Diam-diam Andi telah menjumpai Teuga di sekolah, dan mereka akan bertemu lagi hari ini. Andi dinantinya di halte depan perumahan Camar Laut dan setiba ia di sana langsung diajak ke pantai terdekat yang banyak ditumbuhi pohon kelapa, Teuga memanjat sebatang yang tidak terlalu tinggi dan berbuah sangat banyak dan menurunkannya setandan. Lalu mereka membawanya ke tempat teduh di bawah pohon cemara.
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan,” kata Andi sembari memperhatikan Teuga mengayunkan pisau besar ke buah kelapa di tangannya.
"Aku sudah tahu." Teuga memberikan buah kelapa itu kepada Andi, lalu mengupas sebuah lagi untuk dirinya sendiri. “Gambar yang viral sehari di dinding pengumuman dewan kota itu, kan?”
“Juga tentang Biner,” jawab Andi cepat.
Teuga kelihatan sedikit terkejut dan berusaha menutupinya dengan segera meneguk air kelapa. "Aku belum pernah bertemu dengannya," katanya kemudian. "Cerita tentangnya menjadi mitos bagi anak-anak Emperum. Dongeng pengantar tidur agar kelak jika sudah dewasa kami mesti mencarinya.”
"Untuk menemukan rahasia hidupnya yang abadi?”
Teuga membuang pandangannya ke laut. “Bukan itu lagi. Tapi pengetahuannya tentang teknologi.”
"Cuma itu? Atau teknologi membuat robot seperti robot binatang ganas lagi!”
"Dia bilang begitu?"
"Dia bilang itu robot ciptaannya."
"Emperum akan melindunginya.”
“Maksudmu?” tanya Andi tak paham.
"Robot kombatan di Daratan Jauh mencarinya juga.” Teuga menghela napas panjang, menunduk, dan memainkan pasir-pasir putih dengan ujung sepatunya. "Seharusnya kami tak perlu mencarinya lagi, itu maumu, kan!”
"Ya.”
“Kalian bertemu dia?”
“Ingin bertemu lagi.”
“Di mana? Sekarang dia di mana?”
“Di rumahnya.”
"Di mana?”
“Belum tahu di mana. Pasti rumah yang sangat tersembunyi seperti Emperum.”
“Bisa jadi.”
“Biarkan saja dia bebas.”
“Bukan aku yang memutuskan.”
“Urusan orang dewasakah?”
“Kata ayahku, kita bertahan hidup dengan teknologi.”
“Dengan berperang!”
“Robot kombatan itu yang akan memulainya!”
“Di mana Daratan Jauh itu?”
“Pak Montir tahu jalan ke sana.”
“Dia pernah ke sana?”
“Penghuni perumahan Camar Laut berasal dari sana.”
Andi tersentak. “Bagaimana mungkin?” tanyanya. “Bukankah Pak Montir itu berasal dari—”
“Emperum! Bukan. Kesimpulan kalian salah,” Teuga memotong. “Yang aku tahu. Dulu bangunan camar laut itu hanyalah bagian kecil dari sudut sebuah kota terapung di lepas pantai pesisir Daratan Jauh. Seperti kepingan puzzle, kota itu cuma susunan bangunan-bangunan kecil di atas panggung yang mengambang. Karena suatu hal, mereka memisahkan diri dari kota tersebut. Mereka menggunakan sebuah kapal untuk menarik gedung itu dan berlabuh ke tempat ini.”
Andi terperangah dan memaku pandangannya ke gedung camar laut yang bagian belakangnya terlihat dari tempat ini. “Benarkah?”
“Tanya saja Pak Montir.”
“Ini sulit,” kata Andi.
“Apa idemu?”
"Biner tidak berani bertemu kalian. Sebaiknya kita mesti bersama-sama melumpuhkan robot kombatan itu.”
Teuga tersenyum. “Karena Pak Montir prajurit tempur Emperum?"
"Dan tim riset kehidupan abadi,” sambung Andi, membuat raut wajah Teuga merona.
“Itu permasalahan masa lalu! Permasalahan hari ini bagaimana caranya melumpuhkan robot kombatan itu, kan?"
"Mungkin keempat kawanku punya ide,” kata Andi sambil menepuk pundak Teuga. “Aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri.”
“Ya.”
“Tapi ini harus dirahasiakan dari teman-teman lainnya di sekolah,” kata Andi.
“Semua orang, juga Pak Montir.”