Romance Impossible

SHARON
Chapter #3

Chapter o3

Siang itu, di cafe mungil di sudut gedung perkantoran yang cukup ramai. Mella duduk di kursi dekat dinding kaca, menatap es lemon tea-nya yang sudah berembun.


“Maaf ya, nunggu lama?” Suara itu membuat Mella menoleh. Rayhan datang dengan senyum ramah, laki-laki itu mengenakan kemeja biru muda yang tergulung di bagian lengan. Rapi tapi santai.


“Nggak kok, baru juga,” jawab Mella.


Mereka memesan makanan seadanya, tak ada yang terlalu istimewa, tapi cukup untuk membuat perut tak lagi kosong dan suasana jadi tak terlalu canggung.


Di tengah obrolan ringan soal pekerjaan dan makanan, Mella tiba-tiba terdiam.


“Aku... sempat mikir tentang ajakan kamu,” katanya pelan, menatap mangkuk supnya yang mulai mendingin, “Soal menikah.”


Rayhan menatap Mella, tak langsung menjawab. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya berubah sedikit lebih serius.


“Tapi aku masih bingung. Maksudku... kenapa langsung nikah? Kenapa nggak pacaran dulu? Normalnya kan orang butuh waktu buat kenal, nyocokin diri, baru mikir buat nikah.”


Rayhan menarik napas, lalu tersenyum kecil. Ia meneguk air putihnya, lalu bersandar ke kursi, “Aku punya adik cowok. Dia udah punya calon istri, mereka mau nikah. Tapi dia bersikeras nggak mau nikah sebelum aku nikah dulu. Katanya nggak enak ngelangkahi kakaknya.”


Mella mengerutkan alis. “Dan kamu rela nikah sama orang asing demi adikmu? Kamu gak takut salah pilih?”


Rayhan mengangguk, tidak merasa perlu menyembunyikannya. Rayhan tersenyum kecil. “Yang menikah karena saling kenal lama juga belum tentu langgeng. Aku sendiri nggak terlalu punya keinginan buat jatuh cinta dulu, pacaran, atau apalah. Kalau ketemu orang yang mau, kenapa harus ribet?”


Mella terdiam.


Giliran Rayhan bertanya, “Kamu kenapa tiba-tiba berubah pikiran?“


Mella menggigit bibir, menunduk. Ia menarik napas panjang sebelum mulai bercerita—tentang hutang adiknya, tentang orang tuanya yang datang tiba-tiba hanya untuk membujuknya menikah dengan pria yang dua kali lipat usianya. Tentang tekanan yang perlahan mengikis kesadarannya.


Rayhan melongo. “Seriusan?”


“Serius.” Mella menatap kosong ke arah jendela. “Katanya ini kesempatan. Katanya aku udah cukup umur buat nggak pilih-pilih lagi.”


Rayhan bersandar, menggeleng kecil. “Adikmu yang punya utang, tapi kamu yang disuruh lunasin dengan hidupmu?”


Mella hanya terdiam, tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan Rayhan. Rayhan kembali berkata yang membuat Mella menoleh cepat kearahnya, “Aku merasa situasi kita nggak jauh beda."


Mella menatapnya, ragu. “Tapi tetap aja. Bukankah harus ketemu orang yang tepat dulu, baru berpikir untuk menikah? Gimana kalau ternyata kita salah pilih? Nikah itu nggak bisa dicoba-coba kayak pacaran. Kalau nggak cocok, nggak bisa langsung cabut seenaknya.”


Rayhan memandang Mella lama, lalu bersandar di kursinya. "Aku cuma perlu status pernikahan dan kamu perlu alasan buat nolak perjodohan itu. Kita bisa buat kesepakatan seperti menikah kontrak, nggak ada perasaan, nggak ada ekspektasi. Setelah adikku nikah, kita bisa pisah baik-baik. Atau... kalau ternyata cocok kita bisa melanjutkan pernikahan ini."


Rayhan mencondongkan tubuh sedikit. “Dan menurutku... tawaran ini bisa bantu kamu juga.”


Mella menatapnya. “Ray, ini hidup nyata, bukan sinetron sore.”


“Tapi kadang hidup butuh ide sinetron biar bisa diselamatkan.”


Mella tertawa kecil, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang tergelitik. Gila. Tapi... menggoda.

Lihat selengkapnya