Mereka mulai menganalisis robot mati itu. Biner yang jauh lebih berpengalaman membantu Cempaka, Deni, dan Rara memeriksa modul-modulnya dengan laptop mereka, dan ia kemudian mengusulkan agar robot itu menjadi robot berawak.
“Saya akan mengendalikannya dari dalam badannya,” kata Biner.
“Yakin?” Ayah Andi menoleh sesaat pada Biner, kemudian kembali sibuk bersama Teuga memperbaiki bentuk wajah robot itu.
Biner melanjutkan pekerjaan berikutnya. Andi membantunya melepaskan sebuah tabung roket yang melekat di belakang badan si robot. Seperti Pesawat Burung, robot ini memakai nuklir sebagai sumber energinya. Sebuah reaktor nuklir sebesar buah kelapa menempel dalam rongga pinggangnya. Jadi prediksi Andi penyebab kematian robot-robot di pusat kota, rasanya belum tepat, tidak akan ada permasalahan dengan sumber energi mereka.
“Dia bukan robot tempur, tidak ada sistem persenjataan,” ucap Deni yang masih menganalisis modulnya.
“Hanya robot biasa,” sambung Rara.
“Kerangkanya pun tidak terlalu istimewa. Materialnya tidak terlalu kuat. Pantas saja nyawanya copot begitu kena hantam godam yang Bapak ayunkan ya Pak.”
Semuanya tertawa mendengar perkataan.
“Kita akan buat ruang kokpit supaya Biner bisa bersembunyi selamanya di dalamnya.”
Mendengar kelakar ayah Andi, tawa mereka semakin keras dan membahana ke langit-langit goa.
Mereka langsung terdiam saat ayah Andi bicara lagi, “Kalaupun robot ini kita persenjatai, kita tidak mungkin bertempur langsung dengan mereka. Itu bunuh diri. Kita harus punya cara lain.”
"Berarti Biner dan robot ini harus menyusup ke markas mereka, Pak?” tanya Cempaka.
"Ya, asal dia tidak membelot ... tentulah kita selamat.”
Mereka tertawa lagi.
“Nanti lagi dibahas. Ayo kita makan.” Ibu Andi yang datang dari ruang dapur menyergah gurauan dan tawa mereka.
***
Andi, ayahnya, dan Biner akan membutuhkan waktu berhari-hari, bekerja siang dan malam untuk menyelesaikan kokpit dalam tubuh robot itu, sedangkan teman-temannya hanya menginap semalam, paginya mereka langsung pulang, mesti kembali ke sekolah. Seperti pada saat-saat merakit Robotkita dulu; hari libur Sabtu dan Minggu nanti barulah mereka datang lagi ke rumah Biner, tetapi kemudian kata ayah Andi tidak perlu ke sini lagi, terlalu beresiko. Lebih baik kalian memantau sesering mungkin segala aktivitas robot-robot itu di kota, perintah ayah Andi.
"Biner ....”
"Ya, Pak?”
"Masih ingat pulau tertutup tempat pembangkit listrik tenaga nuklir dulu?”
"Saya tahu, Pak. Tidak terlalu jauh dari sini.”
"Ada kuburan robot di sana, kan?"
"Itu bangkai robot perusahaan kami. Mereka gagal dan terkubur di antara puing-puing radioaktif itu.”
“Kalian yang gagal.”
“Mereka terpapar radiasi dan tidak ada yang mampu bertahan. Tidak ada yang bisa menunjukkan di mana sisa batang-batang uranium itu berada.”
"Itu disambungkan ....” Si ayah menepuk lutut anaknya. Obrolan ayahnya dengan Biner membuat Andi terperangah.
Andi yakin sekali ada ide baru dari ayahnya.
“Kapan kita ke sana, Yah?”