Malam sebelum Ramadhan tiba, suasana di kos Amaya penuh dengan semangat yang berbeda. Angin malam membawa aroma khas bulan suci yang semakin mendekat, dan langit malam yang cerah seakan turut merayakan. Di kamar kos Amaya, Calla, Thalita, dan Bithara sibuk mempersiapkan diri untuk shalat tarawih pertama mereka di rantauan. Mereka berempat sudah sepakat sejak awal untuk melaksanakan ibadah bersama-sama sebagai bentuk dukungan dan semangat di bulan suci ini.
"Kalau di rumah, pasti sekarang lagi kumpul sama keluarga buat tarawih bareng," ujar Bithara sambil mengenakan mukena. Nada suaranya terdengar sedikit nostalgik, mengingatkan pada suasana hangat di rumahnya.
"Ya, tapi di sini kita juga keluarga, kan? Keluarga rantau," balas Thalita dengan senyum lebar, berusaha menghibur.
Amaya yang sudah siap sejak tadi, berdiri sambil membawa tas kecil berisi sajadah. "Oke, semua sudah siap? Ayo kita berangkat, keburu penuh nanti."
Mereka akhirnya keluar dari kos dengan semangat membara, namun di luar dugaan, perjalanan mencari masjid menjadi lebih sulit daripada yang mereka bayangkan. Masjid-masjid di sekitar kompleks kos Amaya sudah penuh sesak dengan jamaah yang datang lebih awal. Di setiap pintu masjid yang mereka tuju, jamaah berdesakan hingga tak ada lagi ruang untuk shalat. Mereka saling berpandangan, sedikit cemas namun masih penuh dengan semangat.
“Wah, penuh semua! Coba yang di belakang sana nggak sih? Ada kan ya, May,” ujar Calla yang mulai merasa sedikit cemas, namun tetap tersenyum.
"Ada! Ayo buruan, semoga masih cukup!" Amaya mengawali perjalanan mereka menuju masjid kedua.
Amaya, sebagai yang paling mengenal daerah tersebut, memimpin jalan dengan penuh keyakinan.
Namun, masjid kedua juga sama ramainya, bahkan sampai di jalanan para jamaah melaksanakan shalat. Mereka membatalkan diri bergabung karena tidak ada tempat sisa lagi.
“Kalau gini terus, bukannya shalat tarawih malah ngajak lari maraton,” canda Thalita, yang selalu bisa membuat suasana menjadi lebih ringan.
"Tenang, tenang! Gue ingat ada masjid di ujung sana yang biasanya nggak terlalu ramai. Cuma, ya… agak jauh sih."
Mereka pun melangkah lebih cepat, berusaha menahan tawa dan kelelahan yang mulai terasa. Bithara, yang paling gemar bercanda, tak mau ketinggalan. “Kalau sampai nggak ada masjid yang kosong, gue bangunin masjid depan kos lo, May!”
Mendengar itu, Thalita langsung menimpali, “Iya, gue bantu sumbangin doa ya, Bith. Nanti kita buat khusus girl friends aja! Pasti langsung viral.”
Gelak tawa mereka pecah, dan langkah kaki semakin cepat. Mukena-mukena mereka berkibar saat mereka berlari-lari kecil di sepanjang jalan yang sepi. Beberapa orang yang melihat dari kejauhan mungkin mengira mereka adalah sekumpulan gadis yang sedang bermain-main, bukan mencari tempat ibadah.
Perjalanan mencari masjid berubah menjadi petualangan malam yang penuh keseruan. Setiap kali mereka melewati masjid yang penuh, mereka saling memberi semangat satu sama lain untuk terus berjalan. Keringat mulai membasahi kening mereka, tetapi tidak ada yang ingin menyerah.
Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh hingga melewati beberapa gang dan perumahan, mereka menemukan sebuah masjid kecil yang terletak agak tersembunyi di ujung jalan. Masjid itu masih memiliki beberapa ruang kosong di saf belakang. Dengan napas terengah-engah dan wajah yang penuh senyuman, mereka berempat masuk ke dalam masjid.
"Alhamdulillah, nemu juga," ucap Amaya dengan napas yang masih tersengal.
Mereka berempat segera menggelar sajadah di saf yang tersisa, rasa lega menyelimuti hati. Ketika takbir pertama dikumandangkan, kelelahan mereka seolah sirna, digantikan oleh ketenangan dan kebahagiaan.
Malam itu, meskipun harus berjalan jauh dan melewati banyak kesulitan, shalat tarawih pertama mereka di rantauan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Setiap tawa dan canda sepanjang perjalanan semakin menguatkan ikatan persahabatan di antara mereka. Ramadhan ini mungkin jauh dari keluarga, tetapi mereka menemukan keluarga baru di tengah kebersamaan dan tawa yang mengiringi setiap langkah mereka.
***
Setelah shalat tarawih selesai, Calla, Thalita, Amaya, dan Bithara duduk di gazebo kecil di samping masjid. Malam itu udara terasa sejuk, dan mereka memutuskan untuk tidak segera pulang. Mukena bagian atas masih mereka kenakan karena tidak ada yang membawa kerudung, dan suasana santai membuat mereka merasa nyaman untuk tetap duduk dan mengobrol di sana.
“Tarawih pertama di rantau, sukses!” Thalita mengangkat tangannya dengan semangat, disambut senyuman lelah tapi puas dari yang lain.
“Ya walaupun kudu olahraga dulu nyari masjidnya,” canda Bithara sambil meregangkan kakinya yang mulai pegal.
Mereka tertawa bersama, menikmati momen kecil ini. Gazebo itu berada sedikit di atas permukaan tanah, memberikan mereka pandangan yang lebih luas ke sekitar. Dari tempat mereka duduk, gemerlap lampu jalan di kejauhan terlihat, mengingatkan mereka akan kehidupan kota yang tak pernah benar-benar tidur.
Calla, yang paling peka terhadap arah, tiba-tiba mengamati sekeliling dan menyadari sesuatu. “Eh, kalian sadar nggak? Ternyata masjid ini nggak jauh dari jalan raya. Kalau kita lewat gang kecil di samping sana, bisa tembus langsung ke jalan utama.”
Thalita yang penasaran, memiringkan kepala, mengikuti pandangan Calla. “Iya ya, dan jalan raya itu kan langsung ke Grand Galaxy Mall. Berarti deket banget nggak sih.”
Mendengar kata ‘mall’, mata Bithara langsung berbinar. “Eh, kita ke sana yuk! Cari jajanan buat buka puasa besok.”
Calla yang paling tenang, ikut tersenyum mendengar ide tersebut. “Boleh juga, sekalian jalan-jalan malam pertama Ramadhan.”
Mereka semua setuju dengan antusiasme yang sama, namun saat hendak berdiri, sebuah kesadaran menyentak mereka. Bithara mengangkat tangannya dengan wajah sedikit malu. “Eh, tunggu deh. Gue baru ingat, ada yang bawa uang nggak?”
Sejenak mereka semua terdiam, saling pandang, lalu perlahan satu per satu menggeleng. Bithara kemudian memeriksa kantong mukenanya, hanya menemukan ponsel yang dibawanya karena terburu-buru. “Gue bawa hp doang, tapi nggak ada duitnya.”
"Pake m-banking bisa?" tanya Thalita berusaha memberikan ide lain.
"Nggak punya m-banking gue, tim ATM nih," balas Bithara terkekeh.
"Ya percuma dong kalau ngga ada duit, emang mau ngutang dulu?" sahut Calla dengan tawanya.
Tawa mereka pecah seketika. Bayangan jalan-jalan di mall dan mencari jajanan segera menguap dalam tawa tersebut.
Thalita menyender ke tiang gazebo sambil tertawa terbahak-bahak. “Udah capek-capek nyari masjid, niat mau jalan malah kehalang duit. Lucu banget, kita ini!”
Amaya menyusul, mengangkat tangan seolah menyerah. “Oke, oke. Jalan-jalannya besok aja, sekalian habis belanja buka puasa.”
Calla mengangguk setuju, meski masih tersenyum geli. “Yaudah, kita nongkrong di sini aja dah. Mau balik juga masih capek, effort banget sampai sini tadi,” katanya sambil mengambil duduk lebih nyaman meski masih memakai mukena atasan.
Malam itu, mereka melanjutkan obrolan dengan suasana yang lebih santai. Meskipun niat untuk ke mall harus batal, momen kebersamaan mereka di gazebo itu menjadi kenangan yang tak kalah berharga. Mereka saling berbagi cerita, bercanda, dan merasakan hangatnya persahabatan di malam pertama Ramadhan. Suara gemericik air dari kolam kecil di dekat mereka dan semilir angin malam menambah syahdu suasana, menjadikan malam itu sebagai awal yang indah untuk bulan suci yang baru saja dimulai.
***
Hari-hari selama Ramadhan berlalu dengan ritme yang cukup menantang bagi Calla dan teman-temannya. Mereka masih harus menghadapi tugas kuliah, tetapi kali ini dengan tambahan tantangan berpuasa. Untungnya, jam kuliah dipersingkat menjadi hanya 30 menit per SKS, sehingga sebelum pukul 3 sore, mereka sudah bisa pulang dan beristirahat.
Meskipun begitu, rasa lelah dan kantuk sering kali menyelimuti mereka, terutama ketika harus mengerjakan tugas atau presentasi. Tapi, di balik semua itu, mereka merasakan kenikmatan berbuka puasa bersama di kosan atau di warung-warung sederhana dekat kampus.
Suatu hari, ketika mereka menyadari ada jadwal kosong yang cocok untuk mengadakan acara buka bersama, obrolan di grup chat mereka langsung ramai. Thalita yang pertama kali mengusulkan ide itu, dan seketika grup tersebut dipenuhi berbagai respons antusias.
"Yuk, buka bareng yuk! Udah lama nggak kumpul full team!" tulis Thalita di grup.
"Setuju! Kapan dan di mana nih?" sahut Amaya cepat.
Calla segera merespons, "Gimana kalau tentuin dulu lokasinya? Biar gampang ngatur waktunya. Gue sama Hana bisa nyari tempatnya. Ada ide mau di mana?"
"Serahin aja ke Calla sama Hana. Mereka pasti nemu tempat yang oke," tambah Bithara dengan emoji jempol.
Amaya tidak mau ketinggalan. "Kalau gitu, gue yang cari tema outfitnya ya. Lucu nggak sih kaya trend di sosmed gitu."
Thalita mengirimkan emoji tertawa. "Pokoknya, gue sama Bithara ikut aja deh, yang penting makanannya enak dan tempatnya cozy."
Grup chat mereka langsung dipenuhi berbagai ide dan pendapat. Calla dan Hana mulai berdiskusi untuk mencari restoran yang cocok, sementara Amaya sibuk membagikan inspirasi outfit yang stylish tapi tetap nyaman dipakai saat buka puasa.
Amaya kemudian mengirimkan pesan, "Gimana kalau temanya pastel? Warna-warna soft kan lucu banget buat suasana Ramadhan, dan nggak terlalu panas juga dipake sore-sore."
Hana langsung setuju. "Pastel sounds good. Nanti gue dan Calla bakal survey ke beberapa tempatnya. Jangan off ya kalau gue chat, stay terus!"
Setelah beberapa menit diskusi, Calla akhirnya mengusulkan, "Gimana kalau di restoran rooftop di Grand Galaxy Mall? Tempatnya bagus, bisa liat sunset sambil nunggu azan."
"YES! Setuju banget loh!" jawab Thalita dengan cepat.
Amaya menambahkan, "Pas banget tuh! Bisa langsung foto-foto juga. Outfit pastel bakal keren banget pake background sunset."
Grup chat mereka semakin ramai dengan persetujuan dan ide-ide tambahan. Mereka merasa semangat, meski dalam keadaan berpuasa, karena acara buka bersama ini adalah momen yang mereka tunggu-tunggu sejak awal Ramadhan.
Rencana mulai terbentuk dengan lebih jelas, dan masing-masing dari mereka menjalankan tugasnya dengan baik. Calla dan Hana berencana untuk menghubungi restoran tersebut keesokan harinya, sementara Amaya sibuk mencari referensi outfit dan mengirimkan berbagai gambar inspirasi ke grup.
Setiap kali ada tambahan ide, entah dari Thalita atau Bithara, mereka selalu merespons dengan antusias. Meski Thalita dan Bithara lebih memilih untuk mengikuti, mereka tetap aktif memberikan saran dan memastikan semua berjalan sesuai rencana.