Hari ini adalah hari kedua semenjak Nevan ikut Calla pulang ke rumah. Minggu pagi, Rayan mengajak Calla dan Gretta, juga Nevan untuk lari pagi. Sebelum matahari terbit, Nevan dan Alfin turut datang, mengingat Nevan tidur di rumah Alfin yang berada di komplek sebelah. Lima orang itu bersiap dengan kaos olahraga dan sepatu larinya. Meski Calla jarang berolahraga, tetapi daya tahan tubuhnya lumayan kuat jika hanya lari kurang dari 5 km.
Pagi itu suasana ramai meski baru pukul 5. Calla, Gretta, Nevan, dan Alfin sudah berkumpul di depan rumah, siap buat lari bareng Rayan. Begitu mereka mulai berlari, Calla dan Gretta semangat sekali di awal, tapi setiap 2 km, para cowok-cowok itu berhenti hanya buat istirahat sebentar. Tidak sampai 15 menit, mereka sudah mengajak lari lagi.
“Nih orang-orang nggak capek apa ya?” Gretta mengomel sambil duduk di pinggir trotoar, napasnya tersengal-sengal. “Kita kayak treadmill berjalan, stop-start gini.”
Calla menimpali, “Iya, gue sih nggak keberatan istirahat, tapi plis lah, yang bener istirahat, jangan baru nafas enak, udah disuruh lari lagi.”
Nevan, yang lagi stretching santai, cuma senyum mendengar keluhan mereka. “Gimana dong, nanti keburu dingin kalau kelamaan duduk.”
“Alasan aja,” Calla mendelik sambil pura-pura manyun. “Aku bisa makan satu roti bolu dulu sambil nunggu kamu stretching, Mas.”
Rayan, yang dari tadi cuma ketawa kecil, akhirnya nimbrung. “Nah, anak cewek emang beda. Ayah dulu kalau lari pagi sama bapak-bapak nggak ada tuh keluhan.”
“Lah, beda dong, Yah,” Gretta tertawa kecil. “Ayah kan udah terbiasa, kita mah anak kuliahan sama anak sekolah, wajar kalau ngos-ngosan.” Padahal Gretta juga biasa lari mengelilingi lapangan voli setiap latihan di klub. Tapi rasanya memang sedikit berbeda jika berlari dengan jarak tempuh yang terlihat dengan jelas.
Alvin ikut bersuara, “Yakin ini baru 2 km? Rasa-rasanya kayak cuma secuil aja nih.”
Semua ketawa, bikin suasana pagi itu jadi seru meski diiringi omelan manja Calla dan Gretta yang bikin suasana makin hidup.
Setelah sesi tawa itu, mereka akhirnya melanjutkan lari lagi. Kali ini, Calla dan Gretta sudah mulai pasrah dengan ritme yang ditentukan oleh para lelaki, meskipun mereka masih suka mengeluh di sela-sela lari.
“Mas, serius deh, abis ini harus ada es teh sama pisang goreng ya,” Calla mengancam sambil lari pelan di sebelah pacarnya. “Atau aku bakal mogok total.”
Nevan cuma cengengesan. “Deal! Nanti habis lari, aku yang buatin.”
Sementara di belakang, Gretta sibuk mengeluh ke Alvin. “Kak, kok bisa sih kuat banget lari gini terus? Kayak nggak ada capeknya gitu.”
Alvin cuma angkat bahu sambil tetap berlari dengan enteng. “Udah kebiasaan kali ya. Lagi pula, yang bikin capek itu bukan larinya, tapi omelan kalian yang nggak berhenti,” dia tertawa lebar.
Gretta mencibir. “Yah, biarin lah. Suara kita kan emang tambahan semangat biar kalian nggak bosen.”
Rayan, yang lari paling depan, akhirnya berhenti lagi. “Oke, istirahat sebentar. Tapi inget, cuma 10 menit!”
Begitu mendengar kata ‘istirahat’, Calla langsung duduk di trotoar sambil mengibas-ngibaskan tangan, seakan baru saja maraton 10 km. “Ya ampun, gue udah nggak sanggup nih. Mas, ingetin aku ya buat nggak mau diajak lari pagi lagi. Lain kali aku pilih jogging cantik aja di taman.”
Gretta menimpali sambil duduk di samping Calla. “Bener, gue juga. Next time, gue mau ikut yang versi jalan santai aja. Nggak pake keringet.”
Nevan dan Alvin hanya bisa tertawa kecil melihat Calla dan Gretta yang terus mengomel, sementara Rayan diam-diam bangga karena putrinya masih mau ikut, meski penuh keluhan sepanjang jalan.
Setelah menempuh 10 km dengan segala omelan dari Calla dan Gretta, akhirnya mereka sampai kembali di rumah setelah lebih dari dua jam. Calla langsung terkulai lemas di halaman rumah, bersandar ke dinding sambil menarik napas panjang. Gretta menyusul, langsung merebahkan diri di sebelah kakaknya.
"Capeknya bukan main! Dua jam kayak dikejar waktu," Calla mengeluh sambil menutup matanya.
Rayan, Nevan, dan Alvin yang masih kelihatan segar langsung menuju teras rumah. Di sana, Hira sudah menunggu dengan pisang goreng panas dan es teh manis yang siap menyambut mereka. Wajah Hira sumringah melihat keluarganya kembali, apalagi melihat dua anak perempuannya yang kelihatan kelelahan tapi tetap ikut lari sampai selesai.
“Wah, yang capek-capek, langsung ke sini deh,” Hira memanggil dari teras, sambil menyodorkan piring pisang goreng. “Kalian berhasil juga 10 km, ya?”
Calla langsung bangkit begitu mendengar kata "pisang goreng". “Ya ampun, Bun. Pas banget! Ini yang aku butuhin!” Dia langsung menyerbu piring pisang goreng dan mengambil satu dengan cepat.
Gretta mengikuti, meski masih setengah lelah, dia nggak bisa nolak pisang goreng buatan ibunya. “Ibun emang tau aja apa yang kita butuhin. Es teh sama pisang goreng, surga banget!”
Nevan dan Alvin saling pandang dan tertawa kecil. Rayan, yang duduk sambil menikmati es teh, hanya menggeleng pelan. “Tuh, ngeluh-ngeluh di jalan, tapi pas disodorin makanan langsung semangat lagi.”
“Ini baru namanya recovery, Yah,” kata Gretta sambil menggigit pisang goreng. “Next time larinya diimbangi dengan janji cemilan kayak gini, kita nggak bakal ngeluh deh.”
Nevan menyikut Calla dengan senyum. “Bener-bener hebat, ya. Dua jam lari tapi masih punya tenaga buat makan banyak.”
Calla tertawa kecil. “Lari capek, makan enak. Jadi imbang kan?”
Hira hanya tersenyum bahagia melihat momen ini, ketika seluruh keluarganya duduk bersama sambil bercanda. Meski pagi itu penuh dengan keluhan dari dua anak perempuannya, pada akhirnya mereka tetap kompak dan menikmati kebersamaan.
Setelah semuanya duduk dengan nyaman di teras, suasana semakin santai. Hira bergabung sambil tersenyum melihat semua orang menikmati pisang goreng dan es teh buatannya.
“Jadi gimana nih, kapan next run-nya?” tanya Rayan sambil bercanda, jelas-jelas tahu kalau Calla dan Gretta bakal langsung protes.
“Nggak lagi-lagi,” sahut Calla dengan mulut penuh pisang goreng, nyaris tersedak karena terlalu cepat makan. “Next run-nya mungkin tahun depan, Yah.”
Nevan tertawa sambil menepuk-nepuk punggung Calla. “Kamu kuat kok tadi, cuma kurang latihan aja. Kalau rutin, lama-lama bisa menikmati larinya.”
Gretta menimpali, “Ah, jangan deh! Aku nggak mau lagi lari kayak tadi, penuh drama! Udah gitu, masa waktu istirahat kurang dari 15 menit? Kita nggak manusiawi banget. Mana panas banget, aku berasa jadi kerupuk yang dijemur.”
Hira terkikik mendengar curhat kedua anaknya, sementara Alvin dan Rayan malah kelihatan senang dengan pengalaman lari pagi itu.
"Eh, lari pagi itu bagus lho, Ta. Badan sehat, pikiran fresh,” Alvin menyemangati sambil menyeruput es tehnya. “Kalo lu berdua mau rajin, nanti bisa ngimbangin kita para cowok."