Sepuluh tahun kemudian, tahun ini, bulan ini, dua hari yang lalu.
Dulah sedang naik motor matic warna merah jambu. Motor yang dibeli dari hasil menabung itu melaju tenang di atas jalan yang sedikit bergelombang. Dulah sedang menuju tempat mengajarnya di sebuah SMA Islam di daerah Tebet, Jakarta Selatan.
Lulus SMA, Dulah meninggalkan Pondok Pesantren Al-Taubah lalu kuliah di UIN Syarif Hidayatullah, Kampus Tangerang, mengambil Jurusan Pendidikan Agama Islam. Dulah ingin berperan serta dalam mencerdaskan anak bangsa, dan tetap menggunakan agama Islam sebagai dasar pendidikannya.
Dulah berpakaian krem yang tertutup jaket tebal warna cokelat yang melindungi badannya dari terpaan angin dan terik matahari. Motor melaju cukup kencang. Lalu lintas agak ramai dan didominasi oleh sepeda motor. Pengendaranya para pekerja yang sedang menuju tempat kerja, para siswa yang hendak ke sekolah, dan para ibu yang pulang atau pergi ke pasar.
Menjelang perempatan tanpa lampu merah, kuning, hijau, motor di depan Dulah lampu seinnya menyala, memberi tanda hendak belok kiri. Dulah pun memindahkan motornya ke jalur sebelah kanan, lalu menambah kecepatannya. Ia ingin segera sampai di sekolah, secepatnya bisa bertatap muka dengan anak didiknya. Namun, belum juga Dulah berhasil melewati, sang pengendara motor butut warna hitam itu, ibu-ibu berdaster, tiba-tiba membelokkan motornya ke kanan.