Rizky & Nada

Andini Lestari
Chapter #3

Romantisme Picisan

~~~***~~~

“Jatuh cinta adalah hal yang buat hidupku lebih berwarna. Hari menyenangkannya saja sangat sulit untuk dilupa. Dan tentunya, lelaki istimewa yang buatku jatuh cinta itu terlampau luar biasa.”

~~Dena Rizky Julianggi~~

~~~***~~~

Satu hal yang tidak diduga mampu membawaku pada hal yang luar biasa.

Aku tidak berencana menjadi perwakilan kelas untuk praktik pembuatan kompos yang menjadi bagian dari program anak pecinta alam. Dan yang tidak mampu aku kira adalah ternyata di sini juga ada Kak Fadil yang menjadi perwakilan kelas XI MIPA 3.

Tampaknya Kak Fadil sudah datang lebih dulu sejak tadi. Karena saat dipanggil aku sedang ada ulangan fisika sehingga terlambat datang ke kebun belakang sekolah sekitar 15 menit.

Sepertinya kegiatan sudah dimulai, hal itu dapat dipastikan dengan tangan Kak Fadil yang sudah penuh dengan kompos yang baru saja diaduknya.

Ah! Kakak kesayangan!

Aku berdiri di belakang Kak Fadil yang sedang merehatkan punggungnya dari pegal, tiba-tiba Kak Fadil melihatku dan kemudian tersenyum. Aku merasa ada sesuatu yang dingin namun kasar menelusup pada jari-jari, dan ternyata itu adalah tangan kotor Kak Fadil yang mengajakku bersalaman hanya untuk menjahili.

Aku menampakkan deretan gigiku, “Sayangnya aku seneng main tanah apalagi ngurus tanaman, Kak!” ucapku meyakinkan diri untuk tidak salah tingkah. Lagi pula ucapanku tidak ada bohongnya.

Huft! Tarik napas ... embuskan. Akan kupastikan enggak ada warna merah di pipiku.

Kak Fadil hanya tersenyum kemudian melanjutkan kegiatannya memasukkan kompos setengah jadi pada keranjang takakura. Begitupun aku sibuk dengan tugasku sendiri sambil sesekali curi pandang padanya yang belum pindah posisi.

Satu yang enggak aku ingat, biasanya ada Kak Fadil pasti ada Kak Lala –mantannya yang tomboy tapi cantik itu. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru dan menemukannya. Sedari tadi Kak Lala sedang sibuk dengan kamera, potret sana, potret sini. Potret anak yang sedang mengaduk kompos ataupun anak yang sedang meremas dedaunan. Bahkan dia juga sempat memotret dua orang yang berpegangan tangan yang penuh dengan cengiran. Iya. Aku baru sadar saat tanganku berada di genggaman Kak Fadil, ada suara potret yang terdengar.

Kak Lala sempat memotretku dengan Kak Fadil! Astaga! Aku harus bertingkah apa? Aku merasa enggak enak! Kak Lala pasti cemburu ... atau bisa jadi Kak Fadil sengaja memanas-manasinya. Uhhh! Aku dimanfaatkan sama kakak ganteng itu!

Aku memperhatikan Kak Lala yang terkikik di pojok kiri sambil memperhatikan foto-foto hasil jepretannya.

“Gimana, La, hasilnya?” tanya Kak Gladis sang ketua pecinta alam dengan semangat.

“Keren! Bakal aku pajang di mading dan juga masuk majalah!” seru Kak Lala lebih semangat lagi.

Apa aku tidak salah lihat? Di sana, di matanya tidak ada rasa cemburu sama sekali. Apa mungkin mereka memang sudah saling melupakan? Aku tidak tahu dan tidak mau mencari tahu karena kalau aku tahu, aku pasti sakit hati.

Kak Gladis tersenyum bahagia kemudian menepuk pundak Kak Lala, “Yang keren ya isinya!”

“Siap, Kak! Serahin segalanya sama Lala!” kata Kak Lala yang kemudian tanpa sengaja menatapku yang sedang memperhatikannya. Sial! Aku ketangkap basah.

“Ha ... hay, Kak?” sapaku gugup.

~~~***~~~

Kemarin dengan terang-terangan Kak Fadil menjahiliku, kemudian tersenyum. Sekarang Kak Fadil mem-boom like hampir seluluh foto di instagram-ku, setelah aku mem-boom like seluruh fotonya. Sontak aku tersenyum bahagia, aku melompat-lompat dengan senangnya sampai ketua kelasku mengomel karena tidak suka, “Kiky! Sadar dong itu cctv aktif! Childist banget sih jadi cewek!”

Lihat selengkapnya