Ketika Andi melihat anak kecil bertopi itu kali ini berdiri di sana bersama sepeda, ia tersenyum teringat pada masa kanak-kanak, pada kegemaran bersepeda, juga keinginannya bermain-main di mana-mana, dan apabila ia pulang terlampau sore, kerap ibunya berkata, "Besok mainnya dekat-dekat rumah saja, kalau terlalu jauh nanti bertemu robot jahat."
Sewaktu Andi turun dari bus sekolah, ia langsung menyimpulkan bahwa perkataan ibunya kala itu sekadar bercanda. Mana ada robot jahat, katanya dalam hati.
Pada jam pelajaran robotika kemarin, kata Bu Yanti, kita menciptakan robot hanya untuk membantu manusia.
Kini keinginannya pergi bermain ke tempat-tempat yang belum pernah ia datangi muncul kembali. Sangat menyenangkan, kan, bisa kenal banyak orang dan punya teman bukan teman satu sekolah saja? Tetapi, kenyataannya hingga hari ini hanya teman-teman di sekolah melulu yang ia jumpai, dan bertambah satu: anak kecil bertopi yang kerap berdiri di bawah pohon rambung raksasa di seberang jalan itu.
Kenapa dia selalu memperhatikanku? Andi bertanya-tanya dalam hati, dan karena merasa anak itu terus-menerus menatap ke arahnya pada saat ia berjalan, sebelum melewati pintu gerbang ia melirik ke sana sekali lagi.
"Andi!"
Namun, ia segera menoleh ke suara yang baru lima hari akrab di pendengarannya, dan lembut sinar matahari pagi menyoroti kulit wajahnya yang kaya pigmen melanin sehingga dengan terpaksa mesti menyipitkan mata untuk menemukan Cempaka yang sedang berlari-lari kecil di belakangnya. Maka, memikiri gerak-gerik anak kecil aneh itu terlupakanlah seketika.
"Biasanya bersama Rara?”
Tiba di samping Andi, anak perempuan berjilbab biru itu segera memakaikan tas ransel dalam pelukannya pada punggungnya dan berkata, “Tidak terlihat di halte.”
“Mungkin masih di jalan.”
Baru sedetik Andi selesai bicara, Cempaka langsung mengulanginya, "Mungkin masih di jalan." Dan setelah jeda sedetik, berkata lagi, "Mungkin dia datang cepat, sudah duluan di kelas.”
Andi tidak kaget lagi dengan gaya bicara Cempaka, dan ia berjalan lagi sambil sesekali menatap benda mirip kerucut lalu lintas di atas gedung sekolah. Penutup atap berbentuk ‘Limas Istimewa’ beralas lingkaran itu kelihatan dari jauh mirip sekali duri buah durian, pikirnya.
"Aku belum dapat ide. Sebaiknya kita bikin robot apa, An?”
Duri buah durian menghilang dari kepala Andi. Sebenarnya ia punya ide tetapi menggelengkan kepala. Lalu dalam diam yang lama saat keduanya terus melangkah di jalan kecil yang membelah halaman sekolah, dan setelah melewati pepohonan rindang beserta pembaca-pembaca buku yang duduk di bawahnya, Hendra terlihat berdiri di depan pintu kelas satu dua.
"Cepatanlah!” Dari tadi Hendra memang sedang menanti-nanti kedua temannya itu, ketegasan perkataannya membuat Andi dan Cempaka terpaksa buru-buru masuk ke kelas.
Andi menempelkan telapak tangannya di layar monitor besar. 'Semangat Pagi, Andi!' Seruan penuh semangat itu menandakan sistem komputerisasi sekolah telah merekam kehadirannya, dan Cempaka menyusul kemudian sambil bertanya pada Hendra, "Rara dan Deni, apa sudah datang?”