Bergeser sedikit lagi Matahari akan tenggelam sempurna dan cahaya merah di langit perlahan menghilang. Ketika Andi menutup jendela kamarnya, ponselnya berbunyi. Panggilan dari Cempaka.
“Ada apa?”
“Aku baru menamatkan buku kuno tentang gunung api,” kata Cempaka.
“O ... jangan lupa dikembalikan ya,” canda Andi.
“An, ini penting! Selain penjelasan sains tentang gunung api, buku ini menceritakan kejadian-kejadian letusan gunung api pada masa lalu.”
“Wah ... baguslah kalau sekarang berminat jadi ahli vulkanologi!”
“Aku tidak bercanda!” nada suara Cempaka meninggi.
“Lalu?”
“Buku ini menjelaskan dengan detail tentang luberan magma dan bagaimana memprediksi letusan gunung api."
Nada suara Cempaka yang menyiratkan kecemasan membuat Andi terdiam sesaat.
“An! Kamu dengar, kan?!”
“Ya, lalu kenapa?”
“Letusan terakhir sebuah gunung, maksudku gunung itu ada di dekat kita, terjadi setelah letusan terakhirnya seratus tahun lalu. Dan saat ini kita berada dua abad setelahnya.”
“Maksudmu?”
“Bisa jadi letusan terakhir satu abad yang lalu itu terjadinya bersamaan dengan perang nuklir dan robot-robot tempur, tanpa ada seorang pun mengetahuinya atau menyadarinya. Tidak ada yang menuliskannya, sehingga peristiwa itu hilang begitu saja dari catatan sejarah.”
Sekarang Andi paham maksud Cempaka. “Berarti dalam banyak ledakan bom nuklir ada satu ledakan letusan gunung api yang memang terjadi secara alami?”