Rizky & Nada

Andini Lestari
Chapter #2

Improvisation Everywhere

~~~***~~~

"Bagiku, jatuh cinta adalah pilihan. Dan aku memilih menjadikannya hal yang paling akhir untuk dirasakan. Jika memang kata orang jatuh cinta itu menyenangkan, maka kupikir sakit hati yang ditimbulkan akan lebih menyesakkan. Maka, alasan apa yang dapat mematahkan keyakinanku untuk tidak jatuh cinta sekarang?"

~~Rizlianada ~~

~~~***~~~

"KAK NATAAA ... AKU SUKA SAMA KAMU. DINGINNYA KAMU ITU MENDINGINKAN JIWAKU YANG TELAH LAMA MENDIDIH AKIBAT TIDAK MENGENAL CINTA. OH KAK NATA! AKU SUKA KAMU!"

Kak Nata yang sedang iseng-iseng bermain basket terdiam. Kaget dengan serbuan seorang cewek berkaca mata yang datang sambil membawa tulisan 'I LOVE YOU KAK NATA'. Cowok berkulit putih dengan tubuh tinggi ini menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kebingungan. Sementara bola orange menggelinding pindah tuan. Dia tidak tahu saja aku sedang membuat kejutan. Ya, cewek tidak tahu malu yang berteriak itu aku.

Semua orang yang melihat kejadian perlahan berkumpul membentuk kerumunan demi memuaskan rasa ingin penasaran. Beberapa kakak kelas yang sudah tahu ini tertawa-tawa. Sedangkan beberapa teman angkatan berbisik-bisik memojokan aku yang berteriak-teriak di lapangan seperti tidak punya muka. Stop judge me if you don't know me, guys!

"Please, Kak, terima aku jadi pacar kamu Kak, Kakak jago banget main basket biarpun bukan anak basket, suara langkah kaki Kakak pas PASKIBRA bisa menggebrak jantungku untuk berpacu. Kakak keren banget jadi Ketua MPK, Kakak dingin banget membuatku greget ...."

Rizky yang di pinggir lapangan menggeleng takjub sekaligus menutupi wajahnya dengan buku di pegangan. Biar tidak ada yang kenal atau ingat bahwa dirinya ini temanku. Tetap saja aku yakin dia malu punya teman kayak aku. Tenang Ky, aku tidak akan membuat kamu malu. Setidaknya belum.

Harusnya, sekarang itu Rizky dan aku pulang bersama. Tapi di tengah perjalanan tepatnya di lapangan, Aku malah berhenti dan melangkah ke tengah lapang sambil membawa gulungan kertas HVS yang sedari tadi aku genggam. Aku punya misi. Mendekat pada Kak Nata yang sedang men-dribble bola basket dengan teknik sempurna, berniat bertingkah gila.

Aku melihat Kak Nata terheran dengan kedatanganku yang menembaknya secara memalukan. Terlebih mungkin dia berpikir bahwa aku salah orang. Karena, yang aku tahu Kak Nata tidak ekstrakulikuler Paskibra, dia itu salah satu pengurus yang sebentar lagi lengser di Intrakulikuler Pustakawan.

Dia kembali menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Aku yakin dia bingung harus merespon apa. "Oum ... Dek ...."

Kubuat mataku berkaca-kaca, dari sorot mata yang penuh pengharapan ini pasti membuat Kak Nata tidak tega. Tidak dipikirkan seberapa banyak orang yang bersorak riuh menyuruh menerima. Ada juga yang meledekku memalukan. Anak-anak basket juga berhenti bermain. Pokoknya, semua orang jadi fokus pada adegan 'tembak nekad' yang aku lakukan.

Bagus. Aku senang.

"Dek ... jujur ... Kakak enggak tau apa yang harus dibilang-"

"Ayolah, Kak, aku suka sama Kakak!" Air mataku mengalir dengan sendirinya, membuat Kak Nata bingung dan menampakkan rasa iba.

"Dek ...."

"Kakak benar-benar jahat sama aku! Kakak jahat!" Aku menangis sambil berjongkok dengan menutup wajahnya di lapangan, kertas HVS yang kubawa tadi sudah terbang tertiup angin. Aku yakin setetes demi setetes air mataku terlihat bercahaya karena pantulan sinar mentari.

Kak Nata berjongkok di hadapanku agar aku berhenti menangis. Selama itu juga aku menghapus air mata buayaku yang mengalir. Aku cekikikan pelan. Pasti dia berpikir tidak lucu jika tersebar gosip seorang Ketua MPK membuat menangis adik kelasnya. Kak Nata memegang bahuku, aku rasa dia menegang. Payah! Aku yakin dia jarang dan nyaris tak pernah melakukan kontak fisik dengan perempuan sedekat ini.

"Apa aku kurang cantik di mata Kakak? Aku kurang pintar ya, Kak? Apa karena aku bukan anak IPA?" tanyaku serak dan masih menyembunyikan wajah di balik lipatan lutut.

"Dek ...," kembali Kak Nata memanggilku yang tidak diketahui namanya itu. Dia berusaha menghentikan tangisan pura-puraku yang siap naik level ke tingkat histeris. Kak Nata semakin kebingungan.

Berselang beberapa menit setelah Kak Nata lebih risih dan berteriak minta tolong pada anak yang ada di sekeliling, aku membuatnya kaget karena tiba-tiba terbangun dengan wajah datar seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak ada bekas air mata yang mengalir di pipiku. Aku buat wajahku tampak datar-datar saja. Dengan polos aku menjauhi Kak Nata dan mendekati Rizky kemudian mengajaknya pulang. Biarkan saja Kak Nata kebingungan.

Sahabatku ini memegang keningku karena mengira aku sakit.

Aku sempat berbalik, di antara semua yang keheranan, Kak Nata adalah yang paling syok sampai ia masih terdiam memandang gerbang. Sebenarnya apa sih yang terjadi? Pasti itu batinnya dalam hati. Kulihat salah satu senior Teater Tosa menghampiri Kak Nata dan berbincang sebetar sambil tertawa. Kak Nata tampak kesal.

"Jadi ... kamu suka sama Kak Nata?"

Aku menggeleng.

"Terus ... kenapa kamu nembak dia begitu?" Rizki bertanya penasaran

~~~***~~~

Majalah St adalah majalah yang paling ditunggu-tunggu anak Sentosa. Karena majalah tersebut isinya lengkap, dari mulai trik-trik belajar, gosip yang terakhir kali booming, kuis kecil-kecilan, sampai tips mendekati gebetan yang dibuat oleh anak jurnalistik. Majalah bulan ini berisi berita kemenangan SMA Sentosa yang memenangkan lomba PASKIBRA tingkat Jawa, juga Ketua MPK yang menjadi korban improvisation everywhere anak teater Tosa, begitu mereka menyebutnya.

Lihat selengkapnya