~~~***~~~
“Maaf untuk orang-orang yang tengah jatuh cinta, bisakah kalian ceritakan keindahannya selain hal itu hanya mengusik dunia yang menenangkan, membuat rumit dunia yang menyenangkan, dan membuat beberapa orang seringnya didera masalah yang kekanak-kanakan?”
~~Rizliananda~~
~~~***~~~
Aku sudah lelah berdiri. Sejak lima belas menit yang lalu, tidak ada satu pun angkutan kota yang lewat. Kali ini aku berharap ada anak yang satu SMA mengajakku berangkat bersama. 3 buku paket dan 2 novel tebal di dekapanku menambah sulit di Senin pagi. Ini gara-gara kebiasan pinjam novel perpustakaan dan tanpa sengaja disuruh mengembalikan bersamaan, menyebalkan.
Kakiku menendang kerikil kecil, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapanku. Bukan, bukan mobil keren milik seorang casanova yang berhenti untuk memberi tumpangan. Namun mobil hijau bercorak merah dengan supir yang tidak ada kece-kecenya. Singkatnya, angkutan kota.
Melangkah pasti memasuki mobil grand max yang sejak beberapa tahun lalu beroperasi, aku memperhatikan orang-orang. Di dalam sana hanya ada tiga orang yang satu diantaranya, berseragam sama denganku. Aku bersiap mengambil jatah duduk. Tanpa sengaja tasku yang penuh membentur seorang cowok. Mataku menyipit kemudian membenahi letak kaca mata. Rasanya, aku kenal siapa yang aku senggol.
“Eh, maaf, Kak.” Setidaknya aku menjaga tatakrama.
Cowok itu melirik sekilas kemudian mendelik memutar kepala. Rasanya ... dari warna kulitnya ... dari garis tegas wajahnya ... cowok ini adalah ... Kak Nata yang dijahiliku tiga minggu lalu!
Sebal sekali aku, ternyata Kak Nata yang katanya sesosok yang sempurna, begitu sempurna juga sombongnya. Dia tidak ingat aku satu sekolah denganya. Harusnya ya, harusnya! Dari seragam yang sama-sama memiliki dasi dan rok kotak kotak biru tua saja sadar. Setidaknya Kak Nata tersenyum atau paling tidak berkata ‘Tidak apa-apa,’ kalau memang Kak Nata tidak bermasalah atau mengatakan ‘Hati-hati, Dek, makanya.’ Kalau memang Kak Nata merasa terganggu dengan benturan itu.
Dasar, bagaimana bisa manusia dingin terpilih menjadi Ketua MPK? Sungguh aku tidak percaya.
“Eum... Kak, maaf ya?” ucapku memulai saat angkot melaju.
Sekesal-kesalnya aku, aku masih ingat bahwa Kak Nata adalah salah satu orang yang sangat berpengaruh besar di kepengurusan OSIS-MPK yang sekarang sudah mau ganti pengurus. Dan aku tidak mau kalau karena ketidaksopanan tanpa sengajaku menjadi alasan aku gugur dalam pemilihan yang sudah dilaksanakan beberapa minggu yang lalu.
“Hah?” Kak Nata memutar kepala kemudian memandangku dengan kening mengkerut, seperti antara berusaha mengingat atau memang bingung dengan apa yang dilakukan olehku. Apa Kak Nata tidak ingat padaku? Seharusnya aku tidak usah mengungkitnya lagi.
“Eh,” Aku membenahi posisi dudukku, rasanya sekarang aura di sekelilingku menjadi tidak nyaman. “Itu ... maksudnya maaf buat benturannya dan improvisasi minggu itu,” lanjutku tidak enak. Oh sial! Kenapa aku gugup?
“Oh ... iya, tidak apa-apa.” Setelah tersenyum tipis dia kembali mengarahan pandangan kembali ke depan.
Dia tersenyum tipis. Apa aku nggak salah lihat?
~~~***~~~
Aku masih tidak percaya dengan keputusan Rizky. Bisa-bisanya dia memutuskan untuk bergabung di ekstrakulikuler jurnalistik setelah kejadian jatuh dari pohonnya minggu lalu. Awalnya aku tidak percaya saat seorang Rizky bercerita bahwa dia digendong Kak Fadil ke UKS, aku baru percaya setelah melihat kakinya yang diperban dan beritanya heboh di mading sekolah serta di majalah yang ada di perpustakaan beberapa hari kemudian.