"KEYRA WIDHIASKARI!!!"
Suara membahana seorang wanita memenuhi indera pendengaran Keyra, tepat saat gadis itu memasuki ruang kelas sebelas MIPA-1. Langkahnya yang tergesa, berhenti seketika. Ia menangkap tatapan iba teman-teman yang tertuju padanya.
"Mampus gue," bisik Keyra memejamkan matanya ngeri. Bu Lorenz, guru matematika yang terkenal galak melangkah menghampiri, diiringi suara ketukan hak sepatu yang beradu dengan lantai kelas. Tatapan guru paling killer di SMA Pelita Nusa itu tajam menusuk hati Keyra.
"Dari mana saja kamu?" tanya Bu Lorenz sambil mengetuk-ngetukkan penggaris kayu panjang ke telapak tangannya.
"Apa kamu tidak tahu ini sudah jam berapa?!"
Keyra semakin menciut, ini pertama kalinya ia terlambat. Sialnya ia terlambat pada hari yang salah. Bagai menantang maut, ia terlambat justru saat jam pertama kelasnya adalah matematika dengan guru yang sialnya lagi super killer. Ia terus merutuk dalam hati, mengucap segala sumpah serapah yang ia tahu pada paku yang sukses membuat ban motornya bocor. Paku sialan yang menjadi dalang keterlambatannya.
"Jawab Keyra!" sentak Bu Lorenz, mengembalikan Keyra pada semesta yang dipijaknya.
"Eh, anu Bu, saya..."
"Selamat pagi Bu Lorenz." Seorang siswa bertubuh jangkung dengan rambut ikal tiba-tiba memotong ucapan terbata Keyra. Hal yang tak terduga dan lebih menantang maut. "Maaf Bu, tadi saya pinjam Keyra sebentar karena ada perlu sama Pak Budi," imbuh siswa itu dengan tatapan tenang ke arah Bu Lorenz.
Keyra seketika melongo mendengar ucapan siswa yang tiba-tiba ada di belakangnya itu. 'Apa dia tidak tahu siapa itu Bu Lorenz?' batin Keyra. Ia merutuki sikap sok pahlawan siswa yang tak dikenalnya itu. Keyra yakin masalahnya justru akan semakin panjang nanti. Pemuda itu benar-benar siap mati sepertinya.
"Siapa kamu?" garang Bu Lorenz.
'Tuh kan, apa gue bilang,' batin Keyra. Gadis itu kembali menunduk, ia menggigit bibirnya keras. Hal yang sering ia lakukan saat merasa cemas. Ia bahkan telah bersiap menghadapi amukan Bu Lorenz.
"Saya Athaya Bu," jawab siswa yang ternyata bernama Athaya sambil menunduk takzim. Tanpa diduga, sikap sopan Athaya itu justru mampu meluluhkan hati Bu Lorenz.
"Baiklah, lain kali kalau mau meninggalkan kelas, izin dulu sama guru yang mengajar ya," ujar Bu Lorenz akhirnya meski dengan sisa emosi dalam nada bicaranya.
Keyra mengangkat wajahnya kaget, begitu pula siswa seisi kelas. Mereka semua melongo melihat Bu Lorenz mudah sekali luluh pada Athaya. Apakah sebesar itu pesona Athaya hingga bisa memikat guru se-killer Bu Lorenz?