ROLE PLAYER

Nada Lingga Afrili
Chapter #4

3. Pulang ke Rumah

"Gue ke kamar mandi dulu, ya? Mau pipis," ucap Dinda.

Saat ini Ayka dan Ghina sedang duduk di atas kasur Dinda sambil saling berhadapan. Ayka dan Ghina adalah teman dekatnya Dinda, maka itu mereka berdua sering sekali mendatangi kosannya Dinda hanya untuk sekadar rebahan. Namun hari ini berbeda, bukan rebahan yang menjadi tujuan Ayka datang ke kosan Dinda.

"Ay, ikutin apa kata hati lo. Jangan memutuskan sebuah masalah dalam keadaan lo yang kayak gini."

Ayka masih berdiam diri. Matanya memandang Ghina dengan tatapan kosong nan hampa. Seperti tidak ada mood untuk bicara sedikitpun, ia hanya ingin mendengar Ghina memberikan beberapa masukan yang membuatnya jauh lebih baik.

"Gue pernah baca postingan orang di Instagram, katanya 'Jangan membuat janji saat hati sedang senang dan jangan memutuskan masalah saat hati sedang kacau' dan gue rasa itu emang bener," lanjut Ghina.

"Gue bingung, Ghin…."

"Gue kalau jadi lo juga pasti bingung, kok. Cuma yaaa gue lagi nggak merasakan apa yang lo rasain sekarang, jadi gue cuma bisa ngasih saran-saran kayak yang barusan gue kasih ke lo. Wah, udah berapa belas quotes Instagram yang udah gue kasih ke lo dari tadi?"

Ayka hanya terkekeh. Setidaknya ia menyunggingkan senyuman walau terlihat samar, dan Ghina bersyukur atas itu.

Ghina mulai berceloteh lagi. "Ay, lo ngomong dongg! Masa dari tadi gue doang yang ngomong? Udah kayak ngomong sama tembok tau nggak?"

Spontan Ayka tergelak. Ghina pun ikut tertawa melihat sahabatnya tertawa akibat omongannya barusan. Dan Ghina kira tawa itu akan berlangsung sebentar, namun Ayka terus tertawa tanpa henti sampai Ghina kebingungan.

Lawakan gue segitu lucunya apa? Batin Ghina.

Tawa Ghina kian surut, namun tidak dengan tawa Ayka. Ayka terus tertawa sejak Ghina melontarkan kalimat terakhirnya tadi. Tawa Ayka yang terbahak-bahak itu perlahan sedikit terdengar berubah. Lama-lama Ayka bahakan itu memelan, Ghina masih memperhatikan Ayka saat tawanya berubah. Dan Ghina menyadari perubahan itu.

Masih dengan tawanya yang menelan itu, Ayka menunduk dan membenamkan kedua wajahnya hingga seluruh wajahnya tertutupi oleh rambut panjangnya yang menjuntai ke bawah. Seketika tawanya yang sangat geli tadi berubah menjadi tangisan. Dada Ayka sesak bukan main. Ia tak dapat lagi memalsukan tangisannya dengan tawa seperti itu. Ia ternyata tidak pandai dalam bersandiwara di saat-saat seperti ini.

Lihat selengkapnya