Calla yang baru saja keluar dari laboratorium merasa lelah setelah praktikum yang panjang. Bersama Bithara, dia berdiri di depan laboratorium, mencoba merapikan baju dan kerudungnya yang sedikit berantakan setelah seharian sibuk. Calla membuka tasnya, menata buku-buku, serta jurnal-jurnal praktikum yang selama ini menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas hariannya. Ketika memeriksa ponsel, yang sejak tadi harus dikumpulkan selama praktikum, dia melihat ada satu pesan masuk.
Dari siapa lagi kalau bukan Nevan, sosok yang selalu berhasil menghidupkan hari-hari Calla dengan kehadirannya. Calla tersenyum tipis, namun ekspresinya tiba-tiba berubah tegang begitu melihat isi pesannya. Nevan mengirimkan sebuah foto yang mengejutkan—sebuah potret halaman depan kampusnya. "Apa-apaan ini?" batinnya terkejut, karena setahunya, Nevan masih sibuk dengan pekerjaan dan belum ada rencana untuk pulang atau menghampirinya hari ini.
Tanpa berpikir panjang, Calla segera merapikan pasminanya yang sedikit berantakan, lalu berlari cepat menuju halaman depan kampus. Tas dan buku-bukunya seketika terlupakan. "Bitha! Hana! Bawain buku gue yaaa! Nitip bawain ke mana aja, ntar kabarin kalau udah turun!" Calla berteriak pada Bithara dan Hana sambil terus berlari menuruni tangga, menyadari bahwa barang-barangnya tertinggal. Namun, hal itu tak lagi penting.
Calla berlari menuruni tangga dengan langkah cepat, hampir tak memperhatikan sekelilingnya. Langit sore mulai berwarna keemasan, dan angin semilir menerpa wajahnya yang sedikit memerah karena terburu-buru. Sesaat, dia hampir menabrak beberapa mahasiswa yang sedang berjalan santai di kampus, namun Calla terus berlari tanpa memperdulikan sekitarnya. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Nevan.
Sesampainya di halaman depan kampus, Calla langsung melihat sosok Nevan berdiri di dekat mobil putihnya. Penampilannya yang mencolok menarik perhatian beberapa mahasiswa yang kebetulan berada di sekitar sana. Nevan tampak begitu menonjol dengan celana pendek khaki, kemeja hitam yang menggantung pas di tubuh atletisnya, serta kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya. Aura maskulinnya memancarkan kesan elegan dan karisma yang tak bisa diabaikan.
Sejenak, beberapa mahasiswa yang sedang duduk di bangku sekitar halaman kampus mulai berbisik-bisik, matanya terpaku pada sosok Nevan. "Siapa tuh cowok? Ganteng banget!" seorang mahasiswa perempuan berbisik pada temannya. Mereka terpana melihat Nevan yang begitu percaya diri, berdiri santai di samping mobil mewahnya. Beberapa dari mereka bahkan tak sadar ketika Calla, yang mereka kenal sebagai sosok tenang dan tidak menonjol di kampus, tiba-tiba berlari ke arah Nevan.
Calla memperlambat langkahnya begitu jaraknya semakin dekat dengan Nevan. Perasaan gugup bercampur senang membuat napasnya sedikit tersengal. Ketika Nevan menoleh, senyum hangat menghiasi wajahnya, membuat jantung Calla berdetak lebih kencang.
"Hey, surprise!" ujar Nevan sambil membuka kacamata hitamnya, menatap langsung ke arah Calla dengan mata lembutnya.
"Kenapa tiba-tiba datang? Bukannya kamu sibuk kerja hari ini?" tanya Calla, suaranya terdengar bingung namun penuh kebahagiaan. Dia masih mencoba mencerna kenyataan bahwa kekasihnya benar-benar berdiri di hadapannya saat ini.
Nevan mengangkat bahu santai. "Kebetulan, aku diizinkan cuti buat ketemu sama orang tua dan kamu. Lagipula, aku kangen sama kamu," ucapnya dengan nada santai, tetapi tatapannya tulus.
Mendengar ucapan itu, wajah Calla memerah. Seolah tak memperdulikan mahasiswa lain yang masih memandang mereka dengan takjub, Nevan mendekat, mengulurkan tangan dan mengusap lembut puncak kepala Calla. Sentuhan itu membuat beberapa mahasiswa semakin terkejut. "Itu Calla, kan? Yang biasa di lab, serius banget orangnya… Dia pacaran sama cowok keren kayak gitu?" gumam salah satu mahasiswa dengan nada tak percaya.
"Calla? Yang sering praktikum itu? Wah, nggak nyangka, pacarnya keren banget!"
Bisik-bisik semakin terdengar jelas di sekitar mereka, namun Calla tidak peduli. Ia hanya fokus pada Nevan. "Kamu nggak bilang apa-apa soal datang ke sini..." Calla masih merasa tak percaya.
Nevan tertawa kecil. "Aku memang suka bikin kejutan," jawabnya sambil tersenyum tipis, senyuman yang selalu membuat Calla merasa tenang. "Selain itu, aku ingin menghabiskan waktu bersamamu sebelum kamu sibuk lagi dengan tugas-tugasmu."
Calla balas tersenyum, perasaannya berangsur-angsur lega. Meski sedikit risih dengan tatapan orang-orang di sekitarnya, ia tahu bahwa kehadiran Nevan di kampus kali ini adalah hadiah yang tak terduga. Bagi Calla, Nevan adalah tempatnya berlabuh setelah semua kepenatan kuliah dan tugas-tugas yang menumpuk. Nevan selalu menjadi titik terang yang membuat hari-harinya lebih ringan.
Calla dan Nevan berdiri di samping mobil putih Nevan, yang diparkir di halaman kampus. Mereka tampak santai meskipun banyak pasang mata yang mengamati dari jauh. Calla masih belum sepenuhnya pulih dari kejutan, tetapi ia merasa senang bisa menghabiskan waktu dengan Nevan.
"Jadi, how's your day, selain dari kejutan ini?" tanya Calla, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari kekaguman yang masih menyelimuti dirinya.
Nevan tertawa ringan, tangannya menggenggam lembut tangan Calla. "Hari ini sebenarnya cukup melelahkan, kemarin siang aku baru sampai rumah. Aku maunya sih tiduran aja di rumah, tapi aku merasa ketemu sama kamu itu penting. Aku tahu kamu pasti stress dengan praktikum dan semua tugasmu, jadi aku memutuskan untuk mampi," jawab Nevan sambil menatap Calla dengan penuh perhatian.
Calla tersenyum, matanya berbinar. "Aku benar-benar nggak nyangka kamu bakal datang. Terima kasih, Mas. Ini benar-benar berarti buatku."
Sementara itu, dari kejauhan, beberapa mahasiswa yang masih berada di kampus tidak bisa menahan rasa penasaran dan kekaguman mereka. Mereka saling berbisik dan memandang penuh rasa ingin tahu.
"Anjir, speechless banget ternyata pacar Calla modelannya begitu! Keren banget," bisik seorang mahasiswa perempuan kepada temannya, matanya tidak lepas dari sosok Nevan yang tampak santai di samping mobil.
"Iya, njir, apalagi mobilnya juga keren! Kayaknya Calla beruntung banget deh," balas temannya sambil melirik ke arah Calla yang masih berdiri di samping Nevan.
"Emang bener sih. Gue sering lihat Calla di lab, serius banget, tapi nggak nyangka dia punya pacar sekelas itu. Mantap deh!" ujar mahasiswa lain yang terdengar dari kelompok yang berbeda.
"Dan lihat deh, itu cowonya sopan banget. Kayanya dia udah datang jauh-jauh cuma buat ngasih kejutan si Calla. Nggak heran deh kalau Calla kelihatan begitu bahagia," kata mahasiswa lain, menunjukkan betapa impressed-nya mereka.
Sementara itu, Calla berusaha untuk tetap tenang meskipun senyum di wajahnya tak bisa tersembunyikan. "Ngomong-ngomong, berapa hari kamu di sini?" tanya Calla sambil menaikkan ujung pasminanya yang menurun.
Nevan melirik jam tangannya dan mengangguk. "Kayanya sih dua minggu lebih. Aku mau menghabiskan waktu sama kamu Cal. Emang kamu nggak bosen cuma bisa video call tiap malam? Kita jalan-jalan ya hari ini?"
"Sounds perfect," jawab Calla sambil tersenyum lebar. "Makasih ya, Mas."
Di sekitar mereka, bisik-bisik dan tatapan kagum semakin banyak. Beberapa mahasiswa bahkan mengeluarkan ponsel mereka untuk mengambil foto dari kejauhan, sementara yang lainnya masih terperangah dengan sosok Nevan yang tidak hanya tampan tetapi juga tampaknya begitu perhatian pada Calla.
"Kurang beruntung apa sih Calla? Pacar keren, mobil keren, dan kayaknya itu mereka bakalan ngedate romantis deh," ujar seorang mahasiswa, mengagumi hubungan mereka.
"Serius deh, gue nggak nyangka ternyata Calla punya pacar. Lo tahu kan, dia cenderung pendiam dan nggak banyak tingkah. Pantesan kalau liat temen-temennya suka saltingan di depan cowok lain, cuma dia yang selalu santai dan nggak tertarik. Keren sih itu Calla," tambah yang lain, menyiratkan betapa terkesannya mereka dengan situasi tersebut.
Di tengah keributan di lapangan, Bithara, Hana, Amaya, dan Thalita baru saja tiba. Mereka semua langsung terhenti di tempat begitu melihat Calla berdiri di samping Nevan. Mereka sudah tahu bahwa Calla dan Nevan menjalin hubungan, tetapi kali ini mereka benar-benar terkejut melihat penampilan Nevan yang ternyata seganteng itu.
Bithara membuka mulutnya dengan rasa takjub, "Gila, Calla! Itu Mas Nevan yang sebenarnya? Gue baru tahu dia seganteng ini!"
Hana, yang biasanya sangat tegas, terlihat benar-benar terkejut. Matanya membesar saat melihat Nevan. "Serius, Mas Nevan ini keren banget! Nggak nyangka Calla punya pacar seganteng ini. Pantas saja dia nggak pernah berpaling."
Amaya menepuk punggung Hana, sambil tersenyum lebar. "Gue juga baru tahu. Calla emang nggak salah pilih. Dan lihat, mereka berdua kelihatan bahagia banget. Mas Nevan keliatan sayang banget sama Calla, bjir."
Thalita, yang biasanya pendiam, juga terlihat sangat terkesan. "Calla udah sabar nunggu hampir dua tahun untuk bisa ketemu sama Mas Nevan lagi. Gue cuma bisa bilang, mereka benar-benar pasangan yang cocok. Mas Nevan pasti punya alasan yang kuat untuk bikin Calla bertahan."
Bithara mengangguk setuju sambil melirik ke arah Nevan dan Calla yang sedang mengobrol dengan penuh kehangatan. "Iya, sabarnya Calla bener-bener diuji. Dan lihat hasilnya sekarang, mereka kelihatan begitu bahagia bersama. Mas Nevan juga kayanya pengertian banget."
Hana menambahkan dengan penuh semangat, "Sumpah, gue terinspirasi. Kalau Mas Nevan sebaik ini dan Calla bisa bertahan, mungkin ada baiknya kita juga harus sabar dalam mengejar apa yang kita inginkan."
Mereka semua setuju dengan komentar Hana, dan obrolan mereka penuh dengan kekaguman dan rasa bangga terhadap Calla. Mereka melanjutkan perbincangan mereka sambil sesekali menatap ke arah Calla dan Nevan, yang sekarang sedang berbincang dan tertawa di depan mobil.
Keberadaan Nevan di kampus telah menjadi sorotan utama, dan tidak ada yang bisa mengabaikan betapa bahagianya Calla pada momen ini. Sementara itu, Calla dan Nevan melanjutkan obrolan mereka dengan penuh keceriaan, seolah-olah tidak ada yang lain di sekitar mereka.
Calla memandang Nevan dengan penuh rasa terima kasih dan kebahagiaan. "Mas, tunggu sebentar ya. Aku mau ambil barang-barangku dulu, baru kita bisa pergi."
Nevan mengangguk dengan senyum, "Tentu, aku tunggu di sini."
Calla kemudian berlari kembali ke arah laboratorium dengan semangat baru. Di tengah perjalanan, dia melihat Hana, Bithara, Amaya, dan Thalita yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan mata terbelalak.
Hana langsung menyapa dengan bersemangat, "Cal! Jadi itu Mas Nevannya lo? Gila, dia beneran keren banget! Lo ngapain di sini? Kenapa nggak langsung pergi sama dia?"
Calla tertawa kecil dan berusaha tenang meskipun matanya masih bersinar dengan kegembiraan. "Iya, itu Mas Nevan. Gue baru tahu dia datang hari ini. Gue cuma mau ngambil barang-barang gue nih." Calla mengambil tas dan paperbag miliknya yang dibawa Bithara dan Thalita.