Satu bulan kemudian...
Hari-hari berjalan dengan begitu cepat. Liburan semester ganjil berhasil dilewatinya dengan banyak hal yang menyenangkan. Terutama waktu untuk quality time bersama keluarganya. Meski hanya satu bulan, itu sangat cukup bagi Calla bersama keluarganya. Dia juga beberapa kali bertemu dengan teman-temannya dulu semasa kuliah dengan maksud bernostalgia. Kini, semester baru pun datang. Di semester dua ini, Calla akan sedikit sibuk karena untuk pertama kalinya dia bertemu dengan mata kuliah praktikum. Ini artinya, Calla harus bisa membagi waktu dengan baik agar kuliah teori berjalan beriringan dengan kuliah praktikum.
Suasana ruang kelas praktikum Psikologi Industri dan Organisasi dipenuhi dengan keramaian mahasiswa yang sudah siap memulai perkuliahan. Beberapa murid tampak sibuk berbicara satu sama lain, sementara yang lain mempersiapkan catatan dan alat tulis. Ruangan itu cukup besar, dengan meja dan kursi yang tersusun rapi dalam beberapa baris. Di depan, dosen praktikum, seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun dengan kacamata dan rambut beruban di beberapa tempat, sedang memperkenalkan dirinya dan menjelaskan aturan serta materi yang akan dibahas.
Calla dan Bithara, yang terlambat datang, memasuki ruangan dengan langkah sedikit terburu-buru. Mereka akhirnya memilih duduk di kursi yang lumayan di belakang, berusaha untuk tidak menarik perhatian. Suara dosen yang jelas dan tegas terdengar memenuhi ruangan, namun sayangnya agak teredam di bagian belakang, membuat Calla dan Bithara harus berusaha lebih keras untuk menangkap setiap kata.
"Eh, tadi beliau bilang apa soal tugas kelompok?" bisik Calla, mencoba mendekatkan diri ke Bithara tanpa mengganggu mahasiswa lain di sekitar mereka. Bithara, yang juga tampak berusaha menangkap penjelasan dosen, menjawab pelan, "Kayaknya setiap kelompok harus bikin simulasi manajemen konflik deh, tapi gue nggak dengar jelas detailnya."
Mereka terus berbisik-bisik, mencoba memahami aturan-aturan praktikum yang dibacakan oleh dosen. Sesekali, keduanya melirik ke depan, berharap tidak terlalu ketinggalan informasi penting. Di layar proyektor, slide-slide materi mulai berganti dengan cepat, menambah tekanan bagi mereka yang belum sepenuhnya menangkap poin-poin utama.
Di tengah kegelisahan mereka, dosen tiba-tiba berhenti berbicara dan mengarahkan pandangannya ke bagian belakang kelas. Calla dan Bithara langsung terdiam, berharap bahwa perhatian sang dosen tidak tertuju pada mereka. Beruntung, dosen tersebut hanya menyesuaikan posisi mikrofonnya sebelum melanjutkan penjelasannya. Namun, detik-detik itu membuat keduanya semakin waspada untuk tidak lagi terlewatkan materi-materi penting.
"Fokus, Cal, gue rada takut," bisik Bithara, sambil cepat-cepat mencatat poin-poin yang sempat dia dengar. Calla mengangguk setuju, dan mereka berdua pun berusaha mengikuti perkuliahan dengan lebih serius, meski harus sedikit bekerja lebih keras karena posisi duduk mereka di bagian belakang.
Setelah beberapa saat, Calla dan Bithara mulai bisa sedikit lebih mengikuti alur penjelasan dosen. Dosen praktikum itu menjelaskan bahwa Psikologi Industri dan Organisasi adalah cabang psikologi yang sangat aplikatif, terutama di dunia kerja. Ia membahas bagaimana mereka akan mempelajari berbagai aspek, seperti manajemen sumber daya manusia, dinamika kelompok, motivasi kerja, hingga cara menangani konflik di tempat kerja.
Slide demi slide terus berganti di layar, memperlihatkan poin-poin kunci seperti metode observasi, wawancara, dan analisis tugas, yang akan menjadi dasar dari banyak praktikum mereka selama semester ini. Sesekali, dosen tersebut berhenti untuk memberikan contoh kasus dari pengalamannya sendiri sebagai konsultan di berbagai perusahaan besar.
"Jadi, simulasi yang kita bahas tadi itu sangat penting karena kalian akan belajar bagaimana memecahkan masalah dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya," ujar dosen dengan nada serius. "Jangan anggap enteng, karena di sinilah kalian akan mendapatkan pengalaman pertama bagaimana teori diterapkan dalam praktek nyata."
Calla mencatat dengan cepat, mencoba menangkap setiap kata kunci yang bisa membantu nanti saat tugas dimulai. Namun, sesekali ia melirik ke Bithara, yang tampak masih sedikit bingung.
"Bith, lo ngerti nggak tentang metode observasi yang beliau sebutin barusan?" bisik Calla lagi, mencoba memastikan bahwa mereka berdua berada di halaman yang sama.
Bithara mengangguk pelan. "Kurang lebih, tapi kayaknya gue harus baca lebih lanjut nanti di buku teks. Soalnya ini masih agak kabur di otak."
Di bagian depan kelas, dosen mulai membuka sesi tanya jawab, memberi kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan tentang materi yang sudah disampaikan. Beberapa mahasiswa langsung mengangkat tangan, menanyakan hal-hal spesifik tentang tugas akhir, format laporan, dan harapan dosen terhadap hasil kerja mereka.
Calla merasa sedikit lebih tenang karena setidaknya dia dan Bithara punya waktu untuk memahami lebih lanjut sebelum mereka benar-benar tenggelam dalam tugas-tugas praktikum yang menanti. Namun, dia juga tahu bahwa ini baru permulaan, dan tantangan yang sebenarnya masih di depan mata.
Ketika perkuliahan mendekati akhir, dosen mengingatkan semua mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik, terutama untuk simulasi manajemen konflik yang akan menjadi tugas kelompok pertama mereka.
"Kalian akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Pastikan kalian bisa bekerja sama dengan baik, karena ini adalah cerminan dari situasi di tempat kerja sesungguhnya," kata dosen sambil menutup perkuliahan dengan sebuah pesan penting. "Dan jangan lupa, evaluasi akhir akan mempertimbangkan bagaimana kalian berinteraksi dan menyelesaikan masalah sebagai tim."
Calla dan Bithara saling bertukar pandang, merasa sedikit terbebani dengan tantangan yang baru saja diberikan. Mereka merapikan catatan mereka dan bersiap untuk meninggalkan kelas.
"Sebelum pulang, ke perpustakaan dulu yuk. Gue mau cari referensi buat materi yang beliau omongin tadi," ajak Calla sambil berdiri.
"Ayok gue temenin, nanti sharing aja bukunya sama lo," jawab Bithara dengan semangat, meski sedikit lelah.
Mereka berdua akhirnya meninggalkan kelas dengan langkah yang lebih tenang, meski masih dibayangi oleh berbagai tantangan yang akan datang dalam praktikum Psikologi Industri dan Organisasi ini.
***
Satu minggu kemudian...
Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu: praktikum pertama. Calla dan teman-temannya tiba di laboratorium psikologi dengan perasaan campur aduk antara antusiasme dan sedikit gugup. Kali ini, Calla sekelompok dengan Hana, sementara Bithara sekelompok dengan Thalita, dan Amaya harus terpisah dan berkelompok dengan yang lain.
Ruangan praktikum itu dipenuhi suara langkah kaki dan bisikan ketika mahasiswa-mahasiswa mulai mengambil tempat masing-masing. Alat-alat praktikum yang tertata rapi di meja lab tampak sedikit mengintimidasi, namun juga memancarkan pesona yang memancing rasa penasaran.
Calla menarik napas dalam, melirik ke arah Fajar—teman satu kelompok—yang sudah mulai membongkar alat-alat di depannya. "Lo ngerti nggak cara pakai alat ini?" bisiknya, merasa sedikit tidak percaya diri.
Fajar menoleh sambil tersenyum tipis. "Gue juga baru pertama kali lihat alat kayak gini. Tapi kita ikutin instruksinya aja dulu."
"Kenapa kita kaya orang linglung begini yak?" ujar Tasya—teman satu kelompoknya.
"Asli dah, baru liat ada bentukan begini," tambah Hana yang sama bingungnya.
Seorang asisten dosen yang berdiri tak jauh dari mereka tampaknya menangkap kegelisahan mereka. "Jangan khawatir," katanya dengan suara tenang, "kalau ada yang bingung, langsung tanya saja. Alat ini memang baru, tapi setelah paham caranya, pasti gampang."
Dari sudut ruangan, Bithara yang sekelompok dengan Thalita melirik ke arah Calla dan Hana. "Calla, kalian udah mulai? Gue di sini hampir sama tahapnya, tapi hati-hati, jangan sampai salah langkah," katanya setengah berbisik namun penuh perhatian.
"Tenang aja, Bith," jawab Calla dengan nada santai namun serius. "Kita pelan-pelan aja, biar hasilnya bagus."
Saat praktikum berjalan, suara tuts keyboard laptop yang digunakan untuk mencatat data, dan desah napas orang-orang yang sibuk, mengisi ruangan. Tiba-tiba, Hana mengangkat tangan, bertanya kepada asisten dosen, "Kak, kalau hasil pengukurannya beda sedikit dari yang diharapkan, itu masih wajar nggak?"
"Perbedaan kecil masih wajar," jawab sang asisten dengan tenang. "Pastikan saja kalibrasi alatnya sudah benar."
Calla yang sedang mencatat hasil, menoleh ke teman-teman kelompoknya. "Jadi, kita catat semua data atau cuma yang sesuai ekspektasi?"
"Kayaknya semua deh," jawab Fajar sambil memeriksa kembali instruksi praktikum. "Nanti baru kita evaluasi yang mana yang paling sesuai."
Seiring berjalannya waktu, praktikum pertama ini mulai terasa lebih ringan. Namun, sedikit kepanikan terjadi di kelompok Bithara dan Thalita. "Kayaknya kita ketinggalan satu langkah deh!" seru Thalita panik.
Bithara dengan cepat memeriksa instruksi. "Coba cek lagi, mungkin kita salah paham di langkah kedua tadi," katanya sambil membolak-balik halaman manual.
Sementara itu, Calla dan Tasya hampir menyelesaikan pengukuran terakhir. "Udah hampir selesai nih," kata Calla sambil membantu Tasya mencatat. "Semua data kita masukin dulu, nanti baru dipilih mana yang mau dimasukkan ke laporan."
Di ujung ruangan, Amaya tampak kebingungan dengan hasilnya. "Hei, kalian udah selesai?" panggilnya kepada Calla dan Hana. "Gue masih nggak yakin sama hasil ini, ada yang bisa bantu lihat?"
Calla menoleh dan mengangkat tangan. "Sini, May, kita lihat bareng-bareng. Mungkin ada yang terlewat."
Saat semua kelompok akhirnya menyelesaikan tugas mereka, asisten dosen memberikan arahan terakhir. "Pastikan semua hasil sudah dicatat dengan benar. Minggu depan, kita akan evaluasi dan melihat hasilnya bersama-sama."
Calla tersenyum lega. "Gimana, semua? Seru juga ya ternyata, nggak sesulit yang kita bayangin," katanya sambil mengemasi alat-alat mereka.
Hana mengangguk setuju. "Iya, tapi tetap harus hati-hati. Banyak hal yang baru kita tahu dari praktikum ini."