Roda Kehidupan

Firsty Elsa
Chapter #8

OSPEK

Pagi itu, suasana kampus dipenuhi oleh hiruk-pikuk mahasiswa baru yang bersiap menjalani hari pertama OSPEK. Di tengah halaman kampus, ratusan mahasiswa baru tampak sibuk dan sedikit panik, membawa berbagai barang yang terlihat unik dan aneh sesuai dengan instruksi senior mereka. Ada yang membawa caping berwarna-warni, kaos hijau dengan tulisan tangan besar, dan tas-tas yang penuh dengan keperluan yang tak biasa—seperti ember, sapu, bahkan poster-poster besar yang dihias dengan kreativitas mereka.

Beberapa mahasiswa tampak kebingungan mencari lokasi tempat berkumpul yang telah ditentukan, sementara yang lain sibuk merapikan barang-barang mereka agar tidak tercecer. Suara-suara riuh rendah terdengar, ada yang saling bertanya tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya, ada juga yang berbagi tips tentang bagaimana menghadapi senior nanti.

Wajah-wajah mereka dipenuhi berbagai ekspresi, dari gugup, cemas, hingga antusias. Di tengah suasana yang kacau dan penuh semangat itu, para senior yang bertugas tampak berusaha menjaga ketertiban, memberikan arahan dengan tegas sambil sesekali melemparkan candaan untuk mencairkan suasana. Hari pertama OSPEK ini jelas menjadi momen yang akan selalu dikenang oleh setiap mahasiswa baru, penuh dengan keriwehan, tapi juga semangat yang membara untuk memulai perjalanan baru di dunia perkuliahan.

Rivera dan Thea yang kebetulan berada di satu grup merasa senang karena sudah mendapatkan teman dikenal lebih dahulu. Pada saat istirahat kali ini. Rivera dan Thea, yang baru saja menjalani pagi pertama mereka di kampus, memutuskan untuk menghabiskan waktu istirahat di kantin. Setelah menjalani serangkaian kegiatan OSPEK yang melelahkan, mereka akhirnya bisa duduk sejenak dan melepas penat. Kantin kampus dipenuhi oleh mahasiswa baru lainnya, semua tampak lelah namun masih antusias. Suara percakapan terdengar ramai, dengan tawa dan keluhan bercampur jadi satu. Rivera, dengan tas yang masih penuh dengan barang-barang OSPEK, meletakkan barang-barangnya di kursi sebelahnya. Thea, yang juga terlihat sedikit kelelahan, langsung memesan minuman dingin untuk menyegarkan diri.

“Sumpah, gue nggak nyangka kalau OSPEK bakal se-riweh ini,” keluh Thea sambil menyeruput es teh manisnya.

Rivera mengangguk sambil membuka bungkusan roti yang baru saja dibelinya. “Iya, gue juga. Tadi bawa caping itu udah kaya petani mau panen. Tapi seru juga sih, jadi ada cerita nanti,” ujarnya dengan senyum lelah.

Mereka duduk di salah satu sudut kantin, memperhatikanmahasiswa lain yang berlalu-lalang, beberapa dengan wajah bingung mencaritempat duduk, dan yang lainnya sibuk bercanda dengan teman-teman baru mereka.Rivera dan Thea tertawa kecil melihat beberapa teman seangkatannya yang berusaha menyeimbangkan barang-barang bawaan mereka sambil memegang nampan makanan.

“Untung aja kita dapet tempat duduk,” kata Thea sambil melirik ke arah sekelompok mahasiswa yang masih berdiri menunggu kursi kosong.

“Iya, bener banget. Tadi kalau nggak cepet, mungkin kita bakal makan sambil berdiri,” balas Rivera sambil tertawa. Mereka berdua menikmati momen tersebut, meski tahu bahwa setelah ini, mereka harus kembali ke rangkaian kegiatan OSPEK yang menanti.

Suasana kantin yang ramai, dipenuhi oleh obrolan dan tawa, menjadi tempat yang sempurna bagi Rivera dan Thea untuk mengisi energi mereka dan mempersiapkan diri menghadapi sisa hari yang panjang. Sambil menikmati obrolan mereka, Rivera dan Thea tidak menyadari bahwa dari sudut lain kantin, seorang kakak tingkat bernama Adhim tengah mengamati mereka. Adhim, seorang mahasiswa tingkat akhir dengan sikap tenang dan wajah yang tampak serius, duduk di meja yang sedikit terpencil. Dia memegang secangkir kopi, matanya tertuju pada Rivera yang sedang tertawa bersama Thea.

Adhim sudah memperhatikan Rivera sejak pagi tadi saat kegiatan OSPEK dimulai. Ada sesuatu pada gadis itu yang menarik perhatiannya—mungkin senyumannya yang ceria meski lelah, atau caranya berinteraksi dengan teman-temannya. Adhim tidak sepenuhnya bisa menjelaskan, tetapi dia merasa ada daya tarik yang kuat pada Rivera.

Ketika melihat Rivera dan Thea di kantin, Adhim memperhatikan bagaimana Rivera dengan santai menikmati makanannya, sesekali tertawa lepas saat Thea melontarkan candaan. Ada kehangatan dan keceriaan dalam cara Rivera berinteraksi yang membuat Adhim tersenyum kecil tanpa sadar. Dia sempat mempertimbangkan untuk mendekati mereka, tetapi keraguan menyelimuti pikirannya. Adhim bukan tipe orang yang langsung berani mendekati seseorang tanpa alasan yang jelas. Namun, dia tahu bahwa ini mungkin kesempatan yang baik untuk setidaknya memperkenalkan diri, terutama karena Rivera adalah mahasiswa baru di kampus ini.

Sambil berpikir, Adhim menghirup kopinya perlahan, memutuskan untuk menunggu momen yang tepat. Dia tidak ingin terlihat terburu-buru atau mengganggu obrolan mereka, tetapi di dalam hatinya, Adhim tahu bahwa dia ingin mengenal Rivera lebih dekat. Bagaimanapun, ini adalah awal dari sesuatu yang baru, dan mungkin, dia berharap, ini bisa menjadi awal dari sebuah pertemanan yang lebih dalam. Setelah beberapa menit merenung, Adhim akhirnya memutuskan untuk mendekati Rivera dan Thea. Dengan tenang, dia bangkit dari tempat duduknya, membawa cangkir kopi yang hampir kosong sebagai alasan untuk lewat di dekat meja mereka. Dia berjalan perlahan, mencoba menyusun kata-kata yang tepat dalam pikirannya.

Saat Adhim mendekat, Thea yang pertama kali menyadari kehadirannya. Dia berhenti tertawa dan memandang ke arah Adhim, sedikit terkejut melihat seorang kakak tingkat menghampiri mereka. Rivera menoleh, mengikuti pandangan Thea, dan mendapati Adhim berdiri di dekat meja mereka.

“Hai, kalian mahasiswa baru, kan?” sapa Adhim dengan senyum ramah, mencoba membuat suasana tetap santai.

Rivera dan Thea saling bertukar pandang sejenak sebelum Rivera menjawab. “Iya, Kak. Baru hari pertama OSPEK, nih,” katanya dengan senyum kecil, meski sedikit canggung karena belum mengenal Adhim.

Adhim mengangguk, “Gue Adhim, dari jurusan Teknik Sipil. Lagi nunggu giliran OSPEK juga, ya?” tanyanya dengan nada ringan.

“Iya, Kak Adhim,” jawab Thea yang mulai merasa lebih nyaman, “Nama gue Thea, dan ini Rivera. Kita dari jurusan Multimedia.”

“Senang bertemu kalian,” kata Adhim, lalu menambahkan, “Kalau butuh apa-apa selama OSPEK, atau ada yang bingung, jangan ragu buat tanya-tanya ke kakak tingkat. Kita semua pernah di posisi kalian.”

“Wah, makasih, Kak,” kata Rivera dengan tulus, “Sejauh ini sih, masih adaptasi, tapi kita pasti bakal banyak tanya-tanya nanti.”

Adhim tertawa kecil. “Nggak masalah. Waktu OSPEK, yang penting kalian santai aja, nggak usah terlalu tegang,” sarannya sambil menatap keduanya bergantian. “Kalau butuh bantuan, bisa cari gue. Gue sering di kampus, jadi pasti ketemu.”

Noted, Kak. Nanti kita cari kalau ada yang mau ditanyain,” jawab Thea dengan senyum ramah.

“Okei, gue balik dulu. Semoga kalian enjoy OSPEK-nya,” kata Adhim sambil mengangkat sedikit cangkir kopinya sebagai tanda perpisahan.

Rivera dan Thea mengangguk, sambil tersenyum. Setelah Adhim pergi, mereka saling bertukar pandang lagi, merasa sedikit lebih tenang setelah berbicara dengan seorang kakak tingkat yang tampak baik dan perhatian.

“Kayaknya seru juga sih kakak tingkatnya, ya?” celetuk Thea sambil mengerling ke arah Rivera.

“Iya, ternyata kakak tingkat nggak se-menyeramkan yang dibilang orang-orang,” jawab Rivera sambil tersenyum, lalu melanjutkan makannya.

Lihat selengkapnya