Dewan Kota telah mengumumkan bahwa pusat gempa terpantau di sebuah tempat di tengah lautan. Hari ini—setelah libur tiga hari—aktivitas di sekolah kembali seperti biasa. Jalan dan bangunan yang rusak sudah diperbaiki. Lubang panjang dan dalam di tengah lapangan sepakbola sudah ditimbun dan rata kembali. Tidak ada kekhawatiran yang berlebihan. Tidak ada pembicaraan perihal pergerakan lempeng bumi. Seakan-akan peristiwa kemarin memang tidak pernah terjadi.
Hari Kontes Robot berubah jadwalnya, diundur dua minggu ke depan. Berarti, robot-robot yang rusak masih punya waktu untuk diperbaiki. Andi, Deni serta Hendra sudah di Rumah Jaga. Tidak canggung lagi, ketiganya segera mengeluarkan perkakas dari tempat penyimpanannya. Tanpa menunggu perintah Pak Montir, mereka berinisiatif sendiri memeriksa ulang semua sambungan kabel dan komponen di dalam badan robot, memeriksa baling-balingnya, lalu menyambungkan kembali bagian yang patah dan mengecek ulang program-program kontrolnya di laptop pengendali.
Pada saat berhenti untuk makan siang di atas gazebo, terasa lagi guncangan gempa, tetapi tidak kuat dan sebentar saja.
“Pastilah patahan bumi sedang menata kembali strukturnya, ya?” Terdengar gumaman Hendra.
Andi menyambung, “Masih ingat penjelasan Pak Adin ketika pelajaran Ilmu Bumi? Tanpa adanya lempeng tektonik; lempeng batuan yang bergerak di daratan dan di bawah lautan, maka tidak akan ada kehidupan di sebuah planet.”
"Kecuali robot-robot mati yang bisa dihidupkan lagi."
Andi dan Hendra tertawa dengan kelakar Deni.
“Lempeng tektonik menyebabkan letusan gunung api. Peristiwa inilah yang nantinya akan mengatur komposisi atmosfer dan menambah oksigen di udara,” sambung Deni.
"Catatan dari Pak Adin melekat kuat dalam ingatanmu, Den! Kamu memang kebanyakan baca buku," ujar Hendra sambil memasang mimik wajah takjub.
"Daripada kamu, kebanyakan menyontek!" Deni balas meledek.
"Aku cuma menyalin ulang, seperti para pelajar zaman purba menyalin kembali isi buku-buku kuno!"
Ketiganya tertawa, dan Andi tersenyum dalam hati karena kedua temannya belum tahu bahwa hobinya di rumah persis pelajar zaman purba.
Selepas makan mereka segera menyudahi membahas masalah gempa, dan kembali memperbaiki Robotkita.
***
“Ayo, terbangkan!” teriak Pak montir penuh semangat. “Deni hidupkan laptop pengendali!"
Setelah selesai proses perbaikan, Robotkita langsung mengangkasa. Berputar-putar sesaat di atas Rumah Jaga, lalu terbang melampaui tinggi pepohonan, lalu semakin menjauh, memasuki pedalaman hutan dan menghilang dari pandangan mata, tetapi mereka masih bisa memantaunya dari laptop. Ada cip GPS yang tertanam dalam Robotkita sebagai perantara sistem kontrol pada laptop pengendali dengan satelit. Tentu saja selama jaringan internet masih aktif, mereka bisa menerbangkan Robotkita ke mana-mana, dan sekarang sudah menjauh tiga kilometer lebih dari tempat mereka mengendalikannya, begitu data yang muncul di laptop.
Bunyi alarm! Bunyi alarm mengagetkan mereka!
Pak Montir segera ke depan laptop. Semua terdiam. Namun yang pasti, tadi alat sensor pada Robotkita telah mendeteksi sesuatu, dan itu—jika merujuk fungsinya—pasti berupa gas.
“Ke posisi tadi!” perintah Pak Montir.
Robotkita berbalik arah untuk mengambil rute yang telah dilewatinya, dan alarmnya berbunyi lagi. Robotkita mengambang diam di sana. Apa penyebab alarm berbunyi? Apakah itu memang karena gas? Mereka belum yakin kalau itu gas sebab dari kamera pemantau yang terpasang di Robotkita hanya terlihat pemandangan hutan lebat.
“Saya akan ke sana,” kata Pak Montir sambil mencatat titik koordinat lokasi tersebut.
“Kami ikut, Pak,” kata Hendra, ia lalu menoleh kepada Andi.