“DARI MANA SAJA KAU?” Kata Susi membentak Ron sambil tolak pinggang di ambang pintu.
Ron yang baru saja menginjak teras, menunduk, terus menggosokkan dasar sandalnya di atas alas kaki.
“Kau tuli? Heh! Dua hari pergi dari rumah! Dari mana saja kau?”
Tanpa menjawab, Ron lewat saja di samping Susi.
“Ron! Berani-beraninya kau tak jawab pertanyaan saya! Heh!” Susi menyusul di belakang Ron yang terus menuju dapur.
Ron tetap bisu. Rahangnya keras, ia baru saja berkendara lebih dari 6 jam dari Kota Kanding, sebadan-badan rasanya habis diinjak raksasa, dan sampai rumah malah disambut mulut berbisa Susi, tentu saja semua darahnya naik ke otak dan memanas di sana. Amarah Ron sudah ada di ujung tenggorokan, tapi ia berusaha menghindari istrinya, ia terus berjalan ke tali jemuran dan meraih handuk yang tergantung. Susi pun terus mengekorinya.
“Heh! Ron! Kau mulai kurang ajar sama saya!”
Dengan handuk tergantung di lehernya, Ron menuju kamar mandi, masuk ke dalam, dan mengunci pintu. Susi terhenti di depan pintu.
BUG! BUG! BUG! Wanita itu memukul pintu kayu dengan telapak tangannya. “Ron! Ron!” BUG! BUG! BUG! “Buka! Bicara!”
Dengan cepat Ron melepaskan pakaiannya dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin yang rasanya adalah obat mujarab untuk mencabut daki-daki dari tubuhnya.
BUG! BUG! BUG! “Kau keterlaluan, Ron! Bangsat! Kau Bangsat!” Suara Susi di balik pintu kamar mandi semakin lama semakin melengking tinggi.
Ron pura-pura gila saja, ia membiarkan istrinya memukul pintu sambil berteriak seperti orang tercekik.
BUG! BUG! BUG! “Babi kau, Ron! Buka! Buka!”