Calla berdiri di depan cermin, memastikan setiap detail penampilannya sempurna. Setelah mandi dan bersiap, ia dengan hati-hati mengaplikasikan make-up yang ringan namun elegan. Hari ini, ia memilih look yang lembut namun tetap chic—kemeja putih berlengan balon dipadukan dengan vest rajut biru tua yang memberi sentuhan kasual namun rapi. Rok putih yang jatuh ringan hingga mata kaki menambah kesan anggun, sementara hijab segi empat biru lembut diatur menutup dada dengan rapi. Ia tersenyum puas melihat hasilnya di cermin, merasa yakin bahwa outfit ini akan membuatnya nyaman sepanjang hari kencan.
Sepatu biru muda yang dipakainya menjadi sentuhan akhir yang sempurna untuk petualangan mereka ke kebun binatang. Kencan kali ini terasa spesial, bukan hanya karena tempatnya yang berbeda, tetapi juga karena Calla tahu Nevan sudah menyiapkan hari ini dengan penuh perhatian.
Menit-menit berlalu dengan cepat saat Calla sibuk memeriksa isi tasnya, memastikan semua yang dibutuhkan ada—hand sanitizer, botol minum, kacamata hitam, dan tentu saja, kamera instan untuk mengabadikan momen-momen seru di Taman Safari. Ketika jam menunjukkan pukul sebelas kurang, notifikasi pesan dari Nevan muncul di ponselnya.
"I'm here, ready for our adventure!" tulis Nevan.
Calla tersenyum, menyentuh layar ponselnya sambil merasakan getaran antusiasme di dadanya. “Alright, let’s do this,” gumamnya pelan sebelum akhirnya bergegas keluar dari kosnya. Nevan sudah menunggunya di depan mobil, mengenakan kemeja casual dengan celana jeans, terlihat santai namun tetap stylish.
“Kamu cantik banget,” puji Nevan begitu melihat Calla. Calla tersipu, mencoba menyembunyikan kegembiraannya di balik senyuman tipis.
"Terima kasih, you’re not bad yourself," balas Calla sambil tertawa kecil, merasa lebih santai.
Setelah itu, mereka pun menuju Taman Safari, siap untuk menjalani hari yang penuh kegembiraan dan kejutan. Kencan kali ini terasa berbeda bagi Calla, penuh dengan energi positif dan rasa rindu yang terbayar setelah sekian lama terpisah karena kesibukan masing-masing.
Di tengah perjalanan menuju taman safari, saat waktu masuk ibadah shalat jumat, Nevan menghentikan mobilnya di pelataran sebuah masjid. Tentu saja, laki-laki itu harus melaksanakan ibadah shalat jumat terlebih dahulu. Calla mengangguk memahami keputusan Nevan untuk mampir ke masjid sebelum melanjutkan kencan mereka. Ia mengamati Nevan mengambil sarung dari jok belakang mobil dengan senyum hangat. Calla merasa nyaman berada di dalam mobil, meskipun hari ini tidak dapat melaksanakan shalat karena sedang haid.
Nevan tersenyum lembut. “Tunggu sebentar ya, aku akan cepat.”
Calla mengangguk dan membiarkan Nevan pergi. Sengaja Nevan tidak mematikan mesin mobil agar Calla tidak kepanasan di dalam mobil. Gadis itu menyandarkan punggung di kursi sambil memeriksa ponselnya untuk mengisi waktu. Tidak lama kemudian, perhatian Calla tertuju pada penjual telur gulung yang berada tidak jauh dari tempat parkir mobilnya. Aroma telur gulung dan makanan kecil lainnya mulai menggugah selera.
Melihat tidak ada pilihan lain untuk mengisi waktu, Calla memutuskan untuk turun dari mobil dan membeli beberapa makanan. Ia mematikan mesin mobil dengan hati-hati, memastikan bahwa Nevan akan merasa nyaman saat kembali nanti.
Dengan langkah ceria, Calla mendekati gerobak penjual. “Bu, saya mau beli beberapa telur gulung, dan itu apa?” tanyanya sambil menunjuk beberapa makanan kecil yang menggoda selera.
Ibu penjual yang ramah menyapa dengan senyum lebar. “Oh, ada cireng, bakmi, dan batagor. Mbaknya mau beli apa?”
Calla membeli telur gulung dan batagor, sambil bertanya-tanya apakah Nevan akan menyukai makanan ini. Saat Calla akan kembali ke mobil, ia berpapasan dengan banyak jemaat yang baru selesai menjalankan shalat Jumat. Kerumunan orang yang ramai dan berdesakan membuatnya sulit untuk kembali ke mobil tanpa harus mengantri dengan sabar. Ia memutuskan untuk menunggu di luar mobil agar lebih mudah mencari Nevan di tengah kerumunan manusia.
Dengan langkah hati-hati, Calla berdiri di tepi trotoar, menggenggam kantong makanan yang baru dibelinya. Sementara itu, Nevan terlihat kebingungan mencari Calla di tengah kerumunan. Sesekali, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, berharap bisa melihat sosok Calla yang berbeda dari biasanya.
Ketika akhirnya Nevan melihat Calla berdiri dengan kantong makanan di tangan, ia tidak bisa menahan senyum sambil melangkah mendekati Calla. "Kamu, ya? Ngapain keluar, kan aku sudah bilang tunggu di mobil aja," katanya dengan nada penuh keheranan yang disertai tawa lembut.
Calla memandang Nevan dengan ekspresi ceria, meskipun sedikit malu. "Maaf, tadi aku liat itu, nggak tau kenapa tiba-tiba pengen beli telur gulung." Calla menunjuk gerobang penjual yang berada di seberang jalan.
Nevan tertawa pelan. "Nggak papa, tapi lain kali hati-hati. Untung ketemu aku di sini, kalau kamu ilang gimana coba?"
Calla merasa lega dan tertawa ringan. "Iya, maaf, tapi kamu mau kan ini?" tanya Calla menunjukkan kantong plastik berisi jajan yang dibelinya.
"Iya, ayok ke mobil lagi. Ada yang mau dibeli lagi atau sudah cukup?" tanya Nevan sambil merangkul bahu Calla, agar gadis itu tidak jauh-jauh darinya lagi.
"Udah kok ini cukup, kalau kebanyakan nanti nggak ada yang ngabisin."
Nevan membuka pintu mobil untuk Calla dan membantunya masuk sebelum mengambil tempat duduknya. Sebelumnya, Nevan juga melepas sarung dan meletakkan kembali ke jok mobil belakang. Dia terus tersenyum sambil mengemudikan mobil, mengarahkan kendaraan menuju Taman Safari. Calla di sampingnya tampak gembira, tak sabar untuk memulai kencan mereka.
"Di belakang ada air mineral, ambil aja." Calla terkejut dengan pernyataan Nevan. Tapi gadis itu menurut saja dan mengambil air mineral yang dimaksud.
"Aku lupa nggak beli air tadi, udah kepikiran telur gulung terus," katanya dengan santai.
Nevan tertawa mendengarnya, dia merasa gadisnya itu selalu mampu menarik perhatiannya dengan kelakuakn tak terduga. "Tadi kamu bayar pakai apa? Emang bisa penjualnya cashless?" tanya Nevan yang tahu bahwa gadisnya sangat jarang memiliki uang cash.
"Oh engga, aku ambil dari sini, tadi ada kok lima ribuan," jawabnya sambil menunjuk console box yang berisi uang koin dan uang pecahan kecil yang biasa digunakan Nevan untuk membayar parkir. Sungguh, unik sekali pacarnya ini, Nevan sampai dibuat kagum berkali-kali dengan setiap gebrakannya.
Di sepanjang perjalanan, mereka saling berbagi cerita dan tawa, menciptakan kenangan baru dalam suasana yang penuh kebahagiaan. Moment yang penuh kejutan dan tawa ini menambah kehangatan dalam hubungan mereka, membuat setiap hari terasa lebih istimewa.
***
Setelah membeli tiket, Calla dan Nevan memasuki kawasan Taman Safari. Mobil mereka melaju perlahan melewati gerbang yang penuh dengan tanaman hijau rimbun, mengarah ke area yang dikhususkan untuk kendaraan yang akan memasuki kebun binatang.
Calla, dengan penuh antusias, memandang keluar dari jendela mobil, berusaha menangkap setiap momen yang bisa dijadikan kenangan. Nevan tersenyum melihat kekaguman Calla. Mereka sudah memutuskan untuk tidak turun dari mobil, mengikuti aturan kebun binatang yang membiarkan binatang berkeliaran bebas di sepanjang jalan.
“Wow, lihat! Itu zebra!” Calla berteriak ceria, menunjuk ke arah zebra yang sedang merumput di tepi jalan. “Lucu banget ya warna coraknya! Nggak nyangka bisa se-presisi itu hitam putihnya!"
Nevan tertawa, “Iya! Lucu kaya kamu tuh! Dia masih makan.”
“Magic banget ya ciptaan Tuhan tuh. Oh, lihat! Ada jerapah!” Calla berseru lagi, kali ini dengan mata berbinar.
Nevan mengangguk sambil mengemudikan mobil dengan hati-hati. “Liat deh, jerapahnya aja pacaran di depan kita. Aku pernah baca, jerapah itu bisa menjulurkan lidahnya sampai 45 cm. Bayangin gimana tuh kalau nanti kamu dimakan.”
Calla tertawa, “Aku lari lah! Aku punya kaki buat lari kalau ada jerapah yang mau makan.”
"Tapi jerapah juga punya kaki, Cal!"
"Oiya ya? Ah nanti aku ngumpet di belakang kamu aja biar dia nggak bisa liat!" balasnya dengan santai. Nevan tertawa mendengarnya. Benar-benar di luar dugaan.
Mereka terus melaju, dengan Calla yang tak henti-hentinya berkomentar mengenai setiap binatang yang mereka lihat. “Lihat itu! Kuda nil-nya gede bangettt! Waahhh!" Calla kagum melihat hewan yang sedang berendam di kolam itu.
"Mau ngasih makan nggak? Tadi beli semangka juga kan?" tawar Nevan sembari melajukan mobilnya menuju lebih dekat di area kuda nil.
"Mau-mau! Tapi kamu aja ya? Aku takut nanti ngasihnya melenceng kan kasihan kalau kuda nil nggak jadi makan," katanya berasalan. "Aku yang videoin aja, nih, aku siap nih kameranya." Calla membuka kamera di ponselnya dan memberikan buah semangka yang berada di bawah kakinya pada Nevan.
Nevan menerima semangka itu dan segera membuka kaca jendelanya agar bisa lebih leluasa melihat kuda nil. Di belakangnya, Calla sudah siap memberikan pengarahan agar Nevan tidak salah sasaran. "Eh itu kurang nganan, Mas! Geser kanan coba! Bentar-bentar! Pelan-pelaan ajaa biar pas masuk mulutnya!" Calla terus berteriak histeris saat melihat Nevan berhasil memberikan semangka tepat pada sasaran. "Yeeyyy! Selamat makan kuda nil!"
Nevan sedikit memundurkan tubuhnya agar Calla bisa lebih leluasa melihat kuda nil dan merekamnya. Nevan juga memegang pinggang Calla agar gadis itu tidak tersungkur ke depan. Jelas posisi Calla sudah tidak beraturan, bahkan dia sudah tidak lagi duduk dengan baik di kursinya. "Dadaahhh kuda nil! Besok lagi yaa aku ke sini. Aku cuma beli semangka satu tadi. Jangan sedih..."
"Sudah yuk? Yang belakang antri semua tuh!" kata Nevan menarik Calla agar bisa kembali ke kursinya.
"Sebenarnya agak nggak adil sih, cuma ngasih makan satu kuda nil. Tapi ya kalau diadili kayanya kita yang rugi deh, Mas. Semangka juga mahal kalau kebanyakan belinya," curhat Calla dengan nada sedihnya. Nevan hanya mengangguk-angguk sebagai jawaban.
Nevan memutar roda kemudi dengan lembut, berhati-hati menghindari binatang yang berkeliaran di jalanan. “Hey, lihat itu. Ada harimau!”
Calla melotot penuh kekaguman. "Wahhh! Gede banget ya? Serem banget itu giginya!" seru Calla.
“Jangan sampai harimau itu liat kamu terus dikira makanan lagi,” kata Nevan, masih dengan nada bercanda. “Kalau iya, nanti aku nggak punya pacar cantik lagi loh.”
"Aku nggak sekecil itu tau, Mas!" gerutu Calla meski dia tahu pacarnya hanya bercanda. Calla dengan tinggil 155 cm disandingkan dengan Nevan dengan tinggi 178 cm, tentu banyak yang mengira mereka hanya seorang kakak adik dan tak mengira akan menjadi pasangan kekasih.
Mereka melanjutkan perjalanan melalui kebun binatang, menyaksikan berbagai binatang dalam jarak dekat. Calla terus memotret dan mengobrol dengan Nevan, sementara Nevan menikmati melihat betapa bahagianya Calla.
"Hari ini seru banget deh! Aku senang banget!” kata Calla, memandang penuh rasa syukur.
“Sama! Aku selalu senang kalau sama kamu, Call,” jawab Nevan dengan senyum penuh kasih.
Ketika mereka akhirnya menyelesaikan tur mereka di kebun binatang dan keluar dari area, Calla masih berbicara tentang pengalaman yang mereka lalui. Nevan hanya tersenyum, merasa puas melihat kebahagiaan Calla dan menikmati setiap momen yang mereka habiskan bersama.
***
Setelah seharian penuh petualangan di taman safari, Nevan mengajak Calla untuk bersantai di salah satu kafe yang terletak di tengah sawah. Saat mobil mereka mendekati kafe tersebut, Calla bisa melihat pemandangan luas yang menenangkan dengan sawah hijau membentang di sekelilingnya.
Kafe ini terletak di tempat yang agak terpencil, jauh dari keramaian kota, memberikan suasana yang tenang dan damai. Saat mereka memasuki area kafe, angin sepoi-sepoi sore hari menyapa mereka dengan lembut, memberikan rasa sejuk yang menyegarkan setelah seharian berada di luar ruangan.
“Kafe ini keren banget, ya,” kata Calla sambil mengamati sekelilingnya. “Kamu kok tau-tauan ada di sini sih? Perasaan tadi nggak liat maps?”
“Iya, aku baru tau semalem di media sosial,” jawab Nevan sambil membuka pintu kafe untuk Calla. “Tempat ini cocok banget buat nyantai dan ngobrol.”
Mereka memilih meja yang terletak di luar ruangan, dekat dengan sawah, sehingga mereka bisa menikmati pemandangan hijau yang luas. Calla duduk di kursi sambil mengamati panorama di sekelilingnya, sementara Nevan memesan makanan dan minuman di meja kasir.
“Gimana kalau kita pesan makanan dan beberapa minuman? Aku lihat ada nasi juga di menu, pilih aja sesuka kamu,” saran Nevan sambil menunjukkan daftar menu yang diletakkan di atas meja. Nevan tahu, Calla sangat menyukai nasi sehingga dia tidak mungkin memilih tempat makan tanpa nasi.