“Akan kita apakan anak-anak ini hari ini, Meng?”
Oh, jangan heran. Pertanyaan itu memang kuajukan kepada seekor kucing. Jangan salah sangka dulu, Meng memang teman baikku. Tapi aku masih punya teman dalam wujud manusia, kok!
Di hadapanku, terhampar buku tematik satu untuk kelas empat. Hari ini aku akan mengajarkan materi rumah adat, tarian daerah, dan makanan khas. Sebagai guru yang baik, tentu saja aku sudah menyiapkan media pembelajaran untuk mendukung kegiatan mengajar daringku hari ini.
Peserta didikku sedang berinteraksi satu sama lain. Sengaja kuberikan mereka waktu bersantai sebelum memulai, agar mereka merasa nyaman, seperti hari-hari belajar di kelas sebelum pandemi menyerang.
Aku memandangi satu per satu anak-anak peserta didikku di layar. Ini adalah masa-masa terbaik dalam hidupku. Bekerja dan tetap mendapat penghasilan, tetapi melakukan segalanya dari rumah. Kalau boleh jujur, aku tidak keberatan jika harus mengajar dengan cara seperti ini lebih lama lagi. Aku lebih suka jika tidak harus memakai seragam yang sudah agak sempit dan berdandan. Selama mengajar daring, aku hanya memakai blazer untuk menutupi kaus dan celana pendek, serta memulas lipgloss sedikit.
“Selamat pagi, Anak-anak!”
Sapaanku dibalas dengan riang oleh mereka. Beberapa anak berebut menanyai kabarku hari ini, yang tentu saja kubalas dengan ucapan standar dan netral, sekalipun perutku nyeri karena hari pertama haid.
Di belakang, Yola menerjang pintu kamarku sampai menjeblak terbuka. Dia membawa serta iPad Pro beserta tetek bengek peralatan kerjanya ke atas ranjangku. Wajahnya yang baru saja diciprati sedikit air mendadak tegang ketika mendengar sapaan dari peserta didikku.
“Hai, halo, hei,” balas Yola sekenanya.
Peserta didikku mengenal Yola karena dia juga guru di sekolah yang sama, sampai akhir tahun ajaran yang lalu dia mendadak mengajukan resign. Sebagai rekan serumah, aku tentu sudah tahu rencananya sejak lama. Kabar pengunduran diri Yola sempat membuat beberapa anak sampai mogok belajar. Sayangnya, Santika si kepala sekolah sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuat Yola mengurungkan niatnya.
Kuabaikan Yola dan memulai kelas daringku. Anak-anak antusias ketika aku bilang hari ini mereka akan belajar melalui media animasi. Animasi itu menjelaskan tentang informasi rumah adat. Semua peserta didikku tercuri perhatiannya. Mereka serius menonton animasi sederhana yang kubuat semalam suntuk. Senang sekali melihat mereka fokus belajar sekalipun kami tidak berada di satu ruangan yang sama seperti biasanya.
“Bu Cheska, kenapa rumah adat atapnya aneh-aneh?”
Kuhentikan sejenak animasi di layar, lalu menjawab, “Di sana letak keunikannya, Alan. Rumah adat di beberapa daerah terinspirasi oleh alam.”