Rizqi dan Kotak Ajaib

RIZQI APRI MIVTAH ZAENI
Chapter #5

Bab 5: Tanah Malam

Bagian 1: Portal Menuju Kegelapan


WHUUUSSHH!!


Cahaya pusaran mengelilingi Rizqi, Mira, Doni, dan Alira. Mereka melayang di tengah lorong cahaya, seperti sedang berselancar di antara waktu dan ruang.


“Waaah! Ini kayak masuk ke kulkas tapi bisa teriak!” teriak Doni sambil berputar.


“Pegangan yang erat!” seru Alira. “Tanah Malam bukan tempat biasa...”


Tiba-tiba, cahaya redup. Warna-warna cerah berubah jadi kelam, seperti malam tanpa bulan. Mereka jatuh perlahan di atas rerumputan hitam keunguan. Udara terasa berat dan tenang, terlalu tenang.


“Kayak nonton film horor, tapi kita yang jadi tokohnya,” bisik Rizqi.


Di depan mereka berdiri gerbang besar dari batu obsidian, penuh simbol menyeramkan. Di atasnya tertulis:


> “Selamat datang di Tanah Malam – tempat semua cahaya dilupakan.”




Mira menggenggam tangan Rizqi. “Kita beneran harus masuk?”


TIKTOKO muncul, kali ini dalam bentuk bayangan jam. “Kalian harus. Di sinilah Jam Hitam tersegel. Jika Penjaga Bayangan membukanya... dunia nyata akan kehilangan imajinasinya.”


Doni tercengang. “Maksudnya... kita gak bisa lagi ngebayangin roti isi mie goreng pake keju?”


“Bukan cuma itu. Anak-anak kehilangan rasa ingin tahu, dan dunia jadi datar, hambar, tak berwarna,” jawab TIKTOKO.


Rizqi menelan ludah. “Oke... gak bisa dibiarin.”


Pintu gerbang terbuka perlahan. Kabut hitam menyambut mereka.

****

Bagian 2: Penjaga Bayangan dan Hutan Terbalik


Langkah pertama mereka di Tanah Malam langsung terasa... aneh. Rumput terasa dingin seperti es, tapi tidak basah. Pohon-pohon tumbuh terbalik, akar menjulur ke atas, dan daunnya berpendar cahaya kelabu. Di langit yang hitam pekat, tidak ada bintang. Hanya bulan... berbentuk jam pasir yang terbalik.


“Ini beneran... dunia lain,” gumam Mira.


Mereka menyusuri jalan batu berwarna hitam pekat. Di sisi jalan, berdiri patung-patung tinggi berbentuk anak-anak kecil... tapi semua bermata kosong.


“Creepy banget ini... kayak boneka di kamar kosong,” bisik Doni.


Alira menatap patung-patung itu dengan serius. “Mereka... mantan Penjaga. Yang gagal menjaga niatnya. Jadi batu oleh Bayangan.”


Tiba-tiba, suara tawa pelan terdengar dari balik kabut.


“Haha... akhirnya kalian datang juga.”


Sosok tinggi berjubah hitam perlahan muncul. Wajahnya tertutup topeng setengah wajah. Tapi dari matanya, tampak pancaran biru gelap... seperti cahaya dari dalam jurang.


“Aku... Penjaga Bayangan,” ucapnya. “Dan kalian... tamu-tamu kecil yang terlalu percaya mimpi.”


Rizqi maju satu langkah. “Kami datang bukan buat bertarung. Kami mau memperbaiki. Supaya gak ada yang disesatkan oleh Kotak Ajaib.”


Penjaga Bayangan tertawa pelan. “Terlambat. Dunia nyata sudah bosan dengan keajaiban. Lihatlah... anak-anak sekarang lebih suka layar daripada langit. Lebih suka suara robot daripada dongeng nenek.”


Ia menjentikkan jarinya. Dari balik pepohonan terbalik, muncul makhluk-makhluk kecil hitam pekat, seperti bayangan hidup. Mereka menggeram dan menyeringai, bergerak mengelilingi Rizqi dan kawan-kawan.


TIKTOKO muncul lagi, kali ini dalam bentuk lebih terang.


“Kotak Ajaib bukan hanya alat. Ia mencerminkan hati penggunanya. Rizqi, saatnya gunakan kekuatan imajinasi!”


Rizqi mengangguk. Ia membuka kotaknya dan memikirkan sesuatu... yang sangat dia sukai: permainan petak umpet bersama teman-teman saat listrik mati!


Dari dalam kotaknya, keluar cahaya berbentuk senter ajaib raksasa. Ia mengarahkannya ke bayangan-bayangan... dan mereka mulai berteriak, menyusut seperti lilin terkena panas.


Lihat selengkapnya