Setiap hari libur, Andi, Deni, dan Hendra menginap di Rumah Jaga demi merakit robot itu, dan malam ini malam terakhir, mereka mesti menyelesaikan semuanya sebab sesuai skedul: Senin adalah hari seleksi kelayakan robot; memenuhi persyaratan atau tidak untuk tampil pada hari kontes nanti; sepuluh hari ke depannya.
Setelah seharian bergumul dengan komponen-komponen dan program-program robot, malam ini di halaman Rumah Jaga mereka bersenang-senang sebentar dengan membakar ikan—dari kolam Pak Montir.
Sambil menunggui ikan di atas nyala bara, Andi menikmati keindahan gugusan bintang di langit. Bintang-bintang terdekat berkedip dalam bias cahaya-cahaya dari jauh—lebih jauh dari 13,8 miliar tahun cahaya—yang datang menerangi alam semesta; yang membuat wajah langit terlihat semakin berseri-seri malam ini, dan teringatlah ia pada kakeknya. Semoga mereka berhasil menemukan Bumi baru, pintanya dalam hati bersamaan dengan seberkas cahaya melintas—ketika masih kecil ia menyebutnya tahi bintang jatuh. Dan terpikirkan lagi olehnya tentang cerita aneh itu: dia dan bapaknya akan memburu robot-robot kombatan. Robot-robot binatang membantu mereka menanam pohon. Teknologi Robotika harus dimusnahkan. Kapal selam raksasa, Kota Tersembunyi, dan prajurit-prajurit tempur.
“Ayo! Ikannya sudah matang!” Pak Montir berseru gembira.
"Serbu!” Menyusul seruan Deni dan Hendra yang sedari tadi sudah kasak-kusuk dan keroncongan. Karena tidak sabar lagi keduanya langsung beraksi tanpa antri.
Selepas makan malam dan memastikan lagi kalau bara api dari tempurung kelapa yang mereka bakar tadi sudah betul-betul padam dengan cara menyiramkan air berkali-kali, ketiganya masuk lagi ke Rumah Jaga. Masih ada beberapa pekerjaan lagi; sebagian instalasi program robot belum selesai terpasang dan saling terkoneksi. Dan semuanya baru rampung menjelang dini hari. Mata mereka sudah sangat berat dan lelah. Tentu saja sekarang boleh nyenyak dengan gembira tanpa memedulikan lagi nyanyian serangga beserta teriakan binatang malam yang ada di hutan.
***
Pak Montir membuka jendela lalu meraih teropong yang tergantung di kosen lalu melemparkannya ke pemiliknya. Andi terperanjat dan masih dalam posisi terbaring berusaha menangkapnya.
“Selesai sarapan, saya tunggu di sana, ya!” tunjuk Pak Montir ke arah lapangan.
Sebelum bangkit, Andi berguling menghadap ke arah Deni yang sedang mengucek-ucek matanya, dan Hendra tampaknya malah tertidur lagi.
"Deni, bangunkan Hendra!" seru Andi, ia sedang menjauhkan pandangannya dengan teropong ke arah helipad.
Deni malah mendekati Andi lalu merampas teropong di tangannya, ia juga penasaran kenapa Pak Montir menanti mereka di lapangan. "Wah! Bukan Pak Montir yang menanti kita! Tapi robot kita!” teriaknya.
Suara Deni melengking, menjadi jam beker untuk membangunkan Hendra.
Hendra tampak kesal.
“Robot kita, ya, ‘Robotkita’. Bagaimana kalau robot itu kita namai Robotkita!” usul Andi.
“Cocok!” sahut Deni bersemangat.