Hari workshop akhirnya tiba. Calla sudah berada di ibu kota provinsi sejak pagi. Dengan acara yang dimulai pukul 2 siang, dia memutuskan untuk datang lebih awal agar bisa beristirahat dan menikmati suasana kafe yang telah disewa. Kafe itu terletak di pusat kota, dengan desain yang ceria dan dekorasi modern yang memanjakan mata.
Setelah mengatur tempat duduk, Calla duduk di salah satu kursi bersebelahan dengan gadis yang baru dikenalnya, Diara. Mereka saling bertukar senyum dan mulai mengobrol saat menunggu acara dimulai.
“Seneng banget ketemu lo, Calla. Kenalin, gue Diara,” kata gadis itu dengan ceria.
“Senang juga, Diara. Gue udah nunggu banget acara ini. Biasanya gue suka ikut kegiatan yang berbeda-beda, dan workshop ini keliatan berbeda tapi tetap menarik,” jawab Calla sambil tersenyum.
“Setuju sih, Cal. Gue udah dua kali ini ikut acara mereka. Nanti ada banyak kegiatan produktifnya juga kok," kata Diara.
Setelah acara diisi oleh pemateri kegiatan selanjutnya adalah berkarya, Calla dan Diara ikut serta dalam berbagai kegiatan. Melukis di totebag, menghias cupcake, dan bermain dalam game estafet membuat suasana semakin meriah. Calla merasa semakin nyaman saat berinteraksi dengan Diara dan peserta lainnya.
Suasana kafe berubah menjadi arena keseruan saat game estafet dimulai. Semua peserta berkumpul di area yang telah diatur khusus untuk acara ini, dengan berbagai peralatan dan penanda yang siap digunakan. Semangat dan antusiasme memancar dari setiap wajah, dan riuh rendah suara sorakan dan tawa mengisi ruangan.
“Selamat datang di game estafet pertama kita!” pengumuman dari MC disambut dengan tepuk tangan dan sorakan meriah dari peserta. “Game pertama adalah estafet sarung! Setiap tim harus berlari sambil mengenakan sarung dan berpindah dari satu titik ke titik lainnya!”
Calla dan Diara bergabung dalam tim yang sama. Mereka berdiri di garis start, sarung sudah siap melilit di pinggang mereka. Musik ceria mengalun di latar belakang, menambah semangat semua peserta.
“Siap?” tanya MC.
“Siap!” jawab peserta serempak.
Dengan aba-aba “Go!”, tim-tim berlari ke depan sambil berusaha menyeimbangkan sarung yang terbalut di tubuh mereka. Calla merasakan kehangatan dan kegembiraan saat dia berlari, tertawa melihat kekacauan yang terjadi di sekelilingnya. Beberapa peserta terjatuh karena sarung yang terlalu longgar atau terjebak dalam gerakan cepat, sementara yang lain mencoba sekuat tenaga untuk menjaga keseimbangan.
Di sisi lain, ada sosok laki-laki yang bertugas sebagai fotografer mengambil gambar-gambar seru dari setiap tim. Dia gagal fokus saat melihat Calla yang terus tertawa dengan lepas. Kamera yang berada di lehernya berkali-kali mengambil gambar candid yang hanya berfokus pada Calla. "Cantik," gumamnya lirih.
Setelah estafet sarung selesai, MC kembali memanggil peserta. “Game berikutnya adalah estafet balon! Setiap tim harus memindahkan balon dari titik awal ke titik akhir dengan menggunakan sendok. Hati-hati, jangan sampai balonnya jatuh!”
Calla dan timnya siap dengan balon yang harus dipindahkan. Mereka mulai berlari dengan hati-hati, berusaha menjaga balon agar tidak terjatuh. Tawa dan sorakan mengiringi setiap langkah mereka, saat balon-balonnya hampir jatuh atau melambung terlalu tinggi.
“Ayo, cepat! Jangan sampai balonnya jatuh!” teriak Diara sambil berlari penuh semangat.
“Pasti bisa! Hati-hati!” balas Calla dengan semangat.
Di tengah-tengah keseruan, laki-laki itu tetap sibuk mengambil foto, menangkap momen-momen lucu dan penuh energi dari para peserta. “Kalian luar biasa! Teruskan, jangan menyerah!” teriaknya dengan penuh semangat, membuat peserta merasa lebih termotivasi.
Setelah estafet balon, MC mengumumkan game terakhir. “Saatnya game berebutan kursi! Ikuti irama lagu, dan ketika musik berhenti, kalian harus cepat mencari kursi dan duduk. Jangan sampai terlewat!”
Peserta berdiri di sekitar kursi yang disusun melingkar, musik mulai mengalun. Mereka mulai bergerak, berusaha menghindari tabrakan dan mencari posisi yang strategis. Tawa riuh dan teriakan terdengar ketika musik berhenti, dan semua orang berlarian menuju kursi. Calla dan Diara berlari dengan cekatan, dan Calla berhasil duduk di kursi yang tersisa, sementara beberapa peserta lain harus keluar dari permainan.
“Wah, seru banget!” seru Calla kepada Diara setelah berhasil duduk di kursi.
“Banget Cal! Ini adalah bagian paling seru dari seluruh acara!” balas Diara sambil tertawa.
Musik kembali mengalun, dan peserta yang tersisa melanjutkan permainan dengan semangat. Laki-laki fotografer itu, masih sibuk memotret, menikmati setiap detik dari acara ini. Beberapa kali dia mengarahkan kameranya ke Calla dan Diara, yang tampak sangat menikmati suasana.
Ketika semua game selesai, MC memberikan penghargaan kepada tim-tim pemenang dan semua peserta mengumpulkan di tengah ruangan untuk foto bersama. Keceriaan dan semangat dari acara game estafet hari itu terasa begitu menyenangkan, meninggalkan kenangan indah bagi semua yang terlibat.
Di tengah break acara, Calla memutuskan untuk melaksanakan shalat Ashar. Dia mengikuti petunjuk panitia menuju mushola yang terletak tidak jauh dari kafe. Setelah shalat, Calla keluar dan bertemu dengan seorang laki-laki bernama Nevan yang sama-sama baru selesai beribadah, dia ternyata adalah panitia bagian dokumentasi acara, yang sejak tadi sudah mengincar Calla.
“Hai, Calla! Gue Nevan. Gimana acaranya sejauh ini?” tanya Nevan dengan senyum yang memikat.
“Hi, Mas Nevan. Gue menikmati banget sih setiap kegiatannya. Gue belum pernah nyoba melukis di totebag sebelumnya, dan ternyata seru banget,” jawab Calla dengan senyum penuh antusias. Panggilan 'Mas" sengaja dia berikan karena melihat perawakannya yang lebih tua darinya dan entahlah, penampilan rapinya membuatnya tertarik.
“Keren! Lo memang udah keliatan semangat banget dari tadi. Jujur, pas game terakhir tadi lo juga keliatan bahagia banget. Gue suka cara lo senyum, bisa eye smile gitu ya,” ungkap Nevan dengan nada tulus.
Calla merasa pipinya sedikit memanas mendengar pujian itu. “Oh, thanks, Mas. Lo sendiri bagaimana?Gimana rasanya jadi bagian panitia di sini?”
Nevan tertawa kecil. “Sebenarnya, jadi panitia itu cukup menantang. Tapi, melihat semua orang bersenang-senang membuat semuanya terasa sangat berharga. Dan pastinya, liat lo bahagia kaya tadi, yang begitu ceria dan positif, bikintugas gue jadi lebih menyenangkan.”
Calla hanya tersenyum menanggapinya, "jago banget ya ternyata."
Dahi Nevan mengerut, tak mengerti maksud Calla. "Maksudnya? Jago apa?"
"Gombalannya udah pro banget gue liat-liat," balas Calla tersenyum.
"Ah... engga, baru ini kok," balasnya dengan tenang. "Btw, lo asli sini atau gimana?"
"Gue dari luar kota, ke sini buat acara ini aja. Lo sendiri?"
"Gue asli sini, lagi libur aja sih dari kerjaan. Lo kuliah Cal?" tembaknya.