Bagian 1: Retakan di Langit
Langit berderak seperti kaca retak. Cahaya dari tiga warna yang baru saja ditemukan tersedot ke dalam pusaran gelap.
> “Warna hanya menciptakan luka… Aku akan menyembuhkan dunia dengan kehampaan.” — Bayangan Tanpa Nama
TIKTOKO menggigil. “Kalau dia berhasil… semua warna yang telah kalian kumpulkan akan lenyap!”
---
Bagian 2: Pelindung Warna
Lencana Rizqi, Doni, dan Alira bersinar terang. Tiga warna itu menciptakan pelindung cahaya yang menahan pusaran hitam.
Rizqi menggenggam lencananya. “Kita lawan dia, bareng-bareng!”
Doni tertawa kecil, “Gue takut, tapi gue tetap mau maju. Itu kan keberanian, kan?”
Alira menambahkan, “Dan kalau kita gagal… setidaknya kita gagal bersama.”
---
Bagian 3: Serangan Bayangan
Bayangan itu meluncurkan serangan berbentuk tangan-tangan raksasa dari kegelapan. Mereka mencoba mencengkeram tubuh dan pikiran Rizqi dan kawan-kawan.
Setiap tangan membawa rasa:
Takut akan gagal.
Marah yang dipendam.
Sedih yang disembunyikan.
Rizqi nyaris tumbang, tapi suara ibunya terngiang di kepala:
> “Tak apa takut, Nak. Yang penting kamu terus melangkah.”
---
Bagian 4: TIKTOKO Terluka
TIKTOKO melindungi Alira dari serangan langsung. Tubuhnya retak dan lampunya meredup.
> “Aku hanyalah alat, tapi kalian… kalian adalah harapan.”
Rizqi marah. “Kamu bukan cuma alat! Kamu teman kami!”
Cahaya biru dari lencana Rizqi meledak, membuat tangan-tangan gelap lenyap untuk sementara.
---
Bagian 5: Cermin Perasaan
Tiba-tiba, mereka semua terjebak dalam ruang kosong yang penuh cermin. Tapi kali ini… cerminnya utuh dan memantulkan versi diri mereka yang rapuh dan jujur.
Rizqi melihat dirinya menangis karena merasa sendirian.
Doni melihat dirinya pura-pura ceria karena takut ditinggal.
Alira melihat dirinya diam, takut membuka hati lagi.
Tapi mereka tidak lari. Mereka mengakui semuanya.