“Assalamualaikum.”
Salam diucapkan bersamaan oleh Rey dan Ayka yang baru saja melangkahkan kaki memasuki rumah Rey. Rumah yang selama ini Rey tinggali dari ia lahir sampai saat ini. Rumah yang selama ini dibayang-bayangkan oleh Ayka.
Saat kakinya melangkah dan memijaki lantai rumah itu, Ayka langsung tersenyum senang saat melihat suasana rumah Rey yang tampak begitu familier. Ayka tampak puas melihat rumah sederhana yang terlihat nyaman itu.
Bayangan Ayka terhadap rumah Rey ternyata tepat sasaran. Ayka yang sering kali membayangkan bagaimana bentuk rumah Rey dan bagaimana tata letak serta isinya langsung sangat gembira. Di otaknya, Ayka membayangkan ruang tamu Ayka akan ditemui tepat di dekat pintu masuk rumah. Terdapat meja kecil berwarna cokelat yang di bawahnya ada tumpukan kaset-kaset lagu zaman dulu dan di atasnya ada TV yang tidak terlalu besar. Ada beberapa foto yang dipajang di dinding. Ada satu vas bunga yang mana bunga tersebut adalah bunga palsu—karena Ayka yakin zaman sekarang orang akan lebih memilih bunga palsu agar lebih awet. Berjalan sedikit dari pintu masuk rumah akan terlihat 2 pintu kamar yang bersampingan. Satu kamar adiknya Rey dan sebelahnya adalah kamar Rey. Kamar kedua orang tuanya akan ada di dekat dapur, lebih tepatnya pintu kamar tersebut ada di samping kulkas. Meja makan bundar yang di atasnya dilapisi dengan kaca tebal serta kain water proof yang menutupi bagian atas kaca. Di sisi berlawanan terletak kamar mandi yang sederhana namun luas.
Semua itu ada di dalam kepala Ayka dan saat ini dengan mata kepalanya sendiri ia melihat langsung bagaimana penampakan rumah kekasih virtualnya itu. Ternyata benar, 70% ekspektasinya benar-benar nyata! Isi rumah Rey hampir sama persis dengan apa yang Ayka duga selama ini. Hanya saja tak ada foto-foto yang menggantung di dinding dan benda yang menopang TV di ruang tamu bukanlah meja kecil melainkan laci yang lumayan besar yang isinya menyimpan beberapa buku dan kaset yang entah apa isi kaset tersebut.
Mendengar ada yang mengucap salam, orang rumah pun seketika berhambur keluar dari dalam kamar mereka dan segera menjawab salam tersebut dengan serentak.
“Waalaikumsalaaaamm.”
Muncullah kedua orang tua Rey yang sudah berganti pakaian dengan pakaian yang lebih santai. Dan di sebelah mamanya berdiri sosok perempuan yang diyakini sebagai adik Rey. Cantiknya, batin Ayka saat melihat paras adik Rey.
“Eh ada Ayka, ya? Sini-sini masuk, Neng. Duduk dulu,” kata mama sembari mempersilakan Ayka.
Ayka mengangguk dengan senyum manisnya. “Iya, Tante.”
“Ayka mau minum apa?”
“Aku nggak ditanya mau minum apa?” Celus Rey begitu saja. Dirinya merasa cemburu atas tindakan mama kali ini.
Dengan wajah sebal si mama menjawab, “Kamu mah kalau mau minum ambil aja sendiri.”
“Hih.”
Ayka tertawa kecil melihat kelakuan dua orang di hadapannya. Sangat lucu memang. Ayka tahu mama Rey masih muda, dan mama Rey seperti seorang teman bagi Rey ketika mereka sedang mengobrol berdua.