Roda Kehidupan

Firsty Elsa
Chapter #20

Cinta dan Kejutannya

Setelah latihan voli yang melelahkan di klub, Rivera dan Gretta memilih untuk bersantai di teras rumah sambil menikmati udara sore yang segar. Mereka duduk di kursi teras yang nyaman, menikmati teh hangat yang baru saja mereka buat.

"Eh, Gretta, gue mau cerita deh," kata Rivera, sambil menyeruput tehnya. "Gue udah ngerasa makin deket sama Arfian. Kayaknya hubungan kita makin serius aja, gitu."

Gretta yang sedang menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Rivera dengan tatapan setengah fokus. "Oh, gitu ya? Itu bagus sih, kalau emang kalian nyaman. Gue masih ngantuk berat nih, jadi maaf kalau nggak terlalu ngerespon."

"Ah, nggak apa-apa, gue ngerti kok. Capek banget abis latihan," kata Rivera sambil tersenyum. "Ntar malam ini ada waktu buat ketemu Arfian, gue rencana ajak ngobrol di teras."

Gretta mengangguk, merasa setuju dengan rencana Rivera. "Oke deh, gue juga mau mandi dan shalat maghrib dulu. Ntar kita ketemu lagi ya."

Setelah Rivera selesai mandi dan shalat maghrib, ia merasa segar kembali. Ketika pukul 7 malam tiba, tak terduga Arfian tiba-tiba muncul di depan rumah Nenek Amina. Kebetulan, saat itu Alvin dan Aslan juga sedang asyik bermain Uno dengan Calla di ruang tamu.

Rivera yang melihat Arfian datang langsung menghampirinya dan mengajaknya ngobrol di teras. Arfian yang baru datang, merasa senang melihat Rivera dan langsung menyapanya dengan hangat.

Sementara itu, Alvin dan Aslan yang melihat Arfian datang, langsung merasa terkejut. "Eh, Arfian? Lo di sini juga?" Alvin bertanya sambil melirik Aslan yang juga tampak bingung.

Calla yang juga kaget melihat Arfian datang, berusaha menjelaskan dengan kalem. "Iya, Arfian tuh rada sering ke sini."

Aslan yang melihat kesempatan untuk bercanda, langsung menyeletuk. "Wah, ada apa nih, kita ketinggalan apa, Vin? Kok nggak tau sudah sejauh ini,."

Alvin pun turut heboh, "wah parah lo Cal, masa nggak ngasih tau gue," katanya mendramatisir.

"Apasih?! Gue juga nggak ngerti anjir? Arfian ke sini buat ketemu Kak Rive, bukan gue bjir!" Calla yang mendengar kehebohan dua temannya merasa kesal karena malah dia yang digoda.

"LOH?!"

"Anjing?"

"Shuuutttt!"Calla menyuruh Aslan dan Alvin duduk kembali meski masih terkejut. "Diem deh, mending suruh dia masuk daripada heboh sendiri!"

Rivera yang sudah kembali dari teras, melirik dan mendengar ocehan teman-temannya. "Eh, kalian, jangan jahilin Calla terus. Arfian cuma datang mau main bareng, kok."

"Kok lo ngga ngomong sih kalau pacaran sama Arfian?" tanya Aslan to the point.

"Lah? Suka-suka gue dong. Lo nggak perlu tau juga nggak sih?" balas Rivera santai.

"Lah, santai juga anjir?! Gue cuma nanya aja. Tau kalau lo lagi sama Arfian kan bisa tuh gue bantu lebih gampang pacarannya," kata Alsan membela diri.

"Udahlah, Lan, diem. Ini game belum selesai ya!" Calla menarik lengan Aslan agar berputar ke posisinya dan tidak mengganggu Rivera yang ingin mengobrol dengan sang kekasih.

Alvin yang melihat itu segera membela Calla dengan menyuruh Aslan kembali fokus ke permainan. Mereka segera bergabung dengan permainan Uno yang ada di meja, berusaha mencairkan suasana. "Ayo, Arfian, ikut main Uno yuk. Kita lagi main seru nih."

Arfian tertawa kecil dan menerima ajakan itu dengan senang hati. "Oke, gue ikut. Siapa tau bisa bawa hoki buat kalian yang lagi main."

Suasana malam itu pun berubah menjadi penuh canda tawa. Semua mulai terlibat dalam permainan Uno yang seru, termasuk Arfian dan Gretta. Meskipun awalnya terasa sedikit canggung, namun dengan kehadiran Arfian yang santai dan ramah, suasana semakin hangat dan menyenangkan. Calla yang merasa sedikit tertekan awalnya, akhirnya bisa menikmati kebersamaan itu, dan Rivera merasa senang karena semua teman-temannya bisa akur dan bersenang-senang bersama.

Setelah permainan Uno berakhir, suasana malam terasa hangat dan penuh canda tawa. Arfian, Rivera, dan Tante Tania siap untuk pulang. Rivera dan Arfian keluar dari rumah Nenek Amina, sementara Tante Tania yang baru tiba juga bersiap untuk pulang.

Arfian menawarkan diri untuk mengantar Rivera pulang dengan motornya. Rivera merasa senang dan berterima kasih. Mereka berdua pun melangkah keluar rumah menuju motor Arfian, sementara Tante Tania menyapa Hira dan Calla sebelum berangkat.

“Yaudah, Arfian, makasih banyak ya. Hati-hati di jalan,” ujar Rivera sambil menaiki motor.

“Jangan khawatir. Aku bakal antar kamu sampe rumah,” jawab Arfian dengan senyuman hangat.

Setelah Arfian dan Rivera pergi, suasana di rumah Nenek Amina kembali ke suasana santai. Aslan dan Alvin yang masih di ruang tamu mulai membahas tentang hubungan Rivera dan Arfian dengan penuh rasa ingin tahu.

“Gue penasaran deh, gimana sih ceritanya Rivera bisa jadian sama Arfian?” tanya Alvin dengan nada jahil.

Aslan menyahut dengan senyum nakal. “Iya, sama gue juga penasaran. Kayaknya Arfian tuh bukan tipe yang biasa banget deh.”

Gretta yang mendengar pembicaraan itu langsung melirik dan merasa perlu memberikan penjelasan. “Eh, gue mau kasih tau nih. Sebenarnya, hubungan Kak Rivera sama Kak Arfian ini udah ada sejak beberapa bulan lalu. Mereka mulai deket pas Kak Arfian sering ikut kegiatan di klub voli dan sering ketemu sama Kak Rivera.”

Calla, yang masih duduk di sudut ruangan, mulai merasa tidak nyaman dengan gosip itu. “Tapi, gue denger dari Ibun, katanya Arfian tuh nggak begitu baik buat Rivera,” ungkap Calla dengan nada khawatir.

Aslan mengangguk, ikut menjelaskan. “Iya, gue denger-denger Arfian pernah punya masalah. Katanya dia dulu pernah terlibat hal-hal yang nggak bener gitu.”

Calla merasa hati kecilnya bergetar mendengar cerita tersebut. Meskipun ia tidak ingin mengintervensi hubungan mereka, ia merasa khawatir dengan keselamatan dan kebahagiaan Rivera. Namun, ia tahu tidak ada yang bisa menghentikan hubungan itu saat ini.

Gretta yang merasa terbeban dengan pertanyaan dan curhatan Rivera tentang hubungannya, akhirnya menjelaskan lebih jauh. “Kak Rivera kayanya tahu semua itu. Nggak tahu juga sih, orang keliatannya fine-fine aja. Mereka berdua sama-sama percaya kalau hubungan ini bisa jadi lebih baik. Gue rasa sih mereka saling menghargai dan berusaha untuk berubah.”

Hira yang baru saja selesai membantu Tante Tania keluar, datang ke ruang tamu dan mendengar percakapan mereka. Ia menatap Calla dan Gretta dengan lembut, sebelum memberikan nasihat. “Kalian harus lebih aware dan berhati-hati dalam memilih pasangan. Memang penting untuk mengenal seseorang dengan baik sebelum melangkah lebih jauh. Tapi, pada akhirnya, pilihan ada di tangan Rivera. Kita bisa memberikan dukungan dan nasihat, tapi keputusan ada di mereka.”

Calla mengangguk setuju, meski masih merasa sedikit cemas. “Iya, Bun. Aku cuma pengen Kak Rive bahagia dan nggak tersakiti.”

Hira tersenyum, membelai kepala Calla dengan lembut. “Semoga semuanya berjalan baik. Kita bisa terus mendukung mereka, dan yang terpenting, kita harus selalu terbuka untuk memberikan nasihat ketika dibutuhkan.”

Dengan perasaan campur aduk, suasana di rumah Nenek Amina kembali tenang. Mereka semua melanjutkan kegiatan malam mereka masing-masing, dengan harapan bahwa hubungan Rivera dan Arfian akan membawa kebahagiaan dan kebaikan bagi mereka berdua.

***

Di sebuah rumah yang tenang di ujung jalan, Tante Shofia dan Tante Tania sedang sibuk membereskan rumah. Art, pembantu yang biasa bekerja di rumah Tante Shofia, baru saja resign, dan mereka berdua memutuskan untuk membantu satu sama lain dalam membersihkan dan merapikan rumah. Saat mereka bekerja, percakapan mulai mengalir dengan sendirinya.

Tante Shofia memulai dengan nada penuh kekesalan, “Nggak habis pikir, ya. Rayan bisa-bisanya beli mobil baru. Mobil lama masih bagus, lho. Ini semua pasti gara-gara si Hira itu.”

Tante Tania mengangguk setuju. “Iya, benar. Si Hira pasti udah ngedesain ini semua. Memang, dia selalu punya cara untuk mempengaruhi Rayan. Padahal, kalau menurutku, mobil lama mereka masih layak pakai. Nggak perlu beli yang baru.”

Tante Shofia mengusap peluh di dahinya, lalu melanjutkan dengan nada marah. “Tapi, lihatlah hasilnya. Rayan malah makin terjebak dalam gaya hidup hedonis. Dan si Hira sepertinya tidak pernah peduli dengan hal-hal seperti itu.”

Tante Tania memiringkan kepalanya, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. “Kalau dibilang hedonis sih, memang ada benarnya. Anaknya, Calla dan Gretta, juga ikut-ikutan gaya hidup seperti itu. Katanya, mereka sering beli barang-barang baru dan berfoya-foya. Aku dengar dari Rivera, mereka tuh sering banget jalan-jalan dan belanja barang-barang mahal. Padahal, dulu mereka tidak seperti itu.”

Lihat selengkapnya