TATKALA RON MENARIK engsel pintu, tampak yang berdiri di luar adalah Tita. Mereka saling tatap dalam dalam diam selama beberapa detik. Masing-masing menusuk bola mata yang lain dengan tatapan yang lebih tajam dari ujung jarum. Perasaan Ron bercampur, ia merindukan wanita di hadapannya, tapi kebencian itu pun mulai menyesakkan dadanya. “Silakan masuk!” Kata Ron.
Tita masuk ke dalam kamar dan duduk di ujung ranjang.
Ron pergi ke pojok kamar, memegang kursi yang berdiri di sana kemudian menariknya ke samping kiri ranjang—sekitar tiga langkah dari ujung ranjang—lantas duduk di atasnya, ia dan Tita kini duduk berhadapan.
Selama hampir satu menit kemudian, dua orang itu tak kunjung buka mulut. Tita terus menunduk sejak duduk sementara Ron memerhatikan wanita itu. Tita tampak manis sekali dari dekat, rambut pendeknya makin memancarkan keayuannya sebagai wanita dewasa. Penampakan baru Tita membuat Ron merasa mereka seolah tak jumpa selama bertahun-tahun. Tambah lagi, ketika Ron mengamati Tita yang menunduk, kaus sesak yang Tita gunakan membrutalkan ukuran buah dada perempuan itu, membikin hidung pinokio Ron di dalam celana memanjang perlahan-lahan. Napsu berahi dan kerinduan bersatu padu mengoyak perasaan sekaligus syahwat Ron.
“Siapa saja yang tahu kau ada di sini?” Kata Ron begitu saja, seolah ia tak mampu mengontrol ucapannya.
Tita menggeleng.
“Erik tahu kau di sini?”
Tita menggeleng lagi.
“Si kursi roda itu Erik, kan?”
Tita mengangguk pelan.
Hening sekian detik.
Lagi-lagi, seolah tak mampu mengontrol ucapannya, Ron berkata, “Saya ingin bersetubuh denganmu, Tita!” Setelah berkata ia langsung menyesal, tak seharusnya ia mengucapkan permintaan kurang ajar itu. Tita pasti merasa risih.
Namun, tanpa menjawab ucapan Ron, Tita bangkit dan mulai melepas kaus sesaknya. Dan seterusnya mereka melakukan apa yang biasa mereka lakukan setiap kali bertemu.