Romance Impossible

SHARON
Chapter #1

Chapter o1

Dua pintu besar perlahan terbuka dan semua pasang mata menoleh ke arah yang sama. Kearah mempelai wanita yang melangkah masuk ke dalam aula pernikahan dengan gaun putih yang menjuntai anggun membingkai tubuhnya. Langkah demi langkah, gaun putihnya menyapu lantai dengan lembut, seirama dengan denting lembut alunan piano yang mengisi seluruh aula.


Di ujung lorong panjang, sang mempelai pria berdiri tegap, menatapnya dengan mata yang dipenuhi rasa cinta dan kekaguman yang tak bisa disembunyikan. Begitu mendekat, tangan mempelai pria terulur menyambutnya hangat. Mempelai wanita menggenggamnya dengan penuh keyakinan, dan bersama, mereka berdiri saling berhadapan, bersiap mengucap janji suci di hadapan Tuhan, pendeta, dan para tamu undangan yang datang.


Momen itu begitu indah, begitu sempurna—setidaknya di mata Mella. Karena sejatinya, ia hanya menyaksikan dari kejauhan, duduk diam di deretan kursi tamu. Namun, dalam kepalanya diam-diam Mella membayangkan dirinya yang berdiri di altar sebagai pengantin wanita. Tapi kenyataannya, hari ini bukan tentang dirinya.


Mella datang ke acara pernikahan teman kuliahnya. Tanpa terasa waktu berjalan begitu cepat, kini Mella telah sampai di usia di mana teman-temannya satu per satu mulai menikah dan membangun rumah tangga, bahkan ada yang sudah memiliki momongan. Sementara Mella masih saja sendiri. Bukan karena ia tak ingin, tapi karena memang belum pernah ada yang benar-benar datang mendekat.


Sejak lahir hingga usianya hampir kepala tiga, tentu saja Mella pernah merasakan jatuh cinta. Namun, ia belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Hubungan romantis hanya sebatas harapan yang mampir sebentar, lalu pergi sebelum sempat tumbuh.


Sambil berdiri di depan cermin, Mella memandang sendirinya sendiri. Menarik napas dalam-dalam. Ia tahu, kebanyakan pria lebih mudah tertarik pada perempuan bertubuh ramping dengan wajah yang menawan. Dan Mella sadar, ia tidak memiliki keduanya.


Namun semakin lama ia menatap, Mella merasa wajahnya tidak sejelek itu. Ia memiliki wajah yang manis dan tubuhnya memang berisi, tapi tidak sampai ke obesitas. Jujur saja, terkadang ia puas dengan dirinya saat ini. Tidak sempurna tapi cukup.


Hingga kemudian terdengar suara langkah memecah keheningan dan disusul sosok perempuan yang keluar dari bilik toilet. Ia berdiri di wastafel sebelah Mella, mencuci tangannya dengan gerakan tenang. Cantik, adalah kata yang Mella pikirkan saat melihat paras perempuan itu. Jangankan pria, bahkan Mella yang sesama perempuan saja, ikut terpesona padanya.


Tiba-tiba suara lembut menyapa, “Cobalah untuk tersenyum.”


Mella sempat menoleh, bingung dan tak yakin ucapan itu ditujukan padanya. Tapi tidak ada orang lain juga selain mereka berdua di toilet itu.


Perempuan itu tersenyum, lalu mengangkat tangannya, membentuk simbol seperti centang dengan jari telunjuk dan ibu jarinya di depan dagu.


"Seperti ini," katanya sambil memperagakan pose itu. Tanpa sadar, Mella menirukannya. Bibirnya membentuk senyum kecil tapi agak kikuk.


Sebelum pergi, perempuan itu menatap Mela sebentar dan berkata, “Kamu cantik, tahu. Cuma kurang sering tersenyum saja.”


ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ✿ʘ


Mella keluar dari toilet dengan langkah pelan. Kata-kata perempuan asing tadi masih terngiang jelas.


“Kamu cantik, tahu. Cuma kurang sering senyum aja.” Sederhana, tapi entah kenapa terasa hangat dan dalam.


Mella kembali ke aula, mencoba menikmati sisa acara sambil berdiri di dekat buffet makanan. Saat hendak mengambil minuman, matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang familiar.


Perempuan cantik tadi sedang berdiri berdampingan dan berbicara akrab dengan seorang pria yang sangat Mella kenal. Sontak jantung Mella berdegup kencang saat melihat Pak Bastian, yang merupakan atasannya, hadir di tempat ini.


Sosok yang selama ini dikenal galak, kaku, dan tidak pernah lupa marah-marah kalau hasil kerja timnya tidak sesuai ekspektasi. Kerap memberi revisi sepuluh kali dalam seminggu, yang membuat Mella lembur karena revisi tanpa akhir, yang kadang marah-marah hanya karena typo, dan terkenal tidak pernah puas dengan satu kali presentasi.


Tapi kali ini wajahnya lebih santai yang nyaris membuat Mella tak percaya. Ada senyum samar di bibirnya saat mendengarkan perempuan di sampingnya bicara sambil menggenggam tangan si perempuan dengan lembut. Mella sempat berpikir, ini pertama kalinya ia melihat sisi manusiawi dari pria itu.


"Mel... kamu ngeliatin siapa sih dari tadi?" Suara Nadia, teman Mella yang kini sudah menikah dan punya satu anak, membuyarkan lamunan Mella. Nadia mendekat dengan ekspresi penuh selidik, lalu mengikuti arah pandangan Mella.


"Oh... ya ampun. Jangan bilang kamu naksir cowok itu?"


Lihat selengkapnya