Roda Kehidupan

Firsty Elsa
Chapter #11

Ujian Akhir Semester

Beberapa bulan kemudian...

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru saja kemarin dia dinyatakan lolos seleksi mahasiswa baru, sebentar lagi musim liburan akan tiba. Musim liburan kali ini jatuh di akhir bulan Desember. Sebelum liburan tiba, tentu saja sebegai seorang mahasiswa, dia akan melewati masa ujian akhir semester untuk mengukur sejauh mana kemampuan mereka setelah berbulan-bulan mendapatkan materi, di penghujung akhir ini semua akan diujiankan. Sama seperti mahasiswa pada umumnya, Calla juga pasti akan belajar mati-matian untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Namun, Calla bukan termasuk anak yang akan belajar sampai larut malam dan melupakan jam tidurnya. Gadis itu tidak akan bisa fokus besok paginya jika malam begadang terlalu lama. Cukup sampai pukul tengah malam, dia akan memilih tidur dan bangun subuh jika untuk review belajarnya.

Pagi ini, Calla sudah siap dengan kemeja putih, rok hitam, dan kerudung hitamnya. Setelah menyemprotkan parfum di beberapa bagian bajunya, dia mengambil ponselnya di atas meja yang masih terhubung dengan charger. Calla melihat ada notifikasi dari grup kelasnya mengenai ruangan ujian yang berbeda setiap mata kuliahnya. Ternyata Calla tidak berada dalam satu kelas yang sama dengan Bithara, Amaya, dan Thalita. Hanya dengan Hana dia satu ruangan berbeda dikarenakan nomor absen yang lebih dari angka 30, sehingga membuat dirinya terpisah dengan yang lain.

Calla berdiri di depan lift, tangannya sedikit gemetar memegang kartu ujian. Gedung kampus terasa begitu besar dan asing, meski dia sudah beberapa bulan berada di sana. Ketika menunggu pintu lift terbuka, dia mendapati Hana datang dari arah parkiran.

Hana tersenyum ketika melihat Calla. "Hei, Call! Lo mau ke ruang ujian sekarang?"

Calla mengangguk sambil memasuki lift. "Iya, gue gugup banget! Kaya mau lomba lari, tapi gue nggak tahu jalurnya."

Hana tertawa kecil, mencoba mengurangi ketegangan. "Nggak mau beli jajan dulu? Gue belum sarapan," katanya tepat bersamaan dengan terbukanya pintu lift. Namun, Calla dan Hana belum beranjak untuk masuk ke dalam lift. Mereka sejenak menepi dan membiarkan teman-teman lain masuk terlebih dahulu.

"Masih ada 30 menit sebelum masuk, gue temenin beli roti mau?" tawar Calla setelah melihat jam di tangannya.

"Emang lo udah sarapan?" tanya Hana memastikan.

Calla menggeleng, "gue masih gugup, nggak tenang kalau tiba-tiba dikasih makan."

"Kalau lo nggak makan, gue juga enggak aja deh," balas Hana yakin. "Nanti aja abis ujian kedua kita makan sama anak-anak di kantin atau di luar. Mau nggak?"

"Yakin nih? Takutnya lo nggak bisa mikir kalau nggak makan dulu, Han. Padahal nggak apa kalau lo beli roti duluan."

"Beneran! Gue nggak selemah itu juga kali, Cal!" Hana menarik lengan Calla mendekati lift lagi. "Naik sekarang aja, masuknya juga lebih awal dari jadwal kan."

Pintu lift tertutup, membawa mereka naik ke lantai atas. Di dalam keheningan lift, suara napas mereka terasa lebih jelas. Calla merasakan sedikit ketenangan dari kehadiran Hana.

"Semoga nanti soalnya nggak susah-susah amat ya," kata Calla, setengah berbisik.

Hana menepuk bahu Calla dengan lembut. "Aamiin... kita pasti bisa kok. Kalau kita udah sampai sejauh ini, yang penting tetap tenang dan fokus."

Pintu lift terbuka di lantai tujuan, dan keduanya keluar bersama, berjalan menuju ruang ujian dengan keyakinan yang perlahan tumbuh.

***

Pintu lift terbuka, dan Calla serta Hana melangkah keluar dengan langkah cepat, napas mereka masih sedikit tersenggal setelah ujian yang baru saja selesai. Wajah-wajah mahasiswa lain yang keluar dari ruangan terlihat penuh kelelahan dan kebingungan, memperjelas betapa sulitnya soal ujian tadi.

"Maksudnya apa, ya, soal nomor tiga tadi?" Hana mengeluh, suaranya terdengar frustasi. "Gue sama sekali nggak bisa nalar."

Calla mengangguk, menyadari bahwa bukan hanya dia yang merasa begitu. "Kayaknya sengaja deh itu buat menjebak kita," jawabnya sambil merapikan rambutnya yang keluar dari kerudung karena terlalu pusing mengerjakan ujian tadi.

Suara hiruk pikuk mahasiswa yang masih membahas ujian terdengar jelas di sekeliling mereka, menciptakan atmosfir yang sedikit kacau. Beberapa teman sekelas tampak berdiskusi dengan ekspresi tertekan, mencoba mengingat jawaban yang mereka tulis, sementara yang lain hanya menghela napas panjang, seolah tak ingin lagi memikirkan soal tadi.

Ketika mereka tiba di taman, Calla dan Hana melihat Thalita, Bithara, dan Amaya duduk di bangku yang teduh di bawah pohon besar. Ketiganya tampak tidak kalah frustasi.

"Beneran, ini ujian paling gila!" seru Thalita begitu melihat mereka datang.

"Gue juga anjir?! Apalah itu yang essay gue cuma bisa ngarang bebas!" sahut Hana dengan nada kesalnya.

"Samalah! Gue udah nggak bisa mikir saking frustasinya!" tambah Bithara. "Yang penting selesai aja dah, terserah nanti dapet berapa, asal lulus!"

"Jadi, kita mau makan di mana?" Amaya bertanya, berusaha mengalihkan pembicaraan dari topik ujian.

Hana dan Calla saling pandang, kemudian tertawa kecil. "Yang penting sekarang kita cari tempat yang bisa bikin lupa soal ujian tadi," jawab Calla.

"Gue mau beli es krim yang banyak pokoknya! Biar agak dingin otak gue, kasihan dua jam tadi mendidih terus!" keluh Hana.

Bithara menambahkan, "asal ada makanan enak dan suasana santai, gue ikut aja."

Dengan sedikit tawa dan obrolan yang mulai mengendurkan ketegangan, mereka berlima berjalan bersama, meninggalkan taman dan ujian yang baru saja mereka lewati. Hiruk pikuk soal yang sulit perlahan memudar, digantikan oleh semangat untuk menikmati makan siang bersama.

Setelah tawa mereka mereda, Amaya mengusulkan, "Gimana kalau kita ke kafe Philopi? Tempatnya enak, agak jauh sih dari kampus tapi biasanya nggak terlalu ramai." Semalam dia baru saja menemukan kafe tersebut dari aplikasi Toktok.

Thalita mengangguk setuju. "Setuju, gue percaya kalau Lita yang bilang. Tapi, kita ada masalah nih, motor kita kurang satu."

Lihat selengkapnya