Roda Kehidupan

Firsty Elsa
Chapter #19

Kemenangan, Sindiran, dan Ketenangan

Pagi itu suasana di rumah Rayan terasa damai. Hira dan Gretta sudah berangkat ke sekolah seperti biasa. Di halaman belakang, Rayan dan Calla sedang sibuk membersihkan kandang-kandang burung peliharaan mereka. Burung-burung yang sudah dimandikan berkicau riang, sementara ayah dan anak itu bekerja sama dengan santai.

Calla yang memegang selang untuk memandikan burung sesekali tertawa melihat burung-burungnya yang bertingkah lucu. "Yah, nih burungnya malah main air, bukan mandi," katanya sambil menyemprotkan air ke arah salah satu burung kenari.

Rayan tertawa kecil sambil menyapu sisa-sisa kotoran dari kandang. "Iya, burung-burung emang gitu. Harus sabar. Udah biasa mereka main-main dulu."

"Capek juga, ya, Yah, tiap Sabtu bersih-bersih kandang," Calla mengeluh manja sambil mengelap keringat di dahinya.

"Hahaha, ini namanya refreshing, Ca. Lagian kamu kan masih libur, jadi ada waktu buat bantu-bantu," Rayan menjawab santai.

Namun, ketenangan pagi itu tiba-tiba pecah ketika terdengar suara ribut dari ujung komplek. Calla berhenti sejenak, memandang ke arah depan rumah dengan kening berkerut. "Yah, kok rame banget ya di depan? Ada apa, tuh?"

Rayan ikut menoleh dan mendengar suara-suara panik dari kejauhan. "Wah, jangan-jangan ada apa-apa. Yuk, lihat dulu."

Tanpa pikir panjang, mereka berdua segera menuju ke arah keramaian. Ternyata, di ujung komplek, salah satu tetangga mereka, Pak Jono, terlihat panik bersama beberapa warga lain. Di bawah pohon kelapa, seorang pemuda tergeletak tak sadarkan diri. Ternyata, dia jatuh dari pohon kelapa saat mencoba mengambil buah untuk pemilik rumah.

Pak Jono yang melihat kedatangan Rayan langsung melambaikan tangan, wajahnya penuh ketakutan. "Mas Rayan! Ini gimana, ya? Anak itu jatuh dari atas pohon kelapa! Pingsan, Mas!"

Rayan langsung mendekat, melihat kondisi pemuda yang tergeletak. "Wah, ini parah, Pak. Harus segera dibawa ke rumah sakit."

Pak Jono gelagapan. "Lho, tapi saya nggak ada mobil, Mas. Gimana ini?"

Dengan tenang, Rayan menawarkan bantuan. "Pakai mobil saya aja, Pak. Cepet, nggak usah lama-lama. Nanti saya antar ke rumah sakit."

Warga lain yang mendengar langsung bergegas membantu mengangkat pemuda itu ke mobil Rayan. Calla yang ikut menonton dari pinggir berusaha membantu menenangkan orang-orang yang tampak panik.

"Udah-udah, santai aja, semua. Yang penting sekarang kita bawa ke rumah sakit dulu, jangan pada ribet," Calla mencoba menenangkan sambil menepuk pundak salah satu warga.

Dalam hitungan menit, pemuda yang pingsan sudah berada di mobil, dan Rayan langsung melaju dengan cepat menuju rumah sakit terdekat. Warga yang tadi sempat panik mulai tenang, meski masih terlihat beberapa yang masih khawatir dengan kondisi korban.

Pak Jono hanya bisa berdiri di depan rumahnya dengan wajah cemas, "Mugo-mugo selamet, ya Gusti," gumamnya lirih.

Setelah Rayan bergegas membawa korban ke rumah sakit, suasana di ujung komplek mulai tenang kembali. Warga yang tadi ricuh mulai membubarkan diri, meski beberapa masih terlihat ngobrol pelan, membahas kejadian barusan. Calla yang tetap di tempat, berdiri di dekat pohon kelapa, ikut mengamati situasi.

"Kasihan banget, ya, Pa Jono tadi kelihatan panik banget," gumam Calla sambil menendang-nendang kerikil di depannya.

Ibu-ibu tetangga yang juga melihat kejadian itu menghampiri Calla, salah satunya Bu Siti, yang dikenal sering bergosip. "Eh, Calla, tadi itu anaknya si siapa, ya? Kok bisa jatuh gitu? Kan pohonnya tinggi banget."

Calla mengangkat bahu, merasa tak ingin terjebak dalam pembicaraan yang mengarah ke gosip. "Kayaknya anak temennya Pak Jono, Bu. Disuruh ambil kelapa, tapi nggak hati-hati."

Bu Siti menggelengkan kepala sambil menghela napas panjang. "Aduh, itu makanya kalo nggak biasa, mending nggak usah, kan bisa bahaya."

Sementara obrolan ibu-ibu mulai ramai lagi, Calla merasa gelisah. Dia melirik ke arah jalan, berharap ayahnya segera kembali dari rumah sakit. Setelah beberapa menit, dia memutuskan untuk kembali ke rumah, namun pikiran tentang apa yang baru saja terjadi membuatnya terus terngiang-ngiang.

Setelah sekitar dua jam menunggu, akhirnya suara mobil Rayan terdengar memasuki garasi. Calla buru-buru keluar rumah untuk menyambut ayahnya.

"Yah, gimana keadaannya?" tanya Calla cemas, melihat wajah ayahnya yang agak lelah.

Rayan keluar dari mobil sambil mengelap keringat di dahinya. "Syukur, selamet. Pas nyampe rumah sakit, langsung ditangani dokter. Kata mereka, nggak ada cedera parah, cuma pingsan karena syok. Tadi juga sempet diperiksa lebih lanjut, mungkin perlu rawat inap."

Calla mengangguk, merasa lega. "Syukurlah, Yah. Tadi aku juga lihat tetangga pada panik, mereka takut kondisinya parah."

Rayan tersenyum kecil sambil menepuk pundak Calla. "Ya, namanya juga kejadian tiba-tiba. Tapi yang penting kita bisa bawa dia ke rumah sakit secepatnya. Semoga cepet sembuh, deh."

Mereka berdua akhirnya masuk kembali ke rumah, menyisakan rasa lega tapi juga sedikit lelah setelah kejadian pagi itu. Burung-burung yang tadi mereka mandikan sekarang sudah kembali riang berkicau di kandang mereka, seolah ikut merayakan bahwa semuanya baik-baik saja.

***

Sore itu, lapangan umum desa sudah mulai ramai dengan persiapan turnamen voli. Rayan dan Hira sudah berada di lapangan, melihat anak-anak tim NVCR satu per satu datang dan berkumpul. Sinar matahari sore yang keemasan menerpa lapangan, memberikan nuansa hangat yang menyelimuti suasana kompetisi.

Di dekat mobil Rayan, Calla tampak sibuk membagikan jersey kepada para pemain. Dengan senyum lebar, dia menyerahkan kaus-kaus berwarna hijau dengan aksen kuning cerah kepada setiap anggota tim.

"Aslan, nih jersey lo," kata Calla sambil menyerahkan kaus ke Aslan yang langsung mengambil dan memakainya.

"Thanks, Ca," jawab Aslan sambil tersenyum. Gavin dan Alvin ikut menerima jersey mereka dengan semangat.

Sementara itu, Kak Angga, perwakilan dari karang taruna, datang dengan membawa satu plastik besar berisi konsumsi. "Nih, buat jaga-jaga kalau nanti haus atau lapar. Botol minumnya juga udah disiapin," katanya sambil menyerahkan plastik itu ke Rayan.

Rayan mengangguk sambil tersenyum. "Thanks, Ngga. Konsumsi aman, tinggal fokus main sekarang."

Tidak lama kemudian, Rasyid datang bersama istrinya, Melin. Melin, yang selalu mendukung tim voli desa, menyapa dengan ramah. "Semangat ya, semua! Kalian pasti bisa!"

Rasyid yang berjalan di sebelahnya langsung mendekati Rayan dan mengajak tim untuk berkumpul. "Oke, sebelum kita mulai pemanasan, dengerin dulu beberapa nasihat dan strategi buat pertandingan ini."

Anak-anak NVCR yang sudah memakai jersey mereka langsung berkumpul, mendengarkan dengan serius. Aslan, Peter, Alvin, Faris, dan yang lain berdiri membentuk lingkaran kecil, siap menerima arahan.

Rasyid memulai, "Lawan kita sore ini terkenal dengan defense yang kuat, tapi serangan mereka masih bisa kita atur. Fokus kita di set awal adalah tetap tenang. Jangan buru-buru nyerang, tapi pastikan defense kita rapi dulu. Aslan, Peter, kalian jaga net baik-baik."

Aslan mengangguk mantap. "Siap, Coach. Gua jaga net, nggak ada yang bakal tembus."

Rayan kemudian melanjutkan, "Faris, kamu sebagai libero, inget, kamu yang jadi kunci buat defense kita. Kalau bola lewat, jangan panik, tapi langsung passing ke Alvin atau Gavin buat set up serangan."

Faris yang selalu percaya diri tersenyum lebar. "Siap, Pak. Semua serangan bakal gua handle."

Rayan melirik ke tim, memastikan semua mendengarkan. "Intinya, jangan asal smash, tapi main dengan otak. Serangan harus kita atur dulu baru eksekusi. Ini bukan soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling sabar."

Lihat selengkapnya