Robot Jahat

Dirman Rohani
Chapter #19

Rumah Baru

Mereka yang selamat dari bencana letusan gunung api bawah laut itu dipindahkan ke sebuah pulau di garis khatulistiwa dan ditempatkan ke rumah-rumah di tengah lahan perkebunan yang luas.

Satu bulan kemudian.

Malam ini di perkarangan rumah, Andi dan ibunya membicarakan tentang kakeknya sambil menikmati keindahan langit, dan Andi bertanya, “Kenapa Kakek hingga hari ini belum juga datang kemari?”

“Kakekmu masih sangat sibuk.”

“Mencari Bumi baru?”

“Hingga hari ini mereka belum berhasil menemukan planet baru yang mirip Bumi. Jika pun ada, pastilah itu terlampau jauh. Teknologi hari ini belum mampu membawa kita ke sana. Makanya mereka hanya bertahan di stasiun ruang angkasa sambil mempelajari jagat raya dan terus berusaha mencari keberadaan planet lain yang terdekat yang barangkali agak mirip Bumi. Satu hari tanpa sengaja mereka malah menemukan sebuah daratan di Bumi ini, lalu mereka menelitinya lebih jauh untuk memastikan tingkat keamanannya dari bencana, perubahan iklim dan sebagainya. Setelah yakin itu sebuah daratan yang layak untuk menjadi rumah, kakekmu memutuskan untuk menciptakan rumah baru kita di pulau itu. Di sinilah kita berada sekarang.”

Andi memahami maksud dari penjelasan ibunya. “Berarti pelatihan bertani untuk Bumi baru itu bercocok tanam di pulau ini?”

“Ya.”

“Kapal cepat milik Ayah yang katanya kapal rahasia itu digunakan untuk ke pulau ini?”

“Ya.”

Ternyata kakeknya sudah lama meneroka pulau ini untuk rumah baru. Pepohonan serta sayuran di sini telah lama ditanam oleh ayah dan ibunya.

“Sebenarnya sekarang belum saatnya kita di sini. Rencana kakekmu akan mengungsikan kita suatu hari nanti, jika kita sudah sangat terdesak dan kalah perang dengan robot-robot itu. Pulau ini akan jadi tempat persembunyian.”

“Perang dengan robot kombatan?”

“Yang menerbangkan kita malam itu,” jawab ibunya. “Mereka membunuh semua manusia di Daratan Jauh. Hanya penghuni perumahan Camar Laut yang selamat karena cepat mencari perlindungan ke kota kita, lalu suatu ketika robot-robot kombatan itu bermaksud menyerang Emperum. Kakekmu membuat kesepakatan dengan Raja Robot. Beri kami waktu menemukan Bumi baru, begitu permohonannya. Raja Robot menerimanya karena juga menyadari bahwa Bumi sudah sangat usang, dan mereka malah ingin bekerja sama dengan kita untuk menemukan Bumi baru. Ini membingungkan, tetapi cuma ini cara mengulur waktu, mencegah pecahnya perang antara kita dan robot itu. Sudah pasti robot itu hanya ingin memanfaatkan manusia. Jika ditemukan Bumi baru, tentulah juga ingin dikuasainya. Kakekmu memberitahukan perihal ini kepada Raja Emperum. Tak ada pilihan lain, Raja dan kakekmu diam-diam menciptakan dan memperbanyak senjata perang, dan mempersiapkan kalian agar dapat menghadapi robot-robot itu di kemudian hari. Ya, ‘Wajib Militer’ seperti kata ayahmu dulu. Ini tentu saja sangat rahasia agar tidak timbul ketakutan dan kegaduhan bagi penghuni kota kita.” 

Ibunya diam sesaat dan memperbaiki gulungan selimut di lehernya lalu melanjutkan. “Terlena dalam mencari Bumi baru dan menambang uranium untuk senjata perang, terlupalah Bumi ini. Lupa dengan kawasan kita yang merupakan tempat terjadinya letusan gunung berapi masa silam. Ketika peristiwa malam itu, kakekmu meminta bantuan kepada robot-robot itu untuk mengevakuasi sekaligus membawa kita pergi. Menuju kapal selam itu.”

"Tetapi kenapa Ayah tidak mau ke sini?” tanya Andi memotong lagi cerita ibunya.

"Ayahmu teramat dendam dengan robot-robot itu. Semua keluarga besarnya di Daratan Jauh terbunuh dalam pertempuran melawan mereka.”

“Jadi ... Ayah berasal dari sana?”

“Ya.”

“Semua kawan-kawanku baik-baik saja, kan?”

“Ya. Kawasan tempat tinggal mereka jauh dari laut, tapi belum tahu dengan Teuga dan Pak Montir. Ayahmu bilang perumahan Camar Laut terbakar habis.”

"Bagaimana Ibu bisa tahu?”

“Walaupun ponsel kita tidak bisa berfungsi di sini, ada sinyal internet untuk mengendalikan mesin penyiram tanaman dari stasiun luar angkasa yang kita bisa manfaatkan.”

Andi baru tahu ada sinyal internet di sini, ia ingin segera menghidupkan laptopnya dan ibunya mengizinkannya untuk menghubungi teman-temannya. Namun, tidak sekarang, saat ini bukan saat yang tepat, begitu kata ayahnya. Kata ayahnya lagi: Ia telah dianggap tak ada! Hilang bersama yang lainnya dalam bencana letusan gunung api itu. Tentu saja semua temannya teramat berduka ketika mereka berkumpul di rumahnya yang telah rata dan tersisa fondasinya saja. Tetapi ruang pustaka bawah tanah kakeknya aman dari sapuan gelombang api itu. Sekarang ia baru percaya kekuatannya, Biner tidak bohong, bungker itu terbuat dari material yang sangat kuat. Dan ayahnya menyemangati Deni, Cempaka, Hendra, dan Rara agar tidak larut dalam kesedihan.

“Lalu, apa Raja tahu tentang Daratan Baru ini, Bu?”

“Belum.”

“Berarti Kakek telah mengkhianati Raja! Kakek bersekutu dengan robot-robot itu.”

“Ibu sudah bilang. Kakekmu terpaksa, ini demi mencegah perang terjadi. Pasukan tempur Emperum belum cukup kuat untuk menghadapi mereka. Sebenarnya malam ini ibu juga mau bilang kepadamu bahwa besok, kota kita sudah di bawah kekuasaan robot-robot itu.”

“Apa! Maksud Ibu?”

“Raja Emperum telah menyerah. Kita memang belum mampu. Menghadapi bencana saja yang bisa terjadi kapan pun dan di kemudian hari nanti, kita belum siap.”

“Apa itu, Bu?!” Tiba-tiba, terlihat ribuan titik cahaya kelap-kelip menghiasi langit.

“Mereka, robot-robot itu.”

Lihat selengkapnya