Robot

Rama Sudeta A
Chapter #1

Beginning

Sinar mentari pagi menyambutku dengan hangat sesaat setelah aku teraktifkan.

Hari ini adalah hari pertamaku menjalani hidup sebagai sebuah robot pengganti manusia bagi para manusia yang menginginkan seorang anak atau anak-anak yang menginginkan teman atau saudara baru.

"Selamat datang di rumah, Robo." Sambut ibu hangat kepadaku.

"Wah! Akhirnya aku punya kakak!" Teriak adik antusias dan bergegas lari menghampiriku.

"Kakak!"

Dia melompat kepadaku dan memelukku dengan erat.

Sentuhannya sangat berbeda, sangat alami.

"Kakak, ayo main." Ajaknya menarikku terburu-buru menuju halaman.

"Terima ini, kakak!"

Dia menendang bola itu dengan keras ke arahku.

"Goool!"

"Yeay, aku menang!" Teriaknya kegirangan.

"Sekarang giliranmu, kak. Kau tidak akan bisa mencetak gol ke gawangku." Ucapnya percaya diri.

Aku menendang bola itu persis seperti yang dilakukannya.

"Goool!" Teriakku kegirangan.

"Apa? Kenapa bisa gol?" Ucapnya tak percaya.

"Baiklah, sekarang giliranku lagi! Aku tidak akan kalah darimu, kak!" Sumpahnya.

Dia menendang bola itu dengan keras seperti sebelumnya tapi kali ini aku bisa menangkapnya dengan mudah hanya dengan satu tanganku.

"G ... Ak gol." Ucapnya lemas.

"Giliranku." Ucapku.

"Ya, kali ini pasti tidak gol."

"Goool!"

"Goool!"

"Goool!"

Kami terus bermain hingga matahari mulai meninggi di atas kepala kami dengan hasil yang selalu sama, hanya aku yang selalu mencetak gol.

"Ini pasti gol!" Ucapnya penuh keyakinan untuk kesekian kalinya.

"Apa? Kenapa kakak mudah sekali menangkapnya hanya dengan satu tangan!? Padahal aku sudah berlatih sangat keras untuk tendangan itu!" Teriaknya kesal.

Aku berjalan ke arahnya yang terlihat sangat kesal kepadaku dengan wajah cemberutnya serta kedua tangan kecilnya yang dilipatkan di dadanya.

Aku berjongkok di hadapannya berusaha menyamakan tinggi kami berdua.

"Kau selalu menendang dengan cara yang sama." Ucapku mengelus rambutnya.

"Lain kali tendanglah ke arah yang berbeda agar musuhmu tidak bisa menebaknya." Ucapku memberikan bola itu kepadanya.

"Oh, jadi begitu. Berarti tidak cukup hanya dengan kekuatan dan tendangan yang keras saja?" Tanyanya yang kembali bersemangat lagi.

Lihat selengkapnya