinas di Kalimantan, Ron coba mencari tahu keberadaan Raznan, dan usahanya berhasil, dua sahabat itu bertemu lagi lepas sekian tahun. Malang nasib, Ron dan Raznan putus komunikasi lagi saat Ron berhenti bekerja dan memutuskan pulang untuk merawat ayahnya dan menjadi tukang jahit. Sejak itu Ron dan Raznan tak pernah bertemu lagi sampai Raznan datang ke warung jahit Ron dengan Avanza hitam.