ROLE PLAYER

Nada Lingga Afrili
Chapter #31

30. Aca

Beberapa waktu yang lalu Hannie cemburu sama mantan gue yang namanya Aca. Entah gue yang jahat atau apa, gue malah ngerasa seneeeng banget! Gila sih, baru pertama kali ini gue ngerasa seseneng ini gara-gara liat pacar sendiri cemburu. Rasanya kayak 'Oh ternyata ada orang yang sayang banget sama gue sampai segitunya.'

Gue pernah pacaran, sekali seumur hidup, sama si Aca. Dia temen SMP gue. Kita pacaran kurang lebih 1 tahun-tapi kayaknya lebih lama dari itu sih. Kita juga pacaran pas udah kelas 9. Aca ini kayak kebanyakan cewek di luar sana. Penyayang, perhatian, romantis, lucu. Gue suka sama dia karena semua yang ada pada dirinya. Dulu juga gue masih baru kenal sama yang namanya pacaran, jadinya gue menyatakan perasaan gue ke Aca tanpa ancang-ancang apapun lalu kita berdua pacaran.

Kita berdua bisa dibilang lumayan terkenal waktu udah pacaran. Secara ya, kan, seorang Revan Dinata yang ketampanannya setara sama Leonardo DiCaprio pacaran sama primadona di sekolah. Dari kelas 7 sampai kelas 9 tau kalau Aca adalag pacar gue.

Aca ini orang Depok, tapi sekolahnya di Sukabumi. Aca sekolah di sini karena ikut bapaknya. Bapaknya dipindahtugaskan ke Sukabumi, lalu sekeluarga ikut pindah ke sana.

Kita pacaran sampai ke SMA. Kelas 10 kita masih bersama, tapi pas udah naik ke kelas 11 kita mulai berubah. Bukan sih, sebenarnya mungkin gue yang mulai menampilkan sifat asli gue ke dia dan dia belum bisa beradaptasi dengan baik.

Punya pacar itu enak. Ada support system gratis. Itu yang seharusnya gue dapat dari Aca, tapi mungkin Aca berbeda dari yang gue perkirakan. Atau mungkin guenya yang berbeda dari apa yang Aca perkirakan. Lama-lama Aca mulai merasa bahwa gue ini nggak sayang sama dia, padahal mah sayang. Gue itu kalau udah sayang ke satu orang bakalan setia, bakalan cuma sayang sama itu orang. Tapi Aca menyangka bahwa gue bosen sama dia, gue mulai bodo amat sama hubungan ini. Itu yang Aca rasakan. Gue tau itu dari sahabat gue yang sekarang di pesantren itu, katanya Aca curhat ke dia kayak gitu.

Well, gue nggak mengelak dari apa yang diceritakan Aca ke temen gue. Itu semua nggak salah, tapi juga nggak benar. Gue sayang Aca dengan cara gue sendiri. Lo semua tau kalau gue ini sifat dingin dan cueknya kelewat batas. Gue yakin itulah yang membuat Aca merasa seperti itu. Aca bilang seperti ini ke gue di hari kita putus: "Kamu selalu bilang kalau kamu sayang aku, tapi nyatanya nggak. Kamu nggak sayang aku."

Lalu gue bilang, "Mau putus nggak?" Dan dia mengiyakan.

Selesai.

Pada hari pertama, Minggu pertama, bulan pertama, gue nggak galau sama sekali. Gue malah merasa lebih bebas. Merasa bahwa oksigen terasa lebih enak untuk dihirup daripada biasanya. Namun di hari-hari berikutnya gue sadar gue telah kehilangan. Gue jadi merasa kosong, dan gue kangen Aca. Gue sampai buat fake account buat mantau Aca. Gila nggak tuh?

Gue kangen Aca, tapi gue nggak menyesal atas keputusan gue putus sama dia. Gue cuma lagi kangen aja. Dan kita waktu itu juga masih suka balas-balasan komentar di foto Instagram. Dan akhirnya gue merasa tenang kembali, gue nggak merasa kosong lagi. Bukan karena Aca masih suka ngobrol sama gue via chat, tapi karena gue sudah terbiasa sendiri. Aca pun pindah lagi ke Depok, dia juga pindah sekolah saat kelas 11.

Setelah itu gue menjalani hari-hari gue seperti biasa. Maksudnya ... biasa banget! Ya, emang gue orangnya begini. Begini-begini aja. Hidup gue datar, nggak ada yang spesial di hidup dan di sekeliling gue. Hanya ada kehidupan anak kampus yang benar-benar membosankan.

Gue masuk ke universitas swasta di Sukabumi karena of course gue ditolak UI dan UGM. Gue nggak sedih, biasa aja. Gue disarankan ayah untuk kuliah di tempat sekarang gue kuliah. Dan sampai saat ini hidup gue damai-damai aja. Nggak ada drama aneh-aneh kayak orang lain. Gue menikmati hidup gue yang sekarang, tapi gue masih aja merasa kurang. Kayak ada rasa hampa di setiap lamunan gue.

Sampai akhirnya gue bertemu Hannie. Perempuan paling hebat yang pernah gue kenal seumur hidup. Perempuan paling bijaksana, paling baik, paling lucu, paling menggemaskan, paling-paling deh pokoknya!

Aca beda sama Hannie. Aca pernah hadir di dalam hidup gue, pernah menemani gue di setiap waktu yang gue jalani, tapi Aca tetaplah Aca. Aca beda sama Hannie, Hannie pun berbeda dengan Aca.

Aca selalu bilang kalau gue nggak sayang dia di saat gue benar-benar sayang dia, tapi Hannie selalu tau bahwa gue sayang dia walaupun gue nggak mengatakannya secara langsung.

Lihat selengkapnya