Dari lembar halaman ini Ayka akan terus bersama Fajar selama beberapa jam ke depan. Dengan diiringi bunga-bunga khayalan di sekeliling mereka berdua dan banyak sorot mata yang mengikuti arah langka mereka pergi.
Seusai perkenalan resmi yang tadi pagi digelar, mama Ayka menyuruh Fajar untuk mengajak Ayka pergi ke mall atau ke manapun mereka mau asalkan mereka pergi b-e-r-d-u-a. Agak licik memang cara yang satu ini, namun orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tak ada cara lain untuk membuat Ayka takluk selain menyuruh Fajar untuk mengajak Ayka berkencan karena jika mamanya yang mengajak Ayka berkencan dengan Fajar maka ia akan menolaknya secara halus.
Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke mall. Rencana yang begitu simpel keluar dari kepala Ayka beberapa puluh menit lalu. Ayka berkata bahwa ia rindu menonton di bioskop dan ia rindu membeli buku di toko buku langganannya yang selalu ada di setiap mall besar. Ayka tak pernah ada pikiran untuk berpisah di tengah jalan secara tiba-tiba dan meninggalkan Fajar sendirian di mall. Ayka bukan perempuan sejahat itu. Moralnya lebih tinggi dari yang kalian duga.
Mereka berdua pergi dengan menaiki mobil Fajar. Itu adalah mobil Fajar sungguhan dan bukan mobil milik orang tuanya karena Fajar memang sudah sangat mapan, maka itu papanya setuju mendojohkannya dengan anak teman kantornya.
Ayka hanya menurut pada Fajar sepanjang perjalanan dari parkiran mobil ke dalam mall. Menaiki lift dalam diam seribu bahasa, memasang senyum tipis namun tidak begitu bahagia. Sungguh, Ayka saat ini bukanlah perempuan yang tidak tahu diri akan ajakan orang terhormat seperti Fajar. Ayka hanya ingin bersikap sopan dan tidak ingin memperlihatkan sikap menyebabkannya pada Fajar yang baru mengenalnya beberapa jam yang lalu di sebuah perjamuan teh pagi hari. Ayka menyebutnya perjamuan teh Siti Nurbaya.
Fajar berjalan ke mana, Ayka akan menurut. Fajar berhenti sebentar untuk mengecek ponselnya, Ayka juga akan ikut berhenti berjalan dan menunggu Fajar sampai selesai dengan urusan ponselnya yang isinya adalah urusan perkantorannya. Tiba-tiba Ayka teringat kejadian beberapa puluh menit yang lalu saat sebelum dirinya berangkat dengan lelaki baik di sampingnya itu.
“Ayo, Ayka, ganti baju dulu, terus siap-siap pergi sama Fajar,” ujar mama sambil tersenyum pada Ayka. Senyum bahagia yang tak dapat Ayka rasakan kebahagiaannya.
Ayka langsung beringsut pergi dengan meninggalkan senyum tipis yang tak enak dilihat oleh siapapun. Ia sudah tak tahan lagi untuk berpura-pura bahagia di tengah musibah yang sedang menimpanya ini.
Setelah menaiki tangga yang sebenarnya tidak terlalu banyak namun terasa berat ditempuh akibat masalah yang dideritanya kini, Ayka membuka gagang pintu kamarnya dengan malas lalu menutupnya kembali setelah dirinya benar-benar masuk ke dalam kamarnya. Zahra langsung mengajukan banyak pertanyaan yang membuat Ayka makin kesal.
“Loh? Udah selesai??”
Belum dijawab oleh Ayka, Zahra sudah mengajukan pertanyaan lainnya seiring Ayka berjalan malas menuju ranjangnya.
“Kenapa kenapa? Dia baik, kan? Atau nyebelin? Keliatan genit nggak? Atau malah kurang ajar? Ih, kok, lo nggak jawab, sih? Dia gimana orangnyaaa?”